“When we first met, you asked me if I like pie or cake. I don’t care, I like both. And it’s not that I hate AI, Smith. The truth is… I don’t actually like anybody. People always disappoint. But not you. I like you.” – Atlas Sheperd (Atlas, 2024)
Netflix baru saja merilis salah satu film unggulannya di akhir Mei yang bergenre aksi fiksi ilmiah dan uniknya lagi, film ini agak berbeda dari banyak film sejenis.
Film dengan judul Atlas ini disutradarai Brad Peyton yang sebelumnya kita kenal lewat film aksi San Andreas (2015), dan Rampage (2018) yang kebetulan keduanya dibintangi Dwayne ‘The Rock’ Johnson.
Lalu bagaimanakah dengan film ini? Apa yang membuatnya berbeda dari film bergenre sejenisnya? Kita baca ulasannnya di bawah ini.
Sinopsis
Atlas Shepherd (Jeniifer Lopez), seorang analis yang sangat tidak percaya pada kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), mempunyai misi pribadi yaitu mencari buronan teroris Harlan (Simu Liu) yang merupakan AI berwujud manusia.
28 tahun silan, Harlan memimpin pemberontakan AI yang menyebabkan 3 juta orang tewas sebelum pasukan militer dari Koalisi Bangsa-Bangsa Internasional (ICN) datang yang menyebabkan Harlan melarikan diri ke luar angkasa.
Setelah salah satu agen Harlan ditangkap dan diinterogasi, Atlas menemukan bahwa Harlan telah melarikan diri ke sebuah planet di Galaksi Andromeda, dan bersikeras untuk ikut misi tersebut bersama Kolonel Elias Banks (Sterling K. Brown).
Walaupun atasannya, Jenderal Jake Boothe (Mark Strong) sempat melarangnya, karena dia lebih dibutuhkan di bumi, dia akhirnya ikut misi militer untuk menemukan dan menangkapnya.
Saat mereka akan mendarat, para anggota Rangers yang mengendarai robot mekanik yang dilengkapi AI, tiba-tiba diserang dan menyebabkan semua anggotanya tewas.
Atlas yang tidak bisa menggunakan mekanik tersebut, akhirnya bisa mengusai kendali mekanik tersebut walaupun tidak mempercayai AI yang memperkenalkan dirinya sebagai Smith.
Keduanya berusaha saling mempercayai satu sama lain, terlebih untuk mendapatkan kontrol penuh atas mekanik tersebut, Atlas diharuskan menghubungkan pikirannya secara langsung dengan Smith.
Saat mereka mulai terikat, barulah keduanya bisa membuka diri dan mengungkapkan siapa dirinya kepada Smith, dan mengapa dia harus mencari Harlan dan membunuhnya.
Narasinya tidak benar-benar baru untuk sebuah film
Walaupun Brad Peyton mengakui kalau ia terinspirasi game Titanfall saat menggarap film ini, jelas apa yang ia buat sekarang bukan merupakan sesuatu yang baru. Walaupun penekanannya kali ini lebih condong ke pendekatan personal dan intim antara AI dengan manusia.
Sebagai penikmat genre aksi fiksi ilmiah, film ini seolah meminjam narasi waralaba Terminator, Edge of Tomorrow (2014), dengan karakter heroine legendaris Ripley (Sigourney Weaver) yang ada di waralaba Alien. Namun, tentu saja film ini memiliki gaya dan substansi yang jauh berbeda dari film yang telah disebut di atas.
Secara eksposisi, film ini mampu menggambarkan karakter Atlas di masa lalu dengan baik, bagaimana ia mempunyai rasa trauma yang amat dalam terhadap Harlan dan membuatnya benci seumur hidup.
Jennifer Lopez juga tampil layaknya analis pada umumnya. Pintar, taktis, dengan ketajaman analisisnya terhadap sesuatu yang ia hadapi, namun ia tetap tampil kikuk dan terlihat penuh tekanan.
Yang benar-benar memikat kita dari narasi ini adalah interaksi karakter utamanya dengan Smith yang merupakan AI pengendali robot mekanik. Pendalaman narasi keduanya juga sangat baik. Smith yang mengetahui ketakutan Atlas, tidak memaksakan untuk sinkronisasi dengannya.
Perlahan, ia mencoba memahami karakter orang yang ada dalam mekaniknya, dengan belajar bahasa yang digunakannya, bahkan kebiasaan yang sering dilakukan. Pendekatan ini sangat tepat dilakukan, dan membuat chemistry keduanya bisa menyatu setelah ada kepercayaan dari Atlas sendiri.
Karakter Harlan juga mempunyai eksposisi yang cukup baik walaupun belum terlalu dalam. Narasi ini terasa sangat generik, dan terlalu datar. Dengan kompleksitas yang ada, bagaimana Harlan tiba-tiba ingin ‘membunuh semua manusia’ menjadi sesuatu yang perlu dibahas lebih dalam lagi.
Efek visualnya sangat baik
Salah satu faktor yang membuat film ini terlihat sedikit mengagumkan adalah penggunaan CGI nya yang memukau. Kecanggihan teknologi yang dihadirkan terlihat nyata, rendernya juga terlihat baik di semua adegan, dengan kualitas yang terjaga hingga akhir.
Kesimpulan
Film ini sarat dengan adegan aksinya yang menghibur, banyak ledakan di beberapa adegan penting, teknologi masa depan yang terlihat mengagumkan, juga interaksi yang intim antara AI dengan karakter heroine-nya.
Sisi emosional keduanya juga terlihat dalam, walaupun dari sisi Harlan, perlu dieksplorasi lebih jauh lagi. Apakah film ini bagus? Tentu saja, walaupun bukan film terbaik di genrenya, film ini akan membuat kamu betah menonton kisahnya hingga selesai. Tonton segera eksklusif hanya di Netflix.
Director: Brad Peyton
Starring: Jennifer Lopez, Simu Liu, Sterling K. Brown, Mark Strong, Lana Parrilla, Gregory James Cohan
Duration: 118 Minutes
Score: 7.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Atlas
Atlas mengisahkan seorang analis data brilian yang tidak percaya pada kecerdasan buatan. Ia lantas bergabung dalam misi untuk menangkap robot pemberontak yang berbagi masa lalu misterius dengannya.