Pada hari Kamis malam kemarin, Hollywood Foreign Press Asssociation (HFPA) telah mengumumkan daftar lengkap nominasi untuk acara ‘Golden Globe 2019’. Sebagai acara besar yang high-profile dan selalu menjadi sorotan utama sebelum dunia beralih ke main course awards season yaitu Oscar, Golden Globe merupakan event yang pas dalam memberikan kisi-kisi yang menyeluruh terkait film-film yang rilis tahun ini. Dengan pembagian beberapa kategori menjadi “drama” dan “musical or comedy”, Golden Globe menawarkan variasi yang mengasyikkan bagi kita untuk melakukan prediksi.
Untuk tahun ini ada beberapa hal menarik dari pengumuman nominasi Golden Globe. Daftar yang dikeluarkan oleh HFPA sudah diwarnai oleh pertanyaan mengenai penempatan film-film yang dianggap oleh sebagian besar moviegoers sebagai film genre A tapi ternyata HFPA menaruhnya di kategori genre B. “A Star is Born” dan “Bohemian Rhapsody” masuk ke kategori drama sehingga mereka berdua harus bersaing dengan tiga film race-centric yaitu “BlackKklansman”, “Black Panther”, dan “If Beale Street Could Talk”. Sebaliknya, film “BlackKklansman” yang memiliki unsur humor justru tidak ditempatkan di Musical or Comedy. Meski begitu, hal tersebut memang biasa terjadi. Pertanyaan tersebut memberi warna untuk acara ke depannya dan justru membuat kita semakin tertarik untuk membahas segalanya.
Berbicara mengenai pembahasan Golden Globe, tentu sangat menarik untuk menebak-nebak film apa yang kira-kira keluar sebagai pemenang di kategori ini dan itu. “Vice” arahan Adam McKay secara tak terduga meraih nominasi terbanyak (enam), diikuti oleh “earlier Oscar racers” yaitu “Green Book”, “A Star is Born”, dan “The Favourite” (masing-masing lima). Mereka tentu menjadi kandidat kuat pemenang, dan peluang untuk Oscar noms mulai terbuka. Tapi selain keempat film tadi, masih ada beberapa film lain yang patut dinanti-nanti nasibnya. Berikut sedikit pembahasannya, dilengkapi dengan alasan dan prediksi sok tahu yang coba kami buat. Selamat membaca dan semoga film favorit kalian mendapatkan beberapa penghargaan. Cheers!
- Vice
This movie took the Globe by storm! Siapa yang menyangka, “Vice” berhasil keluar sebagai film peraih nominasi terbanyak, menikung film-film yang sudah lebih dulu mendapatkan Oscar buzz lewat festival-festival film. Memang sih, jika dilihat dari materi cast-nya, “Vice” sudah sangat menjanjikan. Adam McKay bertindak sebagai sutradara yang kembali mendapatkan ruang untuk bercerita tentang isu yang sangat ia suka yaitu menyangkut hal-hal berat dan Amerika. Kemudian ada Amy Adams, salah satu aktris Hollywood kondang yang sudah meraih Golden Globe tapi belum pernah mendapatkan Oscar. Terakhir adalah Christian Bale, sang ksatria malam yang sudah biasa tampil dengan transformasi fisik yang gila. Tiga serangkai ini, ditambah dengan nama-nama besar lainnya seperti Sam Rockwell (pemenang Best Supporting Actor lewat film “Three Billboards Outside Ebbing, Missouri” di perhelatan Oscar 2018) dan Steve Carrell (sembilan nominasi Golden Globe, satu menang), membuat “Vice” semakin layak untuk diperhitungkan sepak terjangnya.
Karena belum rilis, maka pertimbangan utama untuk “Vice” ada di tiga hal. Pertama adalah kaliber sutradara dan para aktornya yang sudah kita bahas di paragraf sebelum ini. Kedua adalah ceritanya yang menarik. Alih-alih menampilkan George W. Bush yang notabene pernah menjabat sebagai Presiden Amerika, Adam memutuskan untuk bercerita tentang Dick Cheney – sang wakil presiden yang sesuai namanya, selalu berada di balik bayang-bayang sang presiden. Penasaran jadinya untuk melihat direction dari Adam, seperti apa ia menampilkan sang wapres sehingga penonton bisa memahami bahwa tokoh tersebut ternyata tidak kalah powerful dengan Bush. Ketiga, yang paling terlihat, jumlah nominasinya. Semakin banyak nominasi yang didapatkan, semakin besar peluang untuk sukses secara keseluruhan, regardless seberapa bagus filmnya nanti.
- Green Book
Setelah menang di Toronto dan merebut pole position untuk awards race, “Green Book” terus melaju kencang hingga meraih lima nominasi di Golden Globe tahun ini. Meski sempat mendapatkan isu kurang mengenakkan terkait subjek filmnya, “Green Book” secara perlahan tetap mencoba untuk meyakinkan banyak orang bahwa ini memang film yang sudah tidak pantas lagi untuk sekedar diperhitungkan. Mereka adalah unggulan. Nominasi-nominasi Golden Globe yang didapatkan adalah Best Motion Picture – Musical or Comedy, Best Supporting Actor in any Motion Picture (Mahershala Ali), Best Actor in a Motion Picture – Musical or Comedy (Viggo Mortensen), Best Director (Peter Farelly), dan Best Screenplay (Brian Hayes Curry, Peter Farrelly, Nick Vallelonga).
Sangat menarik untuk melihat nominasi yang didapatkan “Green Book”, khususnya dari belakang layar. “Green Book” menjadi salah satu dari tiga film yang masuk nominasi di kategori Best Director dan Best Screenplay pada Golden Globe tahun ini. Hal tersebut membuat “Green Book” menjadi contender utama untuk memenangkan hadiah terbesar Golden Globe, bahkan momen ini berpeluang lanjut sampai Oscar. Untuk kategori akting, ada duel seru di mana Mahershala Ali dan Viggo Mortensen mendapatkan lawan seimbang dari Vice (Christian Bale dan Sam Rockwell). Head-to-head ini bisa dibilang pertarungan kelas berat karena keempat aktor ini sangat berkualitas, terlihat dari piala Oscar yang sudah masing-masing dapatkan. Hanya saja, jika tidak memasukkan kualitas akting, Viggo dan Mahershala harus berhati-hati karena Christian dan Sam memerankan tokoh politik yang populer di kalangan masyarakat Amerika dan memerlukan usaha ekstra untuk mewujudkan karakter-karakter itu sehingga terlihat mirip dengan aslinya.
- A Star is Born
Mendapatkan rave reviews dari berbagai festival film, ternyata hanya permulaan bagi film yang menjadi debut penyutradaraan Bradley Cooper ini. “A Star is Born” menjelma sebagai sebuah film yang begitu dicintai, baik dengan cara yang mudah maupun sulit. Meski benang merahnya masih sama dengan versi sebelum-sebelumnya, “A Star is Born” versi 2018 tetap menampilkan kisah tentang rumitnya kehidupan seorang musisi dalam menemukan makna hidup yang dikemas dalam dunia yang lebih modern. Mulai dari pemilihan cast, tujuan “A Star is Born” langsung terlihat yaitu ingin mewariskan kisah klasik kepada generasi muda. Tampilnya Lady Gaga sebagai pemeran utama wanita di film layar lebar pertamanya membuat seluruh aspek dikerjakan dengan hati. Mulai dari ceritanya, aktingnya, visualnya, editing-nya, apalagi lagu-lagunya. On fire!
Di Golden Globe tahun ini “A Star is Born” mendapatkan lima nominasi. Masing-masing untuk Best Motion Picture – Drama, Best Director, Best Actor in a Motion Picture – Drama, Best Actress in a Motion Picture – Drama, dan Best Song untuk “Shallow”. Sungguh raihan yang luar biasa bagi sebuah film yang aslinya menggantungkan peran-peran sentralnya kepada para debutan. Kans menangnya di tiap kategori tidak besar, tapi siapa tahu “A Star is Born” mampu tampil mengejutkan. Lady Gaga sudah cukup senang masuk sebagai nominee, di mana duel sesungguhnya akan terjadi diantara Nicole Kidman dari film “Destroyer” (HFPA’s favourite) dan Rosamund Pike dari “A Private War”. Peluang terbesar tak lain tak bukan adalah “Shallow”. Menjadi lagu utama selain “I’ll Never Love Again” (di mana lagu ini tidak masuk nominasi, dan itu sangat mengejutkan), “Shallow” adalah sasaran utama untuk dikalahkan oleh nominee lainnya. Jadi intinya, tidak perlu termakan hype lah. Santai saja.
- The Favourite
Kanal IndieWire menulis bahwa salah satu alasan 2018 merupakan tahun yang baik bagi film adalah karena Yorgos Lanthimos tetap “gila”. Kini sutradara asal Yunani itu bermain-main dengan film period-drama dengan tiga aktris yang tampil luar biasa. Tapi sebelum berbicara mengenai Golden Globe, ada yang menarik dari raihan box office “The Favourite”. Hingga artikel ditulis, film ini secara mengejutkan tercatat sebagai film dengan raihan Box Office per-theatre-average tertinggi tahun ini di Amerika Serikat. Kanal Box Office Mojo menulis, “The Favourite” awalnya hanya buka di empat lokasi saja. Tapi, pendapatan minggu pertama dari empat lokasi tersebut bisa mencapai USD 420 ribu! Luar biasa. Kegilaan Yorgos memang sedang merajalela.
Dan kegilaan tersebut bisa semakin meluas dan meluas lagi. The Favourite meraih lima nominasi di Golden Globe tahun ini: Best Motion Picture – Comedy or Musical, Best Supporting Actress in Any Motion Picture untuk Rachel Weisz dan Emma Stone (yes, they got two noms at this category), Best Actress in a Motion Picture – Drama, dan Best Screenplay atas nama Deborah Davis dan Tony McNamara. Untuk peluangnya, The Favourite sepertinya bisa meraih sukses di kategori akting. Olivia Colman memimpin kategori Best Actress in a Motion Picture – Drama.
Banyak reviewer luar yang memuji penampilannya sebagai Ratu Anne yang tampil sebagai penguasa dataran Inggris, namun tampil “antik” di luar nalar kita. Pesaing terdekatnya datang dari Emily Blunt (Mary Poppins Returns) dan Charlize Theron (Tully). Sementara itu di Best Supporting Actress in Any Motion Picture, The Favourite jelas sangat diuntungkan dengan masuknya Rachel dan Emma. Mereka adalah dua aktris powerhouse yang dinilai tampil brilian dengan akting bergaya surealis di film ini. Tapi, berbeda dengan Olivia yang menjadi front-runner, Rachel dan Emma bukan unggulan. Claire Foy outstanding sebagai istri Neil Armstrong sehingga berhasil menyelamatkan muka First Man. Amy Adams menjadi bagian dari kesuksesan Vice sebagai Lynne Cheney, istri dari wakil presiden Amerika Serikat Dick Cheney. Regina King bermain apik di film “If Beale Street Could Talk” arahan sutradara Barry Jenkins (Moonlight). Persaingan ini menjadi salah satu yang paling sengit.
- BlackKklansman
Cannes is speaking! “BlackKklansman” arahan Spike Lee sebenarnya sudah menjadi perhatian dan banyak dibicarakan sebelum film-film macam “The Favourite”, “Roma”, “Green Book”, “A Star is Born”, “If Beale Street Could Talk”, dan “First Man” masuk contender awards season. Film ini jelas memiliki kualitas yang sama, baik dari segi cerita maupun eksekusinya. Hanya saja, spot pertama yang mereka ambil bukanlah festival film yang biasanya menjadi kickstart dari film-film Oscar buzz. Cannes memang festival film internasional yang sangat prestisius, tapi ketika berbicara mengenai Oscar atau Golden Globe dan sebagainya, festival ini belakangan jarang menempatkan film di kategori-kategori utama. Paling banter ya kategori Best Foreign Language Film. So, dengan masuknya “BlackKklansman” di empat kategori sekaligus di Golden Globe (Best Motion Picture – Drama, Best Actor in a Motion Picture – Drama, Best Suporting Actor in any Motion Picture, dan Best Director) menghembuskan angin segar tersendiri.
By the way, jika dilihat-lihat sih tidak mengejutkan juga kalau “BlackKklansman” bisa mendapatkan banyak nominasi di Golden Globe. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, kamu bisa yakin bahwa film ini memiliki kualitas yang bagus, meski belum menontonnya. Flashback ke Cannes, film ini datang untuk berkompetisi, bukan sekedar cari sensasi. Cuma dalam film ini, Spike Lee menampilkan hasrat tersebut dengan cara yang fun. Hal ini jelas tercermin dari segi cerita, di mana kisahnya sudah terlihat nyeleneh karena berbau anti-Trump. “BlackKklansman” adalah kisah nyata seorang polisi kulit hitam yang berusaha untuk menginfiltrasi kelompok Ku Klux Klan dengan cara meminta bantuan temannya yang seorang Yahudi kulit putih. Unsur komedi yang muncul dari aspek naratif ini digabungkan dengan directing dan akting yang solid. Kombinasi apik tadi membuat “BlackKklansman” keluar sebagai juara kedua Cannes, atau yang biasa disebut “Grand Prix”. Berdasarkan torehan prestasi yang hebat tapi resepsi yang didapatkan masih biasa-biasa saja, “BlackKklansman” sepertinya menjadi contender yang paling cocok untuk menyandang status kuda hitam di Golden Globe nanti.
- Roma
Jujur, menurut kami “Roma” adalah film yang paling kencang gembar-gembornya dari segala sisi setelah mereka merampungkan world premiere di Venice Film Festival dan Toronto International Film Festival. Pertama, karena banyak general viewers dan kritikus yang kagum akan visi sutrafara Alfonso Cuaron dalam menampilkan memoar masa kecilnya, yang tertuang dalam konsep visual hitam-putih. Kedua, film ini sangat berasa unsur bold-nya lewat penggunaan bahasa dan casting aktor dan aktris yang tampil di dalamnya. Ketiga, “Roma” adalah filmnya Netflix. Dua poin pertama adalah poin yang sangat cocok untuk membuat film ini mendapatkan apresiasi setinggi langit di awards season. Nah, poin ketiga diharapkan bekerja secara optimal sebagai kompor agar momentum “Roma” bisa terus terjaga hingga pengumuman pemenang Oscar tahun depan. Apakah kombinasi dari poin-poin tadi bekerja dengan baik? Jika dilihat dari nominasi yang didapat “Roma” di Golden Globe, masih belum saatnya.
Mengapa begitu? Well, kita lihat dulu nominasi-nominasinya. Roma mendapatkan Best Foreign Language Film, Best Director dan Best Screenplay. Nah, sayangnya ketiga nominasi ini bukan sesuatu yang mengejutkan. Lewat film “Roma”, Alfonso Cuaron dianggap tengah berada di peak performance-nya. Maka dari itu nominasi untuk kategori sutradara dan cerita bukan sesuatu yang “wow” lagi. Film sekelas Roma pasti mengincar hadiah utama yaitu film terbaik dan Golden Globe belum dapat memfasilitasi itu. Berdasarkan tulisan yang dimuat oleh The Hollywood Reporter sehari setelah pengumuman dirilis, Roma tidak dapat dinominasikan karena tidak menggunakan Bahasa Inggris. Jadi, mau tidak mau Roma hanya bisa dilihat dari nominasi yang sudah jelas mereka bisa menangkan. Terutama untuk Best Foreign Language, kategori ini istilah katanya “sudah jalan tol”, karena tidak dinominasikannya “Cold War” (Polandia) dan “Burning” (Korea Selatan).
- Mary Poppins Returns
Belum rilis reguler di Amerika, “Mary Poppins Returns” sudah diganjar dua penghargaan bergengsi. Pertama, film arahan sutradara Rob Marshall ini masuk ke dalam salah satu dari sepuluh film paling outstanding di tahun 2018 versi American Film Institute (AFI). Sekarang, Mary Poppins diganjar empat penghargaan dari Golden Globes 2018. Nominasi yang mereka dapatkan adalah Best Original Score (Marc Shaiman), Best Actor in A Motion Picture – Musical or Comedy (Lin-Manuel Miranda), Best Actress in A Motion Picture – Musical or Comedy (Emily Blunt), dan Best Motion Picture in Musical or Comedy. Prestasi-prestasi mentereng yang segambreng ini jelas menjadi boost film sebelum perilisannya tanggal 19 Desember nanti. Semakin banyak masyarakat yang tertarik akan filmnya karena dilihat dari segi kualitas, “Mary Poppins Returns” tidak hanya terlihat menarik namun juga sudah teruji.
Berbicara tentang hal yang menarik, peluang Emily Blunt untuk memenangkan kategori Best Actress in Comedy or Musical sebetulnya terbuka. Sebagai aktris yang sudah berpengalaman dan malang-melintang di berbagai genre film Hollywood, Emily terkenal dengan kemampuannya untuk masuk dan mendalami karakter dan juga membawa story arc dari karakter ia mainkan secara smooth. Apalagi tokoh yang ia perankan di film ini bukan sembarang tokoh. Mary Poppins adalah nanny ajaib yang termasuk dalam tokoh-tokoh fiksi yang sangat ikonik dalam sejarah perfilman Hollywood. Resepsi yang baik dari AFI dan Golden Globes menandakan bahwa akting Emily ini bagus dan membuat sang aktris memiliki bargaining position sendiri untung meraih kemenangan. Sementara itu Lin-Manuel Miranda secara tak terduga masuk nominasi di kategori akting. Meski mengejutkan, di sisi lain kans-nya untuk menang juga sangat tipis. Butuh lebih dari sekedar luck untuk dapat mengalahkan Viggo Mortensen dan Christian Bale.
- Crazy Rich Asians
Sebuah film dari major studio dengan seluruh cast-nya adalah orang Asia. Materi ini tentu sangat menantang karena formula seperti itu benar-benar tidak lazim diterapkan, apalagi untuk film skala besar. Karakter orang Asia sendiri di Hollywood masih dipandang sebelah mata. Takutnya, yang ada orang-orang (terutama moviegoers bule) yang menjadi tidak tertarik untuk menonton filmnya dan hal itu berdampak buruk terhadap pendapatan box office. But yeah, after their release, this movie turned all the negative and pessimistic thoughts in a landslide manner. Crazy Rich Asians menjadi penguasa box office Amerika di bulan Agustus 2018. Klimaksnya, film ini mencatat rekor sebagai film romcom dengan pendapatan terbaik di Amerika dalam kurun waktu sepuluh tahun ke belakang.
Apa yang membuat “Crazy Rich Asians”, film dengan banyak pertaruhan, meraup kesuksesan besar? Tentu mereka tidak hanya menjual konsep kemajemukan dari para pemerannya dan keglamoran Singapura saja. Diadaptasi dari novel best-seller karangan Kevin Kwan, versi film tetap menyajikan cultural-value khas Asia sebagai inti utama, yang kemudian diselimuti oleh formula plot ala kisah Cinderella dan visi kekinian sang sutradara. Unsur nilai menjadi hal yang paling digarisbawahi karena di titik ini “Crazy Rich Asians” menjadi istimewa.
Bercerita tentang seorang wanita Asia-Amerika yang dibawa oleh pacarnya yang kaya raya untuk menemui calon mertua, konflik yang bergulir setelahnya sangat relate dengan apa yang biasanya kita hadapi jika ingin menikah. Benar, hal tersebut adalah penilaian secara tak resmi mengenai “bibit, bebet dan bobot”. Sudah menjadi hal yang penting bagi sebuah keluarga Asia untuk mengetahui silsilah dan seluk beluk keluarga dari calon menantu mereka, dan ini kerap kali menimbulkan konflik jika terjadi ketidakcocokan namun sang pasangan sudah saling mencintai.
Selain itu, film juga menampilkan spirit khas Asia yaitu budaya yang lebih mementingkan kepentingan kelompok dibanding kepentingan individu. Berbicara mengenai peluang, realistis saja, Crazy Rich bukan unggulan di kategori masing-masing (Best Motion Picture in Comedy or Musical dan Best Actress in a Motion Picture – Musical or Comedy), tapi recognition dari Golden Globe secara tersirat menandakan bahwa film ini, bersama Black Panther, menunjukkan itikad baik Hollywood untuk memasuki arahan yang baru secara menyeluruh
- Black Panther
Masih ingat apa yang terjadi pada film Deadpool di tahun 2016 lalu? Film ini sangat diharapkan untuk mendapatkan ‘pengakuan’ di awards season. Ryan Reynolds dianggap berhasil menghadirkan sebuah sajian yang berbeda, di mana Deadpool merupakan seorang anti-hero dengan segala unsur meta di dalamnya, mulai dari meta-violence, meta-personality, meta-creativity dan ini terlihat begitu cocok dengan semangat komiknya. Benar saja, Deadpool saat itu menjadi nominee Golden Globe di Best Motion Picture – Comedy and Musical, dan ini membuat banyak orang berspekulasi, apakah “The Merc with Mouth” akan masuk nominasi Best Picture di Oscar nanti? Sayang, hal itu tidak terwujud. Deadpool bahkan tidak mendapatkan satu pun nominasi di Oscar 2017.
Kini, harapan tersebut datang lagi dari “Black Panther”, film superhero Marvel Comics yang disutradarai oleh Ryan Coogler. Sama dengan Deadpool, Black Panther juga memiliki amunisi yang cukup untuk mendapatkan pengakuan di awards season. Selain karena resepsi filmnya yang positif dan kesuksesan komersil di seluruh dunia, Black Panther juga memiliki sesuatu yang lebih dalam kemasan film secara keseluruhan. Jika Deadpool menonjolkan unsur meta, Black Panther bermain dengan budaya, yang mana poin ini juga sedang menjadi perbincangan hangat di Hollywood dalam beberapa tahun ke belakang. Black Panther bukan film superhero dengan lead-actor berkulit hitam, namun film superhero yang begitu menonjolkan “Black Culture”. Mulai dari penggunaan bahasa lokal, tulisan, hingga kostum yang dikenakan para pemain, terinspirasi dari budaya negara-negara Afrika. Ditampilkannya hal itu dengan konsep sinematik yang kekinian membuat “Black Panther” begitu fresh! So, apakah T’Challa sukses memimpin Wakanda menuju mimpi yang lebih besar lagi? Bisa jadi. Kita lihat saja nanti.
- Bohemian Rhapsody
Diam kalian, para kritikus! Demam Queen terus berlanjut hingga ke awards season. “Bohemian Rhapsody”, film yang tidak hanya dibuat sebagai biopik bagi grup musik Queen tapi juga menjadi penghormatan kepada Freddie Mercury, sukses mendapatkan dua nominasi di Golden Globe tahun ini. Meski hanya dua nominasi saja, namun nominasi yang didapatkan oleh film ini terbilang berada di kategori-kategori utama yaitu Best Motion Picture – Drama, dan Best Actor in a Motion Picture – Drama untuk Rami Malek.
Untuk peluangnya nanti, “Bohemian Rhapsody” memiliki peluang yang lebih besar di kategori aktor. Rami memberikan performa mengagumkan sebagai Freddie yang terkenal, namun di kehidupan aslinya, dia terisolir dari dunia luar. Tidak lupa, sang aktor juga berhasil menampilkan hal-hal baik yang memang biasanya harus dikerjakan seorang aktor jika tampil dalam sebuah film biopik seperti transformasi fisik, penampilan gestur, gaya berjalan dan berbicara, hingga yang wajib sekali dari Freddie yaitu gaya bermusiknya. Untuk Best Motion Picture Drama, rasanya peluang Bohemian akan lebih kecil untuk menang karena film tidak lebih dari sekedar menurunkan warisan Freddie dan Queen kepada generasi penerus. Tapi setidaknya, raihan nominasi film terbaik di Golden Globe sudah lebih dari cukup untuk membungkam komentar miring kalau mereka semua salah.
Golden Globe ke-76 diselenggarakan pada tanggal 7 Januari 2019 dengan Andy Samberg dan Sandra Oh yang nantinya akan berpasangan sebagai host.