“I’m an actress. I won’t tell the naked truth” – Fabienne Dangeville.
Beberapa film menarik, meskipun aslinya sudah lama rilis di luar negeri, ditayangkan oleh bioskop-bioskop di Indonesia. Setelah “The Cave” milik theater chain Cinema XXI, kini ada “The Truth” yang diputar di Cinepolis dan CGV.
Filmnya sendiri sangat menarik, khususnya bagi para sinefil, karena disutradarai oleh sutradara pemenang Cannes lewat film “Shoplifters”, Hirokazu Kore-Eda. Ini merupakan debut penyutradaraan Hirokazu untuk sebuah film asing dengan bahasa non-Jepang dan non-Inggris.
Ya, film ini bercerita tentang seorang aktris veteran Prancis yaitu Fabienne Dangeville (Catherine Deneuve), lalu hubungannya dengan keluarga dan juga pekerjaan. So, film ini menggunakan Bahasa Prancis yang sangat dominan.
Film “fine dining” ini dibuka oleh adegan wawancara seorang reporter dengan Fabienne. Dari sini saja kita sudah bisa melihat seberapa kuat karakter Fabienne diperankan oleh Catherine Deneuve. Kemudian datanglah anaknya yaitu Lumir (Juliette Binoche) dengan keluarganya yaitu sang suami, Hank (Ethan Hawke) dan putri mereka, Charlotte (Clementine Grenier).
Mereka datang mengunjungi Fabienne untuk memberi ucapan selamat atas terbitnya memoar Fabienne yaitu “The Truth”. Resiko menjadi seorang aktor, mau itu dia sudah istilah kata melegenda, tersampaikan dengan baik. Penonton di awal bisa merasakan langsung impact-nya lewat apa yang terjadi diantara Fabienne dan Lumir, Kemudian seiring berjalannya waktu, masalah terkait relationship semakin membesar.

Berkaitan dengan memori, kemudian bagaimana filmmaking ditampilkan, dan teka-teki yang ada dalam sebuah cerita yang bercerita membuat interkoneksi antara ketiganya sangat menarik untuk dilihat. Hal ini lalu menghasilkan sebuah rekonsiliasi, yang mana juga merupakan salah satu ciri khas hubungan sosial dari film-filmnya Kore-Eda.
Tantangannya adalah, semua itu ditampilkan dalam gaya visual yang cukup berbeda, di mana “The Truth” ini tidak memiliki sense of grounded yang biasanya ada di dalam karya Kore-Eda. Semuanya terlihat lebih mewah dan nyaman.
Dalam hal menampilkan interkoneksi pun, tidak muncul satu gaya yang biasa digunakan yaitu memanfaatkan jarak. Kali ini lebih berfokus pada bagaimana film mengeksplorasi karakter lewat dialog dan akting antar pemain.
Absennya beberapa magic Kore-Eda ini berpengaruh cukup besar dalam menikmati “The Truth”. Film ini jadi terasa membosankan, terutama di tahap konfrontasinya. Cara mengungkapkan yang terlalu biasa. Bisa bikin tidur.
“Mundane activity” untuk membentuk bonding antar karakter tetap ada meski terasa tipis di sini, atau mungkin ditampilkan dengan cara yang berbeda, di mana ada satu adegan yang masuk ke kategori “mundane” tadi meski pembawaannya tidak sehangat biasanya.

Metode yang ngena justru salah satunya adalah ketika film menampilkan hal-hal trivia-esque soal sinema. Ini lumayan bikin kena sih dalam hal hubungan. Beberapa scene yang memorable adalah saat Fabienne mengungkapkan aktris-aktris terbaik Prancis memiliki inisial nama yang sama, kemudian saat Fabienne dan Lumir ngobrol dengan me-mention Hitchcock.
Uniknya, “The Truth” justru mengandung unsur science-fiction yang porsinya lumayan. Poin ini bisa dilihat mulai dari film yang sedang dikerjakan oleh Fabienne yaitu “Memories of My Mother”. Ini adalah film tentang seorang ibu yang menderita penyakit, lalu menemui anak perempuannya dalam versi umur yang berbeda-beda.
Kemudian terdapat juga obrolan soal luar angkasa antara Fabienne dengan Charlotte. Hubungan antar dua karakter ini menjadi yang paling adem dan menyenangkan untuk dilihat dalam film.
Salah satu scene antara mereka juga dimanfaatkan sebagai tools yang nantinya akan membuat kita sedikit terkekeh. Kembali ke “Memories of My Mother”, konflik mengenai aktor yang sudah menua hadir di sini. Lewat munculnya karakter pendukung yang berbakat, tentu ini memberi dampak bagi Fabienne. Bisa dibilang titik terendah film nanti akan tersangkut paut sama hal ini.
Karena sifatnya heavy dialogue dan dalam tempo yang lambat, “The Truth” memerlukan akting yang bagus dari para pemain. Catherine Deneuve jangan ditanya lah! Ia memberikaan persona aktris yang karismatik, egosentris, idealis.

Catherine mampu mengeluarkan bagaimana isi kepala dari Fabienne dengan lantang. Kemudian Juliette Binoche sebagai Lumir juga mampu mengimbangi karakter Fabienne yang kuat ini secara lebih ekspresif. Dinamika hubungan antara Fabienne dan Lumir ini secara flow enak diikuti. Sayang, Ethan Hawke tidak berkesan di sini. Perannya biasa-biasa saja walaupun menyenangkan. A cool daddy, yang selalu bisa membuat anak-anak tertawa.
Di akhir kita baru melihat nuansa kehangatan yang biasanya ada di film Kore-Eda. Lebih enaknya lagi, nuansa ini disajikan dengan gaya dan juga alunan musik yang khas Prancis. Yang perlu digarisbawahi dari sini adalah, bagaimana Fabienne membangun hubungan dengan ego nya yang seperti itu, kemudian ia tersadar, dan akhirnya film memberikan apa yang sudah ditunggu-tunggu.
Prosesnya bisa dibilang gak enak. Membosankan, flat, dan kesannya dingin. Sangat berbeda dengan biasanya. Unique touch nya tidak berasa. Tapi beruntung, saat kita berada di tahap resolusi, film ini cukup mampu untuk bertahan. A nice try but still, “The Truth” belum bisa dijadikan sebuah pilihan atau sejajar jika kita membandingkannya dengan film-film Kore-Eda yang lain.
Director: Hirokazu Kore-Eda
Cast: Catherine Deneuve, Juliette Binoche, Ethan Hawke, Clémentine Grenier, Manon Clavel, Jackie Berroyer, Ludavigne Sagnier
Duration: 106 Minutes
Score: 7.1/10
The Review
The Truth
The Truth menceritakan tentang seorang aktris veteran Prancis yaitu Fabienne Dangeville (Catherine Deneuve), lalu hubungannya dengan keluarga dan juga pekerjaan. So, film ini menggunakan Bahasa Prancis yang sangat dominan.Film "fine dining" ini dibuka oleh adegan wawancara seorang reporter dengan Fabienne. Dari sini saja kita sudah bisa melihat seberapa kuat karakter Fabienne diperankan oleh Catherine Deneuve. Kemudian datanglah anaknya yaitu Lumir (Juliette Binoche) dengan keluarganya yaitu sang suami, Hank (Ethan Hawke) dan putri mereka, Charlotte (Clementine Grenier).Mereka datang mengunjungi Fabienne untuk memberi ucapan selamat atas terbitnya memoar Fabienne yaitu "The Truth". Resiko menjadi seorang aktor, mau itu dia sudah istilah kata melegenda, tersampaikan dengan baik.Penonton di awal bisa merasakan langsung impact-nya lewat apa yang terjadi diantara Fabienne dan Lumir, Kemudian seiring berjalannya waktu, masalah terkait relationship semakin membesar.