“Your twenties are great, but then your thirties come around the corner like a garbage truck at 5:00 a.m.”- Marlo.
Se-badass badass-nya Charlize Theron, dia bakal berantakan juga kalau sedang hamil. Tully bercerita tentang Marlo (Charlize Theron), seorang ibu beranak dua yang sedang hamil besar anak ketiga. Ia berjuang untuk membesarkan seluruh anaknya, dan usaha ini harus dilakukan ekstra sabar mengingat anak kedua yaitu Jonah membutuhkan perhatian khusus. Di tengah masa kehamilannya, Marlo dan suami diundang makan malam bersama oleh saudara Marlo yang kaya yaitu Craig (Mark Duplass). Melihat hidup Marlo yang tidak seperti dulu lagi, Craig memiliki ide untuk menggunakan jasa seorang “night nanny”, jadi Marlo bisa tidur lebih tenang dan hanya terbangun ketika bayinya ingin menyusui karena di luar itu semuanya akan di-handle oleh sang nanny. Awalnya Marlo tidak menganggap usul tersebut sebagai jalan keluar yang ideal, namun lama-kelamaan Marlo berubah pikiran.
Bersiaplah untuk terkesima, karena Tully merupakan karya terbaru dari duet Jason Reitman dan Diablo Cody. Kolaborasi dari kedua orang ini kerap melahirkan film-film drama yang dekat, manis dan menghibur sekaligus macam “Juno” (2007) dan “Young Adult” (2011). Di sini Jason dan Diablo kembali bekerja sama dengan Charlize Theron untuk mengeksplorasi masa-masa tersulit ketika menjadi orang tua. Banyak yang bilang kalau membesarkan anak-anak merupakan karunia Tuhan. Ya itu memang benar, tapi sepertinya dari ucapan tersebut ada sesuatu yang tersembunyi, entah itu disengaja atau tidak. Khususnya bagi seorang ibu, mereka harus bekerja cukup keras. Banyak hal yang harus dilakukan meski dengan kondisi fisik yang tidak seprima dulu. Kesehariannya langsung berubah drastis dan itu dirasakan Tully tiga kali lipat lebih dahsyat. It completely change her life, so how this amazing woman could survive and get back on track?
Satu pengalaman yang menyenangkan untuk mengikuti alur cerita film ini. Film ini punya makna universal yaitu bagaimana kita bisa menghargai peran dari seorang ibu. Tidak habis pikir apa yang akan mereka lakukan jika dulu posisinya seperti itu. Totally exhausting! Seperti ada sesuatu yang terenggut. Karakter Marlo di sini memang dari luar terlihat tabah, namun di saat yang sama kita juga dapat meraba bentuk topeng yang menutupi wajahnya. Dia sudah kacau, frustrasi dan jelas membutuhkan bantuan, tapi masih saja bersikukuh kalau semua bisa diselesaikan sendiri. Tully langsung memberikan konfliknya dari awal dan menarik untuk mengetahui bagaimana Marlo bisa bertahan dengan semua ini. Kekacauan dan kebosanan hidup kemudian ditampilkan dengan gaya penceritaan khas Jason Reitman dan Diablo Cody yang terangkum dalam 3S; smart, sweet, and simple.
Kemudian datang sang nanny yang bernama Tully (Mackenzie Davies). Berbeda dengan yang diduga oleh Marlo dan bahkan seluruh penonton yang hadir, Tully tidak terlihat seperti seorang nanny kebanyakan meski kerjanya cuma di malam hari. Ia begitu hidup, penuh semangat dan berisikan pemikiran positif. Pokoknya apa yang hilang dari Marlo sepertinya ada semua di Tully. Marlo bahkan kaget setengah mati ketika Tully menginjakkan kaki untuk pertama kali. Tully terlihat begitu muda, dengan mengenakan pakaian yang cukup edgy. Tapi sebetulnya, apa yang outstanding dari Tully bukanlah penampilannya, namun bagaimana dia berperan tidak hanya dalam mengurus Mia namun juga mengurus Marlo. Kita bisa melihat bagaimana hidup Marlo yang tadinya seperti pergi kini mulai kembali. Marlo benar-benar terbantu dan keadaan pun berubah sedikit demi sedikit.
Di sini film memberikan sentuhan unik. Alih-alih mengeskalasi konflik, Tully justru melakukan hal sebaliknya. Rasa khawatir yang timbul dari Marlo ke Tully hanya menjadi percikan kecil dan itu sangat wajar, apalagi bagi seorang ibu. Selebihnya adalah bagaimana hubungan persahabatan yang terjalin dengan baik antara dua wanita ini. Sebagai “night nanny”, Tully tidak bertemu dengan banyak orang di rumah Marlo. Waktunya hanya dihabiskan bersama Mia dan Marlo. Ini membuat posisi Tully berada di tempat yang tidak biasa dan dampaknya adalah, influence dari Tully sangat terlihat pada perkembangan karakter Marlo ke depan. Seklias ini seperti tidak memunculkan apa-apa. Tensi film malah semakin menurun. Tapi, jika melihat lagi ke belakang, ini merupakan waktu yang tepat untuk masuk ke babak berikutnya. Hasil dari turning point yang turut diwarnai oleh lelucon-lelucon menggembirakan sehingga film jadi tambah berkesan.
Charlize Theron memberikan performa yang dikemas dalam bentuk berbeda, namun masih berada dalam level kualitas yang sama. Tidak seperti peran-peran yang sebelumnya, di mana Charlize lebih banyak menonjolkan pesona atau betapa prima fisiknya, di Tully ia mengasah sisi lain lewat karakter Marlo. Batin dari seorang ibu yang “tersiksa” harus ia tunjukkan jiwa dan raga karena itu menjadi poin penting dari film ini. Kepada acara televisi ‘Good Morning America’, Charlize mengungkapkan pengalamannya bahwa hal tersebut sama sekali tidak mudah. “Saya mendapatkan lebih banyak cedera di sini dibandingkan di ‘Mad Max’ dan ‘Atomic Blonde’. It is hard to be a mom”, candanya. Kemudian kepada E! Charlize juga berujar bahwa ia sampai menaikkan berat badan hingga 50 pounds demi peran Marlo.
Poin berikutnya dari segi akting adalah kerja sama hebat antara Charlize dengan Mackenzie Davies yang berperan sebagai Tully. Bersyukur kita bisa melihat duet akting seperti ini. Mereka berdua sangat solid dan genuine. Untuk Mackenzie, ia juga tidak kalah bagusnya dalam berperan. Ia menunjukkan kepiawaian dalam berakting lewat sosok seorang stranger yang supportive. Karakter Tully benar-benar tulus, tidak hanya sekedar mengerjakan pekerjaannya secara benar. Di satu sisi ini membuat tali persahabatan semakin kuat, namun di sisi lain muncul pertanyaan mengenai motif dari sang “night nanny” itu sendiri. Hal tersebut kemudian semakin memperdalam cerita yang pada akhirnya memberikan narrative ambition terhadap film.
Untuk sebuah kisah tentang parenting, Tully ternyata bisa mengeksekusinya hingga seperti ini. Mereka mengangkat sesuatu yang mungkin jarang dibicarakan orang yaitu tantangan-tantangan yang dihadapi oleh orang tua, terutama ibu, dalam mengasuh anak. Lebih jauh, film ini tidak hanya ditujukan bagi para orang tua saja, tapi juga untuk kita yang akan menjadi orang tua dan yang memiliki orang tua. Pemilihan narasinya tidak pasaran sehingga mereka tidak serta merta menenggelamkan kita pada kesedihan atau menggurui dengan segala kebijakan. It’s messy, yeah it is. But it’s okay.
Director: Jason Reitman
Starring: Charlize Theron, Mackenzie Davis, Mark Duplass, Ron Livingston, Elaine Tan, Asher Miles Fallica, Lia Frankland
Duration: 95 minutes
Score: 8.3/10