Review Aftersun (2022)

Kilas Balik Perjalanan Liburan Bersama Kenangan Sang Ayah

review aftersun (2022) (3)

© A24

“You can live wherever you want to live. Be whoever you want to be. You have time,” – Calum (Aftersun)

 

Salah satu film terbaik 2022, Aftersun sudah bisa dinikmati oleh para penggemar Indonesia. Meski tidak berhasil masuk layar lebar di jaringan nasional, namun film ini hadir di layanan streaming terbaik untuk film-film festival, yaitu KlikFilm.

Aftersun sendiri disutradarai sekaligus ditulis oleh Charlotte Wells. Paul Mescal, Frankie Corio, dan Celia Rowlson-Hall membintangi film ini.

Adapun Aftersun bukanlah film drama biasa. Mungkin seperti yang kita sudah ketahui, beragam karya produksi A24 tidak pernah mengecewakan para penggemar, termasuk film ini. Ada banyak kesan dan pesan yang disampaikan secara menarik serta tersembunyi oleh sutradara. Oleh sebab itu, perlu fokus yang cukup besar untuk menikmati film ini.

Penonton juga akan disuguhkan oleh visual yang luar biasa memukau. Pemandangan laut luas, hotel sempit, serta penampilan para pemain muda berbakat menambah pengalaman menonton film ‘Áftersun’ menjadi semakin menarik.

Sinopsis

© A24

Anak berumur 11 tahun melakukan perjalanan liburan bersama sang ayah. Pada momen tersebut, keduanya menjalin hubungan lebih dalam dan saling mengenal satu sama lain.

20 tahun kemudian, ia mengenang kembali masa-masa tersebut sambil mencoba berdamai dengan kenyataan bahwa ada sisi sang ayah yang ia tidak ketahui.

Kesepian yang mencekam

Sophie (Frankie Corio) dan sang ayah (Paul Mescal) terpaut umur yang cukup jauh meski sering dianggap sebagai adik-kakak. Keduanya mencoba untuk menjalani liburan menyenangkan. Saling mengenal satu sama lain dan melakukan kegiatan yang menghibur.

Sayangnya, perasaan kesepian masih sangat terasa di antara keduanya. Sophie, anak kecil yang terlihat dewasa ini sering terabaikan. Ia berusaha masuk ke lingkungan yang lebih besar, seperti saat adegan bermain billiard dengan para anak remaja.

Adapula momen ketika Sophie diajak ayahnya untuk bermain polo air. Karena ia hanya anak kecil sendiri, tentu saja Sophie merasa terasing. Namun lingkungannya juga seakan tidak ramah pada anak seumuran Sophie. Ia terus melihat perbuatan orang dewasa, baik secara verbal maupun nonverbal.

Sekali lagi, meski Sophie sudah lebih mengerti dari umur seharusnya, ia hanyalah anak kecil. Tidak banyak memahami apa yang dirasakan orang dewasa, khususnya sang ayah. Terlalu muda untuk memperhatikan emosi sekitar.

Di sisi lain, ada kekosongan yang terpancar dalam diri ayahnya. Paul Mescal dengan sempurna menggambarkan karakter yang penuh pertentangan. Ia perlu menghadapi dirinya yang sedang tidak baik-baik saja, sementara juga harus memberikan hiburan terbaik bagi sang anak.

© A24

Ketika Sophie tertidur, muncul kilasan penampilan Paul sedang menari-menari di tengah keramaian yang gelap. Bisa jadi, itu adalah bentuk gambaran perasaannya yang kacau. Ia mulai bertarung dengan keadaannya.

Uniknya, perasaan ini tesimpan dalam sebuah rekaman masa kecil. Penonton diajak menyelami rasa sepi dan depresi sang ayah melalui alur yang maju-mundur.

Awalnya, mungkin film ini terasa agak membingungkan. ‘Aftersun’ bak film hangat biasa, yang menampilkan chemistry kuat antara ayah dengan anak. Namun, ada baiknya kita menikmati saja interaksi dan hubungan memukau antara keduanya.

Lambat laun, akan muncul pemahaman baru tentang bagaimana perasaan sesak tidak harus hadir lewat tangisan.

Sepanjang film, agaknya sudah banyak tanda yang bisa terlihat oleh para penonton. Sementara Sophie, yang belum mengerti banyak hal, baru tersadar ketika dewasa.

© A24

Di akhir cerita, terungkap Sophie dewasa sedang melihat rekaman dirinya ketika berumur 11 tahun. Menghadirkan persepsi baru tentang kisah bahagia mereka dan hidup sang ayah selanjutnya.

Ending yang terbuka

Meski tidak dijelaskan secara gamblang, namun besar kemungkinan sang ayah tidak lagi melanjutkan hidupnya di dunia. Ia tetap berada di memori bahagia Sophie, untuk waktu ke depan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada banyak tanda yang mengisyaratkan bahwa sang Ayah tidak baik-baik saja.

Selain itu, sutradara juga sudah memberikan beberapa poin kecil, seperti ketika seorang fotografer mengambil foto saat berada di sebuah restoran. Kamera kemudian difokuskan pada senyum manis keduanya, yang menandakan ironi bahwa itu akan menjadi kenangan terakhir mereka berdua.

Meski momen-momen hangat terjadi berulang kali, film ini justru terasa sesak ketika penonton tersadar di akhir cerita. Namun pada satu momen, muncul pemandangan Paul Mescal duduk menangis tersedu usai anaknya menyanyikan lagu ulang tahun kepadanya. Mungkinkah sang ayah begitu sedih dengan kenyataan bahwa ia harus meninggalkan dunia?

© A24

Namun pastinya, akhir yang terbuka ini dapat ditafsirkan sendiri melalui pemahaman para penonton. Pada intinya, ada kehangatan sekaligus ironi yang tersaji mendalam di film ini. Sebuah keindahan visual sekaligus keintiman yang kuat antar interaksi keduanya.

Kesimpulan

Aftersun merupakan film memukau yang penuh kehangatan sekaligus merobek hati. Baik dari segi visual maupun cerita, film ini memberikan sebuah kisah dramatis dengan akhir terbuka. Membiarkan para penonton
menentukkan ujungnya.

Ada baiknya, film ini cukup dinikmati saja. Layaknya karya arthouse A24, ‘Aftersun’ harus ditonton dalam sekali duduk. Tidak baik membiarkan film ini terjeda terlalu lama, karena akan menghilangkan inti ceritanya. Mulai dari rasa sepi tak terucap hingga kebahagiaan yang menyentuh, bersiaplah dengan akhir cerita yang luar biasa.

 

Director: Charlotte Wells

Cast: Paul Mescal, Frankie Corio, Celia Rowlson-Hall

Duration: 102 minutes

Score: 8.2/10

WHERE TO WATCH

The Review

Aftersun

8.2 Score

Anak berumur 11 tahun melakukan perjalanan liburan bersama sang Ayah. Pada momen tersebut, keduanya menjalin hubungan lebih dalam dan saling mengenal satu sama lain.

Review Breakdown

  • Acting 8
  • Cinematography 9
  • Entertain 8
  • Story 9
  • Scoring 7
Exit mobile version