“That’s right, we’re not goin’ to jail because of what we did, we’re goin’ to jail because of who we are!” – Abbie Hoffman.
This movie has all the materials to be one of the Best Picture contender for next year’s Oscars. Or maybe, they have chance to win it. “The Trial of The Chicago 7” menceritakan kembali proses persidangan selama ratusan hari dari mereka yang tertuduh menyulut kerusuhan pada Konvensi Nasional Partai Demokrat tahun 1968.
Chicago 7, yang terdiri dari pentolan-pentolan aksi dari berbagai macam latar belakang, kemudian dituduh jadi biang keladinya. Kita akan diajak mengikuti persidangan yang akan sangat-sangat sulit bagi mereka. Tidak hanya itu, di film ini juga kita akan diajak bagaimana proses kejadian naas itu pecah. Siapa dalangnya, dan bagaimana semua ini akan berakhir di pengadilan.
Memang, “The Trial of The Chicago 7” paling utama ada di bagaimana proses pengadilan itu berjalan. Sebuah courtroom drama. Tapi ternyata sepanjang film berjalan, kita akan disuguhkan oleh banyak sekali hal yang membuat persidangan ini jadi sama sekali tidak terasa membosankan. Sebelum itu, film sudah berhasil mencuri perhatian dari awal, tepatnya di prolog.

Aaron Sorkin memperkenalkan para karakternya terlebih dahulu. Bukan hanya dari sisi Chicago 7, namun juga pengacara yang melawan mereka. Di sini kita bisa tahu eksposisi masing-masing karakter. Siapa mereka, kemudian apa yang mereka kerjakan, latar belakang dan ciri khas masing-masing itu langsung kelihatan. Nah, yang jadi keren di sini adalah cara pengungkapannya.
Aaron mengaplikasikan dialog dari para karakter ini, yang sebetulnya berada di situasi yang terpisah, tapi dijadiin satu dengan pemotongan momen yang pas banget. Semuanya dirajut dalam balutan musik yang sama.
Kemudian masuk ke sidang. Courtroom drama tentu saja akan menyajikan tensi. Tensi yang datang dari pertanyaan-pertanyaan, kemudian intervensi-intervensi segala macam.
Film tentu tahu akan hal itu, apalagi di persidangan ada juga satu terdakwa lainnya dari grup Black Panther yang istilah kata gak berdaya karena pengacaranya lagi di rumah sakit. Kondisi seperti itu, ditambah lagi berbagai hal yang mengejutkan, bakal membuat feel “courtroom drama”-nya menjadi berasa banget.

Tapi, tentu saja Aaron Sorkin tidak ingin hanya menonjolkan itu saja. Ia pasti tahu bahwa dalam mencapai keinginan dari karakter-karakter utama, tentu akan ada obstacles. Nah, obstacles ini kan sudah ada di persidangan, cuman pastinya kita akan disuguhkan cerita-cerita yang melatari obstacles itu ada.
Ini secara drastis membuat film jadi enak banget ditonton, karena penempatannya membuat alur jadi maju-mundur dan dampaknya adalah pace film jadi gak kendur. Stabilitas yang terus terjaga. Kemudian perhatian kepada para karakter juga semakin meninggi karena kita diperlihatkan, deep dive, ke apa yang diomongin di persidangan.
Tidak cuma itu, film dalam menghadirkan keasyikan menonton juga memberikan semacam treatment yang bisa menyambungkan antara apa yangterjadi persidangan dan apa yang lagi diomongin sama orang yang jadi saksi. Kuncinya adalah pada ketelitian memotong gambar berdasarkan kata yang diucapkan.
Ini berhasil bikin tempo jadi makin cepat, terus kita juga semakin nungguin bakal kayak apa jadinya, ya sebuah cara yang lagi-lagi patut diapresiasi. Metode ini pun tidak ditampilkan secara terus-menerus, ya. Jadi kita seperti diberikan beberapa variasi saja. Tujuannya tetap sama, yaitu agar courtroom drama ini tidak menjadi sesuatu yang membosankan dan kita bisa mengetahui konteks secara lebih dalam dengan cara yang mengesankan.
Tapi, film juga tidak melulu ngegas. Ada saatnya dia slow down, biasanya ketika lagi gak ada sidang. Tapi, bukan berarti mereka tidak memberikan sesuatu yang standout ketika ini.

Tercatat dalam satu bagian ketika sidangnya lagi rehat, film memasukkan kartu truf dengan tepat. Sebuah penampilan singkat namun mengesankan dari aktor senior Hollywood. Pesonanya langsung bisa terpancar.
Kemudian entry-nya juga dibikin agak dramatis, di mana film memanfaatkan off screen diagetic sound, di mana suara berasal dari dunia cerita namun sumbernya tidak ditampilkan dalam screen. Yang ditampilkan adalah wajah karakter pengacara Chicago 7 yang seakan-akan mendapat ilham. Tambahkan sedikit zoom-in, dan kita akan ngeh bahwa ini bakal jadi sesuatu.
Oiya, berbicara mengenai pengacara Chicago 7, yiatu William Kunstler (Mark Rylance), dia memang gak diperkenalkan layaknya klien-klien dia di awal, dan kita gak tahu cerita dia bisa menjadi pengacara Chicago 7. Tapi semakin ke sini, presence-nya semakin menjadi. Karakternya semakin kuat dalam membela Chicago 7, Ia tahu bahwa ini adalah sesuatu yang patut diperjuangkan. Komplain mengenai William mungkin ada di bagian rambutnya yang terlihat aneh.
Wait, bagaimana dengan pemeran lainnya? Tenang. Tidak mengecewakan. Ingat, “The Trial of The Chicago 7” adalah film yang tidak mengandalkan satu-dua aktor semata. Film ini dalah film dengan tipe ensemble cast, jadi kita harus lihat bagaimana dinamika antar aktor bisa menggerakkan ceritanya, selain tentu memberikan kedalaman karakter juga. Kudos, semua berjalan baik, meski terdapat dua karakter yang nampak masih kurang diekspos, entah apakah memang begitu adanya.
Setiap aktor memerankan peran dengan optimal, sesuai porsi. Para Chicago 7, kemudian pengacara-pengacara, lalu hakim yang terhormat, dan tidak lupa Bobby Seale (Yahya Abdul Mateen II) yang selalu menginterupsi karena ketidakadilan yang ia rasakan. Bagaimana karakter Tom Hayden (Eddie Redmayne) dan Abbie Hoffman (Sacha Baron Cohen) dibawakan juga menarik karena pada dasarnya dua orang ini punya perbedaan mendasar.

Mungkin sedikit ganjalan hanya terdapat pada pemilihan cast Sacha Baron Cohen yang nampak lebih tua. Tapi itu langsung ditebus oleh kebolehan aktingnya. Tidak lupa, sang hakim Julius Hoffman yang bikin kita gemas-gemas sendiri diperankan dengan amat baik oleh Frank Langella. Sedikit intermezo, pada awal-awal sidang akan ada sesuatu yang lucu terkait nama.
Hal yang patut dibahas berikutnya adalah bagaimana Aaron Sorkin menampilkan sisi humanis dalam kasus ini. Karakter-karakter yang penting itu bisa juga terlihat melakukan kesalahan, emosi, dan juga simpati dengan pihak yang bersebrangan.
Contoh paling berasa adalah karakter Richard Schultz (Joseph Gordon-Levitt). Dari bagian prolog Schultz adalah karakter penting. Ia ditampilkan di sana, langsung disorot mulai dari sana, dan kita tahu apa yang menjadi prinsipnya dan bagaimana ia melihat kasus ini. Hal terakhir akan menjadi sesuatu yang menarik bagian karakternya ke depan.
Lalu dari sisi Chicago 7, film tidak selalu menampilkan bahwa mereka adalah pihak yang terdzolimi. Ada juga saatnya ketika film menunjukkan sebuah pandangan baru, yang mana memutarbalikkan situasi secara mengejutkan. Ini mungkin bisa dibilang sebagai turning point kedua. Poin yang membelokkan arah. Cuman jangan kecewa dulu, karena di akhir akan ada scene yang luar biasa menggetarkan.

Tidak ketinggalan, beberapa footage asli dari kejadian Chicago 7 juga turut diselipkan. Mostly ketika terjadi scene yang melibatkan kerusuhan. Lagi-lagi, film menciptakan poin yang ditempatkaan secara pas sehingga membuat kemasannya jadi lebih variatif.
“The Trial of The Chicago 7” dibuka oleh perkenalan yang asik, kemudian prosesnya juga enak dinikmati lalu dicerna, terus peradilan ini diakhiri oleh sesuatu yang powerful. Belum lagi kalau misalkan ngomongin soal mise-en-scene nya mulai dari wardrobe, tata rias, segala macam.
Sebuah film yang solid, di mana membantu kita yang gak paham sama sejarahnya jadi tertarik. Lalu kita yang gak paham sama hukum juga jadi sudi untuk menyimak sampai habis. The world is watching!
Director: Aaron Sorkin
Casts: Eddie Redmayne, Sacha Baron Cohen, Mark Rylance, Joseph Gordon-Levitt, Frank Langella, John Carroll Lynch, Alex Sharp, Jeremy Strong, Noah Robbins, Danny Flaherty, Ben Shenkman, Yahya Abdul-Mateen II, Kelvin Harrison Jr.
Duration: 129 Minutes
Score: 8.5/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
The Trial of The Chicago 7
'The Trial of The Chicago 7' menceritakan tentang sekelompok orang yang memprotes Perang Vietnam dan diangkat dari kisah nyata dalam persidangan tahun 1969 yang terkenal dari tujuh terdakwa yang didakwa oleh pemerintah federal dengan tuduhan konspirasi dan banyak lagi, yang timbul dari protes kontra budaya di Chicago pada Konvensi Nasional Demokrat 1968.