Review Alice In Borderland Season 1 (2020)

Alice In Borderland mencertikana tentang perlombaan untuk menyelamatkan diri dari game yang berbahaya

alice in borderland 1

© Netflix

“Is it weird that I’m getting excited.” – Arisu (Alice In Borderland).

Setelah melihat potensi adaptasi live-action dari dunia shonen, Netflix berani unjuk gigi untuk menafkahi adaptasi novel grafis karya Haro Aso yang pernah diadaptasi ke dalam manga terbatas, dan bahkan film animasi jepang (OVA), yakni Alice in Borderland.

Diadaptasi ke dalam series berjumlah delapan episode untuk musim berkelanjutan, Shinsuke Sato yang sebelumnya pernah menyutradarai film besar adaptasi manga seperti ‘Bleach’ dan ‘Death Note: Light Up The New World’, telah menangani seluruh episode musim pertama series ini.

Merasa ‘gagal’ menjalani hidupnya, Arisu (Kento Yamazaki), Karube (Keita Machida) dan Chota (Yuki Morinaga) terlempar ke kota paralel duplikasi dari Tokyo, yang lebih sepi dari populasi manusia. Ketika malam datang, mereka dibuat harus mengikuti sebuah permainan bertahan hidup berhadiah visa hari.

© Netflix

Visa tersebut menentukan berapa lama mereka dapat hidup dalam kota tersebut, di luar eliminasi jika mereka mengikuti permainan berbahaya di malam hari. Game demi game mereka ikuti untuk bertahan hidup, sembari mencari motif, tujuan serta siapa ‘game master’ sesungguhnya yang bertanggung jawab atas kematian para pemain lainnya.

Permainan ‘survival’ yang tak hanya menarik dan kreatif, namun memiliki kemasan yang menegangkan dan syarat akan norma dan nilai kemanusiaan yang harus dikorbankan para pemain. Dibalut dengan performa karakter utama yang berhasil menggambarkan reaksi psikis dari akibat permainan, adegan kilas balik yang singkat dan ‘tepat’ juga mewarnai reaksi penonton terhadap setiap keputusan yang diambil aktor utama.

Begitupula dengan latar belakang karakter pendukung, baik itu protagonis maupun antagonis, semuanya memiliki motivasi logis untuk bertahan hidup yang akan membuat penonton iba, bahkan gusar.

Komplikasi cerita yang menarik dari tiap episodenya membuat series ini terasa semakin ingin cepat diselesaikan. Teka-teki-nya tak jarang membuat penonton ikut berpikir dan merasakan apa yang dialami karakter utama, termasuk menebak-nebak solusi yang bahkan dihadirkan secara ‘cerdas’ dan mengejutkan.

Shinsuke Sato mengaduk-aduk sisi rasional dalam series ini, bersamaan dengan emosional para karakter, yang kemudian membuahkan sebuah konklusi memuaskan, dan tantangan baru yang pastinya dinanti-nantikan.

© Netflix

Visual kota Tokyo yang sepi, serta keindahan dunia Borderland di siang hari yang terasa seperti di ‘lockdown’ nyatanya cukup memanjakan mata. Efek CG yang cukup mumpuni untuk menghiasi ketegangan, ditambah lagi sisi set produksi yang terlihat ‘berani’ merogoh kantong lebih dalam. Color grading yang terasa kelam, namun memanjakan mata.

‘Alice in Borderland’ mungkin menjadi salah satu series adaptasi Shonen terbaik tahun ini di bawah naungan Netflix, dengan kerjasama kreator orisinilnya beserta kru-kru dari negara matahari terbit yang cukup bagus dari segi kualitas.

Tak perlu mengambil banyak waktu, 2 minggu setelah film ini dirilis dan mendapatkan respon positif dari banyak penontonnya, Netflix telah memberikan ‘lampu hijau’ untuk segera memproduksi musim berikutnya.

 

Director: Shinsuke Sato

Cast: Kento Yamazaki, Tao Tsuchiya, Nijiro Murakami, Aya Asahina, Riisa Naka

Episodes: 8 Episode

Score: 8.4/10

WHERE TO WATCH

The Review

Alice In Borderland Season 1

8.4 Score

Series Alice In Borderland memperlihatkan upaya seorang gamer menyelamatkan diri dari game yang berbahaya. Berhasilkah ia?

Review Breakdown

  • Acting 8
  • Cinematography 8
  • Entertain 9
  • Scoring 8
  • Story 9
Exit mobile version