“We just need to find the guy the police are looking for.” – Leilani.
Sering terjadi, ketika kita menjalin sebuah hubungan alias berpacaran, kita bingung saat dihadapkan kepada komitmen. Bagaimana masa depan hubungan ini selanjutnya. Apalagi masa pacaran itu biasanya semakin lama semakin dibumbui oleh banyak hal karena kita semakin mengenal pasangan kita.
Bagaimana kedua belah pihak dapat terus merasa nyaman dan juga bisa menentukan masa depan itu cukup menarik untuk dibahas, apalagi bagi pasangan yang sudah cukup umur. Dalam artian mereka sudah matang secara usia dan mandiri dalam hal finansial. “The Lovebirds” coba mengangkat hal tersebut dengan cara yang menyenangkan.
Film yang dirilis oleh Netflix tersebut menggabungkan unsur romansa dengan “murder-mystery” ketika Jibran (Kumail Nanjiani) dan Leilani (Issa Rae) secara tiba-tiba berada di kondisi yang sulit. Selain sulit karena hubungan, Jibran dan Leilani juga dalam masa pelarian setelah mobil mereka menabrak seorang kurir.

Film gak mau basa-basi dalam menyajikan eksposisi dari hubungan Jibran dan Leilani. Dari awal, audiens akan melihat bagaimana hubungan Jibran dan Leilani yang sangat kontras. masih hangat-hangatnya.
Pada bagian prolog, mereka adalah kekasih yang saling mencintai, saling memuji, serasi lah! Kemudian kita langsung masuk ke bagian berikutnya dengan timeline loncat ke empat tahun setelah Jibran dan Leilani pacaran.
It’s a completely opposite, di mana mereka saling adu mulut, sarkas, dan muak. Di sini kita bisa memahami bahwa hal utama dari film tetap lah romance, mau seseru dan semisterius apa “murder mystery” nya nanti. Apakah itu baik? Hmmm.. tidak juga. Karena apa yang diharapkan adalah ketiga unsur itu bisa ditampilkan dengan pas dan sama baiknya.
Terbukti, romance adalah hal yang paling, dan bahkan satu-satunya, yang berhasil dari film ini. Meski kerap diplot dalam waktu yang kurang tepat, bagaimana perkembangan hubungan Jibran dan Leilani bisa kita rasakan. Naik turunnya jelas, apalagi saat keduanya faham tentang apa yang sebenarnya dipikirkan oleh sang pasangan.
Konfliknya dari hubungan ini juga jelas dan bisa jadi relatable sama hubungan kita yang biasanya. Kekurangcocokan akan suatu hal, kecemburuan, hal-hal itu tersaji gamblang. Walaupun tidak seakur dulu, kita bisa melihat satu hal kecil yang masih ada di pasangan ini. Mereka tidak meninggalkan satu sama lain dan mencoba untuk percaya. Kasus yang ada dijadikan tools untuk bisa memperkuat hubungan mereka.

Sayangnya, hal-hal selain romance di “The Lovebirds” kurang dapat diharapkan. Melihat dari sisi komedinya, Kumail dan Issa beberapa kali menerapkan jenis komedi yang sama. Ketika panik, mereka berbicara satu sama lain dengan keras dan tak berhenti sampai puas.
Ini bisa meringankan, namun jika ada beberapa jokes semacam ini tersebar di sepanjang film, jadinya malah capek sendiri. Yah gini lagi. Jokes ini bisa menimbulkan chaos sih, tapi belum tentu lucu. Dan ketika hal tersebut dipadukan dengan situasi yang sebetulnya intens, itu akan jadi PR juga karena takut jatuhnya kentang.
Baik Kumail maupun Issa keduanya adalah stand-up comedian. Tapi anehnya, kelucuan Jibran dan Leilani masih berada dibawah ekspektasi. Hanya ada satu bagian yang komedinya benar-benar pecah karena kepekaan film terhadap setting. Setelah itu ya, cukup senyumin aja. Very hit and miss. Ga sampe ngakak lah yang pasti.
Cerita “murder mystery” nya juga biasa saja, meski terkesan wah karena menyangkutpautkan dengan semacam organisasi. Pada awal masa kita akan merasa geregetan karena motivasi karakter yang menggerakkan cerita begitu dangkal.

Mungkin ini maksudnya adalah sentilan terhadap pihak berwenang dalam society Amerika. Toh juga kita lihat dua karakter utamanya adalah minoritas. Cuman, asumsi dangkal ini tidak beranjak kemana-mana. Tidak ada sesuatu yang bikin penonton semakin percaya dengan pilihan Jibran dan Leilani. Mereka cuma ikuti aja kebetulan-kebetulan yang terjadi dan itu cukup membosankan, meskipun misterinya belum terungkap.
Voila! Harapan mengenai misteri yang oke akhirnya pupus juga karena ya balik lagi, ini adalah tentang hubungan Jibran dan Leilani. Itu yang lebih diprioritaskan. Jadi kalau misalkan Chillers mengharap sesuatu yang menarik dari kasus yang dihadapi, dengan sangat menyesal, kamu akan kecewa.
Kemudian film juga menyertakan adegan-adegan yang seru seperti kejar-kejaran mobil dan perkelahian. Wajar sih, namanya juga film dengan adanya kasus pasti bakal ada bentuk konfrontasi semacam ini. Hanya saja, bagaimana aksi-aksi tersebut ditampilkan ternyata masih ada di level yang kentang. Satu-satunya yang memuaskan adalah di awal film, dan ini pun sudah diperlihatkan di dalam trailer.
Keseruannya dibangun lewat perpindahan shot yang cukup ngagetin. Kemudian disambung dengan kejar-kejaran dan klimaksnya adalah apa yang ada di trailer. Selain itu, tidak ada yang berkesan. Adegan aksinya kelihatan dibuat hanya untuk receh-recehan. Kita kayak ngeliat bocah yang sedang beraksi.

Memang, eksposisi karakter menunjukkan baik Jibran maupun Leilani tidak punya background bela diri, namun setidaknya filmmaker bisa membuat packaging yang lebih serius agar sensasi thrill-nya berasa. Sangat low-key.
Again, bagian yang oke memang ga lepas dari romance. Meski masalah utama yang dibawa ternyata gitu doang, namun ada satu konflik sampingan yang oke. Kita sudah merasakannya dari awal ketika Jibran dan Leilani bertengkar dan itu terbukti bisa membuat kita invest. Hanya saja selain itu, ga tertolong sih.
Ya gimana ya, kalo ngomongin lucu filmnya ga lucu-lucu amat. Kalo ngomongin seru, filmnya minim suguhan aksi yang menghibur. Kalo ngomongin misteri, nanggung banget karena semua terjadi begitu saja dan hanya dalam semalam.

Kita jadi lupa kalau “The Lovebirds” adalah film yang disutradarai oleh Michael Showalter. Padahal sebelumnya, Michael menyutradarai “The Big Sick” yang luar biasa. Mungkin ini ada sangkut pautnya dengan penulis sehingga film jadi betul-betul bergantung pada duet Kumail dan Issa.
“The Lovebirds” ingin menjadi film yang menghibur, terutama buat para pasangan selama masa karantina. Itu bagus, hanya saja mesti dilihat juga mereka memutuskan untuk menjadi film yang seperti apa. Sebetulnya simpel aja sih, melihat adanya gabungan 3 genre, maka sudah pasti kita boleh berharap dong agar ketiga genre tersebut bisa memberikan sensasi masing-masing.
Sayang, pada akhirnya hanya romance-nya saja yang berhasil. Sweetness diantara hubungan dua karakter utama terbilang ngena. Dua lainnya gagal.
Director: Michael Showalter
Casts: Kumail Nanjiani, Issa Rae, Paul Sparks, Anna Camp
Duration: 86 Minutes
Score: 5.5/10
The Review
The Lovebirds
'The Lovebirds' menceritakan sepasang kekasih yang terjebak dalam peristiwa pembunuhan misterius. Hal tersebut membuat keduanya bingung dan tak tahu harus bertindak apa. Namun keduanya nekat bertindak spontan agar mereka tak menjadi sasaran pihak polisi. Film ini sudah bisa kamu saksikan lewat jaringan berbayar Netflix.