“Aku sadar orang-orang itu salah. Perasaanku banyak tapi sangat sulit dijelaskan,” – Jati (Aku Jati, Aku Asperger, 2024)
Setelah sebelumnya sukses dengan Kang Mak, Falcon Pictures kembali merilis film terbarunya yang berjudul Aku Jati, Aku Asperger yang mempunyai narasi yang belum pernah diangkat ke layar lebar Indonesia.
Walau begitu, film ini sebenarnya merupakan remake dari film Swedia yang berjudul I rymden finns inga känslor, yang berarti Di Luar Angkasa Tidak Ada Perasaan atau biasa dikenal dengan judul internasionalnya, Simple Simon (2010) dan saat itu dibintangi Bill Skarsgard yang masih terlihat sangat muda.
Sinopsis
Kini di remake terbarunya, narasinya memfokuskan karakternya pada sosok Jati (Jefri Nichol) yang berusia 16 tahun, dan mengidap Sindrom Asperger.
Sindrom ini menyebabkan perkembangan mental dan saraf terganggu, dan mengalami gangguan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial, tetapi masih memiliki kecerdasan dan kemampuan berbahasa yang baik.
Karena itu Jati masih bisa menjalani hidupnya dengan baik, hanya saja ia menjalaninya dengan keteraturan yang konsisten, hari demi hari persis di jam yang sama dalam setiap hari yang dilewatinya.
Kalau itu tidak ditepati ia akan mengamuk atau mengalami KLB atau Kejadian Luar Biasa, istilah yang digunakan kakaknya untuk menenangkan adiknya.
Jati selama ini tinggal bersama kakak lelakinya Daru (Pradikta Wicaksono) dan pacarnya, Tiara (Carissa Perusset). Ketiganya menjalani hidup yang serba monoton dan terjadwal. Namun, lama kelamaan, Tiara lelah menghadapi semua itu dan memutuskan untuk meninggalkan Daru dan Jati.
Kehidupan Jati pun kemudian menjadi berantakan, begitu juga dengan kakaknya. Rasa aman yang selama ini ia rasakan mendadak hilang.
Begitu pun dengan Daru, ia juga marah kepada adiknya yang tidak berusaha memahami perubahan yang ada. Jati kemudian berusaha untuk mencarikan pacar baru untuk kakaknya dengan caranya sendiri. Ia melakukan audisi kepada banyak kandidat yang sesuai standar yang ia terapkan. Berhasilkah misinya itu?
Perubahan Sisi Naratif yang Brilian
Membaca premis di atas, banyak dari kita mungkin akan berpikir kalau film ini akan terlihat aneh. Nyatanya memang demikian.
Buat kita yang belum terbiasa melihat penderita Sindrom Asperger, film ini akan memberikan pencerahan dan melihat bagaimana kita menyikapi hal tersebut.
Narasinya memang berbeda jauh dari versi Swedia-nya yang lebih ‘dewasa’ dan elemen komedinya berjalan organik. Di versi Swedia-nya, karakter Simon menyukai astronot (sesuai judul aslinya), dan ini merubah sisi naratifnya di versi Indonesianya yang diubah sepenuhnya, di mana karakter Jati dari kecil sangat menyukai kereta api.
Treatment ini memang brilian, dan bisa dikatakan cerdas jika kita lihat dari berbagai aspek. Penyuka dan pengguna kereta api di Indonesia memang tergolong masif dan cara ini akan memudahkan film ini diterima pasar.
Dengan setting lokasi di Semarang dan Ambarawa, kita akan disuguhkan banyak spot menarik yang memperkuat naratif film ini.
Akting Jefri dan Pradikta yang Sangat Baik
Sebagai sebuah drama rom-com keluarga, tentu kita mengharapkan bagaimana persahabatan dua saudara kandung ini saling melengkapi dan melindungi satu sama lain.
Jefri Nicol berperan sangat baik di film ini, bahkan lebih baik ketimbang versi aslinya yang terlihat biasa saja. Pendalaman karakternya terhadap pengidap Sindrom Asperger, harus diacungi jempol.
Begitu juga dengan Dikta, panggilan akrab Pradikta Wicaksono yang sekarang bisa melepaskan diri dari sosok sweet boy, di film ini ia tampil biasa bak anak kampung dengan rambut gondrongnya.
Secara teknis film ini cukup baik, walau ada beberapa hal agak mengganggu. Hal pertama yang mengganggu adalah penggunaan warna eksterior rumah yang penuh warna.
Tak hanya di satu rumah, tapi di semua rumah. Hal ini terkesan tak natural dan membuat set terasa berada di dunia penuh fantasi. Hal kedua adalah penggunaan skoring yang over powering di adegan yang diwakilinya. Tuning seperti ini menyebabkan sejumlah dialog agak tenggelam di tengah lantunan musik.
Hal ketiga yang terlihat lemah adalah elemen komedinya yang tidak matang. Jokes yang dilontarkan memang menarik, sayang komedinya hit and missed dan terkesan cringe.
Namun, usaha ini patut diapresiasi sebagai penyeimbang karakter Jati dan Daru yang eskalasi emosinya kian meningkat sejak mereka berpisah. Untungnya beberapa hal minor ini berhasil diatasi oleh kekuatan akting pemeran utamanya yang terlihat padu chemistry-nya dan sinematografinya yang terlihat serius digarap.
Kesimpulan
Sebagai sebuah remake, film ini cukup berhasil dari sisi naratifnya yang belum pernah diangkat, dan akan memberi pencerahan kepada kita untuk memahami sesama kita penderita Sindrom Asperger dan bagaimana kita menyikapinya.
Director: Fajar Bustomi
Casts: Jefri Nichol, Pradikta Wicaksono, Carissa Perusset
Duration: 88 minutes
Score: 7.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
Aku Jati Aku Asperger
Jati (Jefri Nicol) yang berusia 16 tahun, dan mengidap Sindrom Asperger. Sindrom ini menyebabkan perkembangan mental dan saraf terganggu, dan mengalami gangguan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial, tetapi masih memiliki kecerdasan dan kemampuan berbahasa yang baik.