Menghidupkan kembali satu karakter yang sudah melekat kuat di pikiran banyak orang tentu bukan perkara mudah. Pasti harus dilakukan sebuah usaha yang ekstra keras karena penilaian yang cenderung keras akan keluar dari masyarakat jika apa yang mereka lihat tidak sesuai harapan. Tantangan menjadi semakin berat ketika orang yang berusaha untuk dihidupkan kembali ini sampai dijuluki “Ratu Horror Indonesia”. Ya, Suzzanna adalah ikon horor nasional, di mana dulu film horor itu belum afdol jika tidak ada Suzzanna-nya.
Apperance dan look dari aktris kelahiran 14 Oktober 1942 ini begitu memikat dan menyeramkan di saat bersamaan. Tapi selain itu, totalitas dalam setiap film yang dibintanginya juga tidak ternilai harganya. Suzzanna adalah pelakon yang sangat dicintai dan akan dikenang sepanjang masa sebagai salah satu pahlawan perfilman Indonesia.
Untuk mengenang Almarhumah, tahun ini Soraya Intercine mempersembahkan sebuah film yang mengambil referensi dari film Suzzanna terdahulu. Judulnya adalah “Bernapas dalam Kubur”, di mana aktris Luna Maya didapuk sebagai pemeran Suzzanna. Filmnya bercerita tentang sepasang suami-istri yang sedang diselimuti rasa bahagia. Sang istri yaitu Suzanna tengah mengandung anak pertama dan itu membuat suaminya, Satria (Herjunot Ali), senang bukan main.
Satria, yang berjanji akan menjaga keluarga kecilnya setelah melihat hamilnya Suzanna, sayangnya harus pergi untuk sementara waktu. Ia ditugaskan oleh bosnya ke Jepang, sehingga meninggalkan Suzzanna bersama tiga orang asisten rumah tangga. Naas, suatu malam rumah Suzzanna dimasuki perampok. Suzzanna yang berusaha lari menghindar justru bernasib buruk karena tertusuk dan pada akhirnya dikubur hidup-hidup oleh para perampok tadi. Anehnya, keesokan hari, Suzzanna masih beraktivitas seperti biasanya.
Hal pertama yang seratus persen akan dilihat lebih dulu dari film ini adalah bagaimana mereka menampilkan Suzzanna. Ini sangat penting karena jika film mau menjual nostalgia, setidaknya Suzzanna harus tampil meyakinkan. Itu harga mati. Fungsi tata rias karakter berperan besar karena salah satu fungsinya dalam film adalah untuk mengatasi wajah pemain yang kurang sesuai dengan tuntutan cerita. Maka dari itu, dibutuhkan teknik yang bagus agar tata rias yang digunakan bisa menyamakan wajah sang pemain tadi dengan wajah tokoh yang ia perankan.
Mengutip perkataan produser Sunil Soraya, penata rias langsung didatangkan dari Rusia dan ia juga ingin sang make-up artist mau fokus untuk mengerjakan proyek film Suzzanna. Pengerjaan tata rias yang turut melibatkan prostethic expert ini tentunya tidak main-main. Butuh waktu sampai tiga jam untuk “mengubah” seorang Luna Maya menjadi Suzzanna. Tim penata rias film menggunakan make-up prostetik yang tidak hanya mengubah wajah Luna, namun juga membuatnya terlihat cukup meyakinkan.
Di dalam film, Luna akan menjalani beberapa adegan outdoor, salah satunya adalah kejar-kejaran dengan karakter antagonis dalam kondisi hujan. Ini jelas menjadi highlight yang penting karena air adalah “natural enemy” dari tata rias. Beruntung, make up yang ada tetap oke, meskipun terlihat sedikit perbedaan di mana wajah Luna yang agak lebih tirus kembali nampak.
Poin berikutnya yang menonjol adalah humor. Jujur ini tidak disangka-sangka karena awalnya unsur komedi dianggap akan menjadi unsur perusak film. Walaupun memang film-film Suzzanna terdahulu juga memiliki muatan komedi yang disisipi, tapi selera humor sutradara Anggy Umbara yang biasanya receh sampai terkesan ‘lebay’ sempat menjadi bahan pertimbangan. Beruntung, ini tidak perlu dikhawatirkan. Humor yang disajikan oleh “Bernapas dalam Kubur” tidak overlapping dengan unsur horornya. Humor menjadi percikan kecil saja yang terasa menyenangkan, yang membuat penonton tidak melulu tegang sepanjang film.
Dialog komedi yang diucapkan oleh ketiga asisten pembantu yang diperankan oleh Asri Welas, Opik Kumis, dan Ence Bagus mendukung aspek naratif, di mana banyolan yang muncul terbangun dengan baik bersama problem yang sedang dibicarakan oleh mereka bertiga. Last but not least, ada satu bagian dari film yang wajib menjadi perhatian utama ketika berbicara mengenai mix and match antara horor dan komedi di film Suzzanna yang satu ini. Scene tersebut merupakan gabungan yang bagus antara sesuatu yang lucu dan menyeramkan. Selain itu, penonton juga akan mendapatkan pengalaman sinematik yang seru karena di bagian ini ada saat di mana mata penonton berada di posisi pelaku cerita.
Untuk bagian “balas dendam”, film menampilkannya secara to the point. Dari awal, “Bernapas dalam Kubur” langsung tancap gas. Sesi perkenalan ditampilkan secara cepat, mulai dari aspek ruang dan waktu dari cerita filmnya, siapa pemeran protagonisnya, siapa pemeran antagonisnya sampai masalah dan tujuan. Tidak banyak omong, film langsung bergerak ke tahap konfrontasi. Kemudian yang menonjol berikutnya adalah unsur gore. Terdapat beberapa adegan yang mempertunjukkan kekerasan, dan kekerasan ini bukan tipe-tipe adegan kekerasan yang hanya sekedar memperlihatkan luka ringan akibat berkelahi, misalnya. Banyak darah yang akan tumpah dengan segala macam cara, dan somehow ini membuat kita semakin menikmati filmnya. Suzzanna tampil layaknya “The Punisher”, seorang pahlawan yang beraksi tanpa pandang bulu. Ia memburu dan memanipulasi lawannya, kemudian sisanya silakan saksikan sendiri. Unsur balas dendam yang mengasyikkan berkat kucing-kucingan Suzzanna dengan para korban dan ini cukup menyenangkan dalam hal menakut-nakuti.
Sayang, terdapat lubang besar yang menganga lebar di dalam skripnya. Lubang besar yang ukuran besarnya tidak kalah dengan lubang si sundel bolong di dalam film. Aspek narasi terlihat timpang karena “Bernapas dalam Kubur” tidak menceritakan bagian yang sebetulnya tidak kalah penting, yaitu bagaimana bisa pihak yang lebih besar bisa disertakan pada tahap resolusi. Ini sangat aneh karena Suzanna tidak pernah diperlihatkan dalam satu frame pun, di mana dia berurusan dengan orang-orang selain karakter antagonis. Serius, tidak ada sama sekali. Nah kalau begitu, kok bisa-bisanya bagian third act dimulai dengan memanfaatkan extras yang juga memiliki motif? Wong Suzzanna aja gak pernah menyentuh mereka di film ini. Sesuatu yang tidak masuk akal, sangat dipertanyakan, dan off the rails. Bagi penonton yang sudah pernah menyaksikan versi asli, mereka akan dapat melihat dengan jelas kalau mungkin ada adegan yang dipotong dan itu mengurangi keutuhan filmnya. Masalahnya adalah jika yang menonton adalah penonton generasi muda. Mereka pasti bingung akan “plot hole” tersebut. Logika sebab-akibat (kausalitas) nya tidak ada.
Kemudian terdapat satu kesalahan fatal. Ada satu sequence yang memorable dari film “Bernapas dalam Kubur” versi asli yang tidak ditampilkan dalam versi kekiniannya. Ini sungguh tidak dapat dimaafkan karena sequence tersebut sangat melekat di ingatan kita. Film terdahulunya secara jelas menampilkan bagian ini dan terdapat unsur ngeri sekaligus humor di sana yang membuatnya jadi sesuatu yang memorable. Tapi kenapa versi yang kekinian ini tidak menampilkannya? Itu tidak dapat dipahami. Kalaupun memang dipotong, itu menjadi keputusan yang buruk. Pertama, menyangkut ketimpangan cerita. Meski tidak dapat menolong banyak, dengan adanya sequence legendaris ini setidaknya film menampilkan satu bagian yang menampilkan interaksi Suzzanna dengan masyarakat sekitar. Kedua, menyangkut dialog. Terdapat satu scene di mana para pelaku cerita sedang berbicara tentang keanehan perilaku Suzzanna. Di scene tersebut, keluar satu nama karakter yang belum pernah muncul di scene-scene sebelumnya.
Tidak hanya itu, pelaku cerita bilang bahwa karakter ini katanya ditakut-takuti oleh jelmaan Suzzanna. Dari dialog tersebut, jelas kejadian yang dialami oleh karakter yang sedang diperbincangkan tadi penting untuk ditampilkan. Belum selesai, ketiadaan sequence yang dimaksud memunculkan pertanyaan mengenai seberapa besar sebetulnya komitmen yang diinginkan oleh sebuah film untuk kembali memberikan rasa nostalgia bagi para penonton lama. Ini seperti menjadi kebalikan dari segi teknis yang sudah bekerja dengan baik. “Bernapas dalam Kubur” ternyata belum bisa dikatakan sebagai film yang seratus persen memberikan rasa nostalgia gara-gara beberapa hal yang entah dihilangkan atau memang sengaja ditiadakan.
Selain itu, terdapat juga pertanyaan-pertanyaan lain yang kurang lebih masih berhubungan dengan unsur mistis Suzzanna yang meneror masyarakat. Ada hal yang diperlihatkan telah selesai, namun sesungguhnya bakal jadi lebih nendang jika yang dianggap sudah selesai itu dimanfaatkan sebagai bentuk dari akibat. Ini akan memberikan kengerian yang lebih greget karena jika melihat ke unsur naratifnya, kejadian tersebut berlangsung di pabrik yang dipimpin oleh Satria. Jika film cukup jeli memanfaatkan kejadian yang ada, mereka bisa memasak hal ini untuk membuat desas-desus yang tidak enak di masyarakat lalu semuanya akan meledak ketika Satria kembali dari Jepang. Sayangnya film tidak melakukan hal itu sehingga lagi-lagi muncul pertanyaan “mengapa semua terlihat seperti baik-baik saja di pabrik Satria” dan ini juga membuat penyebab Satria yang pada akhirnya menaruh curiga pada Suzzanna jadi kurang kuat.
Teknis produksi yang bagus, begitu halusnya film dalam menambahkan sedikit rasa humor dalam suguhan horor, dan pembalasan dendam yang seru menjadi hal yang paling disukai dari “Bernapas dalam Kubur”. Sayangnya, usaha penghormatan ini jadi terluka akibat skrip yang kurang memuaskan dan membuang sesuatu dari cerita yang sebetulnya begitu penting. Akting Luna Maya berhasil meninggalkan kesan positif. Tidak hanya berkat dukungan make-up yang bakal menjadi kandidat kuat nominee Tata Rias Terbaik Piala Citra tahun depan, namun juga kemampuan Luna untuk menirukan cara berbicara Suzzanna yang membuat penonton generasi lawas akan menyalutinya. Junot masih menunjukkan masalah yang sama dengan ketika ia bermain di “Supernova”. Ia kurang karismatik sebagai Satria. Nostalgia yang menyenangkan meski masih kurang mengenyangkan.
Director: Rocky Soraya, Anggy Umbara
Starring: Luna Maya, Herjunot Ali, Teuku Rifnu Wikana, Verdi Solaiman, Alex Abbad, Asri Welas, Opik Kumis, Ence Bagus
Duration: 125 Minutes
Score: 7.3/10