“It’s really bleak out there for middle-aged singers. In the history of music, only five women over forty have ever had a number one hit. And only one of them was black.” – Grace Davis.
Tentu merupakan sebuah impian yang jadi nyata ketika kita udah nge-fans sama seseorang dan akhirnya bekerja untuk orang tersebut. Udah gitu kerjanya terhitung lama pula! Tiga tahun! Kita jadi seenggaknya tahu seluk beluk luar dalam tentang sang pesohor dan setelah itu akan muncul pertanyaa apa yang akan kita lakukan setelahnya.
Itu lah yang coba diangkat oleh film berjudul “The High Note” arahan sutradara Nisha Ganatra ini. Maggie (Johnson) bekerja sebagai asisten pribadi seorang diva bernama Grace Davis (Elis Ross). Grace sangat dikenal tapi sudah lama juga ia tidak mengeluarkan karya. Hal ini juga ditambah oleh bagaimana label memperlakukan Grace yang akhirnya membuat Maggie berada di posisi yang tak biasa.
Kemampuan akting pasti akan menjadi sorotan pertama karena adanya dua karakter yang menjadi nyawa film ini. Pertama adalah Maggie dan kedua adalah Grace. Didukung oleh eksposisi di mana Maggie sudah tiga tahun bekerja, maka layer antara mereka berdua pasti berbeda dibanding kalau Maggie baru saja bekerja. Beruntung, Dakota Johnson dan Tracee Ellis Ross tampil padu. Chemistry nya bisa pas dengan tuntutan naratif.

Khusus untuk Dakota, karakter Maggie mesti ditampilkan lebih dalam karena selain menjadi PA, Maggie ternyata memiliki tujuan terpendam yang makin lama makin nampak. Oh, jangan lupakan peran Ice Cube juga! Ya walaupun dia hanya menjadi dirinya namun karakternya masih terbilang pas untuk tokoh Jack yang sudah lama menjadi manajer dari Grace.
Kekuatan akting benar-benar menjadi penyelamat karena sesungguhnya jika dilihat-lihat, “The High Note” konflik-konfliknya tidak terlalu menohok. Semua berada di koridor bagaimana seorang diva bisa survive di industri ini dan persinggungannya dengan keinginan untuk terus berkarya. Cerita justru jadi lebih menarik ketika masuk layer berikutnya, di mana Maggie bertemu dengan seorang pemuda bernama David (Kelvin Harrison Jr).
Awalnya sih kita menganggap kalau yang kayak begini-begini yang bakal ngerusak filmnya. Eh ternyata beda. Film justru memanfaatkan itu untuk mendalami konflik dari sisi Maggie. Sistem penceritaan yang menggunakan batasan informasi terbuka bikin kita tahu apa sebenarnya terjadi. Ini bikin cerita jadi gak terlalu datar. Kita jadi pengen liat gimana film menyambungkan puzzle tersebut jadi kesatuan yang utuh. Jadi teringat pesan, kalau kita tidak bisa ejakulasi di satu tempat mungkin kita bisa melakukan hal tersebut di tempat yang lain.

By the way di saat-saat seperti ini kita jadi bertanya-tanya mengenai karakter David. Lebih kepada siapa dia sebenarnya. Apalagi di filmnya David jelas terlihat bukan seperti orang biasa. Rumahnya luas, mewah, layaknya seorang artis yang sudah sukses lebih dulu. Masih berkutat seputar David, kedekatannya dengan Maggie cukup sweet karena dibungkus oleh kepedulian antar karakter. Tidak ada unsur romansa yang menonjol, sehingga di satu sisi tidak membuat hubungan ini jadi pasaran, tapi di sisi lain bisa saja ada poin penting yang hilang.
Namun yang pasti, pada satu titik, treatment untuk karakter ini terlalu teburu-buru. Ini sepertinya imbas dari akhir menjelang tahap konfrontasi, di mana saat tensi mulai meninggi terdapat perubahan fokus cerita di mana Maggie terlihat sudah memiliki perhatian yang berbeda jadi beberapa hal ada yang digampangkan begitu saja.
Elemen musik pasti menjadi sorotan utama. Bagaimana film ini menampilkan musik dan bagaimana para aktor bernyanyi. Memang sih, sangat jarang (atau bahkan tidak ada) momen-momen hangat yang tercipta dengan adanya musik. Hanya ada satu scene yang sedikit mewakili hal ini. Hanya saja, penampilan musikal di “The High Note” tergolong bagus. Setidaknya lagu-lagu yang dibawakan meski bukan tipe lagu yang bisa langsung nyantol di kepala namun enak didengar.
Kelvin Harrison Jr punya bakat menyanyi yang luar biasa dan ia juga sangat charming. Kemudian Tracee Ellis Ross berhasil mengingatkan kita pada Diana Ross. Untuk Maggie, hubungannya dengan musik lebih ke kepekaan dia terhadap lagu, which is sangat nyambung dengan narasinya. Dari awal film kita sudah melihat magic dari Maggie, dan juga bagaimana dirinya memiliki wawasan luas tentang musik.
Maggie tumbuh di sekitar musik dan itu yang membuatnya beda. Film secara cermat memberi ruang yang seharusnya bagi karakter Maggie, dan kita sebagai penonton akan merasakan ruang itu. Bagaimana Maggie berusaha untuk menjadi seorang produser dan apa yang produser butuhkan dari sebuah lagu.

Highlights yang eye catching di film ini adalah saat “The High Note” menampilkan montage sequence dari tur Grace Davis. Kombinasi gambarnya asik. Cut dari ketika Grace berlatih dan tampil padu padan dan timing-nya pas. Dinamisnya dapet, unsur musiknya dapet, dan penguatan karakternya juga kena. Ada satu quote yang bagus diucapkan oleh karakter Grace di bagian ini. Dialog yang kurang lebih isinya adalah, dia tidak akan bilang timnya tampil bagus jika memang ia merasa bahwa timnya tidak tampil bagus.
Masih berkaitan dengan musik, di sini akan ada cameo dari dua musisi besar. Kemudian ada juga beberapa nama musisi lainnya yang di-mention untuk semakin memeriahkan suasana. Film secara cepat di awal memberikan eksposisi betapa besarnya nama Grace. Meski tidak menampilkan konser yang megah meriah wah, namun hal-hal penting seperti piala yang sudah ia dapatkan, lalu tangga lagu yang sudah ia kuasai, plus keglamoran gaya hidup dan rumah yang ia tempati itu sudah cukup menunjukkan betapa diva nya dia.
Walaupun secara garis besar ceritanya bisa kita terka, namun “The High Note” ternyata masih bisa mendapatkan irama. Film ini secara tak terduga menyenangkan, lalu memberikan semangat. Kita akan melihat cerita tentang seseorang yang coba meraih impian dengan konsekuensi yang ada.
Kemudian ada juga side story yang at least tampil konsisten, tentang dedikasi seorang diva terhadap seni yang dicintainya. Dua kesatuan itu bisa menjawab keraguan yang ada. Belum lagi performa apik dari para cast-nya bikin lagu-lagunya jadi bernyawa. Jangan langsung sentimen buta karena intensitas di tahap konfrontasi pertama kali meletup akibat ketidaktahuan karakter utama.
Director: Nisha Ganatra
Starring: Dakota Johnson, Tracee Ellis Ross, Ice Cube, Kelvin Harrison Jr., Zoe Chao, Bill Pullman, June Diane Raphael
Duration: 113 Minutes
Score: 7.4/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
The High Note
'The High Note' menceritakan hubungan antara seorang diva dan asisten pribadinya yang rumit, namun saling membutuhkan satu sama lain. Kesibukan mereka akan menuntun keduanya dalam sebuah cerita yang melodik namun berkesan