“That was God disguised as Michael Jordan” – Larry Bird.
Buat kamu penggemar olahraga bola basket, ESPN dan Netflix baru saja merilis serial dokumenter berjudul “The Last Dance”. Dokumenter yang terbilang mengejutkan ini menceritakan musim-musim terakhir dari klub Chicago Bulls dan Michael Jordan lewat sejumlah video yang belum pernah disaksikan sebelumnya.
Sekarang kita bahas dua episode pertamanya. Episode pertama ini secara umum menggambarkan Chicago Bulls saat merengkuh juara kelima kalinya di mana banyak sekali isu yang dilontarkan terkait membentuk ulang tim. Hal itu berulang kali disampaikan oleh general manager Bulls, Jerry Krause, yang saat itu tak mau mempertahankan dinasti tersebut karena merasa para pemain top tadi sudah berada di ujung kariernya.
Namun keputusan sepihak Krause itu ditentang Michael Jordan, Scottie Pippen dan bahkan pelatih Bulls, Phil Jackson. Bahkan secara terbuka, Jordan dan Pippen terus mengejek Krause di depan pemain lain saat latihan.

Selain itu kita akan melihat Chicago Bulls saat mengikuti pertandingan eksibisi NBA yang dilakukan di Prancis saat pra-musim, sebelum kompetisi NBA tahun 1997 dimulai. Lalu narasi membicarakan Chicago Bulls tahun 80-an, sebelum era Jordan adalah tim mediocre yang menghuni papan bawah klasemen. Bangku stadion yang hanya terisi separuhnya dan bahkan kalah tenar dengan tim baseball Chicago Cubs dan Chicago White Sox.
Paruh pertama selesai, memasuki paruh kedua, kita akan mundur jauh tepat saat Michael Jordan kuliah di Universitas North Carolina (UNC), dan kesulitannya beradaptasi saat masih rookie di tim basket tersebut. Lucunya sempat ada dialog semi interaktif antara ibunya Jordan, Dolores dan Michael, saat Dolores membacarakan surat dari Jordan saat kuliah, yang meminta ibunya mentransfer uang, karena uangnya tinggal US$ 20 dan juga mengirimkan perangko (supaya Jordan bisa mengirimkan surat lagi ke ibunya-red).
Sebuah scene yang membuat mata Jordan berkaca-kaca dan adegan itu mengantarkannya kembali ke final NCAA antara Universitas North Carolina melawan Universitas Georgetown yang saat itu diperkuat Patrick Ewing.

UNC memenangkan final tersebut dan Jordan mendapatkan MVP, dan kemudian scene berikutnya kita sudah berada di acara NBA draft picks, saat Jordan masuk 1st draft pick nomer 3 dibawah Hakeem Olajowon yang diambil Houston Rocket dan Sam Bowie yang diambil Portland Trail Blazers.
Perjalanan Jordan selanjutnya menjadi rookie (pemain baru) di Chicago Bulls perlahan mulai beranjak, dan pada pertandingan ketiga Chicago Bulls melawan Milwaukee Bucks pada 29 Oktober 1984, yang saat itu sangat kuat pertahanannya dan diperkuat Sidney Moncrief, yang pernah dua kali NBA Defensive Player of the Year. Namun Jordan berhasil membawa Bulls menang 116-110, sesuatu yang tak bisa dilakukan saat ia belum ada.
Scene kemudian maju lagi ke tahun 1997, saat Chicago Bulls merayakan pesta kemenangan juara NBA untuk ke-5 kalinya bersama rekan-rekannya di United Center.

Episode ke-2 tak disangka-sangka memunculkan Scottie Pippen. Sebagai pemain nomer 2 dibawah Michael Jordan, namanya memang tenggelam di bawah partnernya itu. Di episode ini kita akan melihat perjalanan Pippen dari kecil, bagaimana ia lahir di keluarga besar dengan 12 saudara di daerah Hamburg, Arkansas.
Pippen yang melanjutkan kuliah di Universitas Central Arkansas dan dengan rata-rata skornya 23.6 points, 10 rebounds, 4.3 assists, membuat NBA meliriknya dan masuk 1st Draft Pick nomer 5 di tahun 1987, namun Pippen yang tadinya masuk Seattle Supersonics, langsung di-trade dengan Olden Polynice dan draft picks tahun berikutnya. Hebatnya lagi di tahun itu, Chicago Bulls juga mendapatkan power forward, Horace Grant di nomer 10. Keduanya langsung mendapatkan posisi tim regular dan menggeser pemain senior Bulls seperti Charles Oakley dan Brad Sellers.
Namun yang disorot tajam dalam episode ini adalah bagaimana Scottie Pippen terjebak dalam kontrak panjang selama 7 tahun dengan nominal kecil yang menyebabkannya menempati peringkat 122 di NBA untuk soal gaji. Sontak isu ini jadi topik pembahasan antara pemilik Bulls, Jerry Reinsdorf yang ikut diwawancarai dalam serial ini. Sayangnya, Jerry Krause yang menjadi sumber permasalahan, sudah meninggal pada 2017 silam.

Selain itu cedera patah tulang yang dialami Michael Jordan saat playoff pertama mereka melawan Boston Celtics juga dikupas tuntas. Bagaimana perjuangan Jordan bersama Bulls yang berperingkat buncit di grup, melawan ‘The Big Four’ Celtics seperti Robert Parish, Bill Walton, Kevin McHale dan Larry Bird, juga Danny Ainge dan Dennis Johnson. Sebuah tim solid, tinggi, cepat dan sangat baik luar dalam.
Scene penutup kembali ke Pippen yang bermasalah dengan cedera kakinya dan tidak bisa memperkuat tim. Selain itu konfliknya dengan Jerry Krause makin meruncing yang tampaknya akan dibahas tuntas di episode 3 dan 4 yang akan ditayangkan minggu depan.
Penyajian serial yang digarap unik ala investigasi film layar lebar ini muncul dengan alur maju mundur dengan editing presisi dan tak terburu-buru. Jadi tak usah takut kehilangan momen dan membuat mata lelah, karena timeline-nya sangat terjaga dan tak membingungkan kita.

Serial dokumenter ini menggunakan footage dan rekaman eksklusif sebanyak 500 jam yang dimiliki ESPN yang mereka dapatkan saat musim terakhir Jordan bersama Bulls di musim 1997/1998. Sebagai pelengkap, perjalanan karir Michael Jordan sejak di NCAA (Liga Basket Mahasiswa) bersama North Carolina University, juga disertakan.
Pun serupa dengan Scottie Pippen yang kali ini kita ketahui kisahnya secara lengkap dalam serial ini. Tak banyak orang tahu mengenai pemain yang jadi tandem setia Jordan ini, bagaimana kisah masa kecilnya yang serba kesulitan dan perjalanan karirnya selama di Bulls, luar dan dalam.
Kalau saja kala itu ESPN tak mendapat akses selama satu musim untuk merekam aktivitas di belakang layar tim legendaris ini, kita tak akan tahu bagaimana konflik berkepanjangan ini muncul.

Sejumlah narasumber, mulai dari jurnalis, pemilik Bulls, Phil Jackson, mantan pemain seperti Larry Bird, Magic Johnson, Sidney Moncrief, Patrick Ewing, Danny Ainge, dan tak ketinggalan dua mantan Presiden Amerika, Barack Obama dan Bill Clinton ikut muncul dalam serial ini.
Barack Obama ditanya tentang dirinya tentang Michael Jordan sewaktu tinggal di Chicago, dan Bill Clinton ditanya soal Scottie Pippen, di mana waktu itu Clinton merupakan Gubernur negara bagian Arkansas, tempat Pippen tinggal.

“The Last Dance” mulai ditayangkan oleh Netflix mulai 20 April 2020. Dua Episode perkenalan ini diperkenalkan sebagai pembuka untuk total 10 episode yang direncanakan.
Rencananya Netflix akan menayangkan dua episode di setiap minggunya, mulai dari 20 April, 26 April (episode 3 & 4), 3 Mei (episode 5 & 6), 10 Mei (episode 7 & 8), dan 17 Mei (episode 9 & 10).
Buat kalian yang merasa anak basket dan menyukai Chicago Bulls dan Michael Jordan, pastinya tak akan ketinggalan dengan serial yang sangat menarik ini. Serial ini sudah bisa kamu tonton di Netflix, jadi tunggu apa lagi?
Director: Jason Hehir (Episode 1 – 2)
Casts: Phil Jackson, Michael Jordan, Scottie Pippen, John Paxson, Steve Kerr, Bill Wennington, Larry Bird, Magic Johnson, Bill Clinton, Barack Obama
Duration: 99 Minutes (Episode 1 – 2)
Score: 9.5/10
The Review
ESPN dan Netflix baru saja merilis serial dokumenter berjudul The Last Dance yang menceritakan musim-musim terakhir dari klub Chicago Bulls dan Michael Jordan lewat sejumlah video yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Episode pertama ini secara umum menggambarkan Chicago Bulls saat merengkuh juara kelima kalinya di mana banyak sekali isu yang dilontarkan terkait membentuk ulang tim. Hal itu berulang kali disampaikan oleh general manager Bulls, Jerry Krause, yang saat itu tak mau mempertahankan dinasti tersebut karena merasa para pemain top tadi sudah berada di ujung kariernya. Sedangkan episode kedua kita akan melihat perjalanan karir dari Scottie Pippen yang jarang sekali diekspos media, mulai dari dia sekolah dan kuliah di Arkansas, dan bagaimana dia masuk NBA untuk pertama kalinya. Di dua episode ini, kita akan melihat perjalanan karir Michael Jordan yang diceritakan secara terpisah. Episode pertama kita akan melihat karirnya dari kecil hingga memasuki NBA, sedangkan di episode kedua kita akan melihat pengaruhnya saat Bulls pertama kali melawan Celtics di playoff 1986. Jadi tunggu apa lagi? Saksikan serial yang menarik ini hanya di Netflix.