Ketika dunia sedang berada dalam kondisi yang sangat tidak biasa, kita akhirnya disuguhkan oleh karya terbaru dari Reza Rahadian. Bukan, kali ini ia tidak hanya menjadi aktor. Reza juga sekaligus berperan sebagai sutradara.
Miniseri “Sementara, Selamanya” adalah kisah yang ditulis oleh Ika Natassa, yang sebelumnya juga sudah bekerja sama dengan Reza di “Critical Eleven” dan juga “Twivortiare”.
Ceritanya tentang Saka, yang sendirian di rumah menunggu istrinya yaitu Zara pulang. Zara sendiri adalah seorang dokter yang ditugaskan menangani pasien COVID-19. Mereka berdua hanya bisa berkomunikasi via smartphone, entah itu voice call atau video call.
Berbicara mengenai dua orang yang terpisah jaraknya, maka hal pertama yang perlu dicermati adalah soal jarak. Bagaimana Reza menerjemahkan jarak tersebut kepada audiens. Nah, di sini Reza coba berekpserimen dengan satu pendekaan kreatif tertentu. Audiens bisa melihatnya dengan jelas sekali di dalam mini serinya.
Pendekatan ini pun langsung ditampilkan sejak awal-awal masa. Jadi seolah-olah kita adalah Zara yang lagi diajak berbicara kepada Saka. Mungkin ini adalah langkah yang cukup dipertanyakan, karena ya tentu akan menjadi menarik jika Laura Basuki yang memerankan Zara juga ikut on-frame. Cuman, ini merupakan resiko yang sepertinya secara sadar diambil oleh Reza. Sesuatu yang sebetulnya memiliki tantangan yang lebih besar guna menghidupkan cerita.

Tantangannya adalah, bagaimana kedua aktor bisa membangun chemistry dengan cara yang berbeda. Reza lewat akting, sementara Laura lewat suara saja. Di miniseri ini keduanya menunjukkan talenta mereka karena meski hanya rata-rata sepuluh menit per episode, kita sudah bisa nge-blend sama interaksi mereka berdua.
Grounded-nya dapet, kayak percakapan biasa, dan ketika momen-momen intens mesti muncul juga mereka bisa memeragakannya secara langsung. Audiens jadi ngerti apa yang ada di pikiran masing-masing dan bagaimana COVID-19 ini dapat memengaruhi kehidupan hingga ke level domestik. Semua coba dibawa dengan cara yang believable, dan memang itulah kekuatan utama “Sementara, Selamanya”.
Shot yang dipilih tidak neko-neko. Sederhana. Dengan Laura Basuki yang hanya menggunakan voice call, maka kamera cukup memfokuskan diri ke Reza. Shot yang diambil didominasi close-up dan medium close-up. Baru deh di akhir episode kita disuguhkan shot yang paling berjarak.
Maksud shot tersebut adalah untuk memunculkan kesan bahwa jarak itu ada namun Saka tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mendekam sendirian dalam kesempitan ruang. Meski begitu, ada sebuah shot yang diterapkan pada timing yang pas dan bagus dalam menerjemahkan tuntuan naratif.

Shot tersebut adalah ketika Saka dan Zara berantem di telepon. Saat itu, kamera yang sedang menyorot Saka secara perlahan melakukan zoom-in. Ini variasi sinematografi yang pas karena selain cocok dalam menerjemahkan tensi yang muncul dari Reza juga membuat audiens tidak merasa bosan. Meski pengambilan zoom-in nya masih terasa kurang smooth, tapi ini adalah keputusan yang tetap diapresiasi.
Reza pun memberikan satu episode yang sangat menonjolkan Zara. Ini sangat berbeda dengan episode-episode lain karena karakter Saka cuma mencerna apa yang ia dapatkan. Bagian ini dari segi value juga sangat beda karena di sana lah kita bisa melihat cerita mulai relate ke hal COVID-19 secara lebih luas.
Tapi, ini tidak akan pecah jika film tidak jeli di episode sebelumnya. Tepat di pertengahan miniseri, kita sudah mulai bosan nih sama cerita yang hanya berkuat pada kangen-kangenan saja. Maka dari itu, ditampilkan deh satu konflik baru yang memang sih tidak membawa kisah menuju babak yang baru. Tapi, konflik baru ini berhasil menaikkan tensi sehingga kita jadi penasaran ini di babak terakhir bakal kayak gimana. Itu aja.
Departemen lain seperti production design, musik, dan dan editing juga bisa menyesuaikan diri sama visinya Reza. Dalam interview “Ngobrol Bareng Sineas” podcat CineTalk episode 24, Reza bilang kalau tone yang ia inginkan dari miniseri “Sementara, Selamanya” adalah gloomy.
Maka jangan heran kalau warna abu-abu cukup dominan, apalagi ketika daylight. Bahkan, warna abu-abu sampai di-mention di dalam salah satu episode-nya. Proses tonalitas tersebut pasti berjibaku dengan musik dan production design.
Musik yang diciptakan Ifa Fachir mengalun syahdu lewat dentingan piano. Kemudian production design nya juga menerapkan unsur simplistic sehingga cocok jika dijadikan gloomy.

“Sementara, Selamanya” menunjukkan kalau Reza Rahadian semakin matang dalam berkarya. Ini bisa dilihat dari beberapa hal. Pertama, Reza berani mengambil keputusan yang berisiko untuk bisa mewujudkan visi besarnya bagi miniseri ini. Kemudian, ia tahu apa yang menjadi kekuatan utama “Sementara, Selamanya” maka ia mencari partner yang tepat dan mengeksekusi sesuai dengan kekuatan utama dari film yang ingin dimunculkan.
Last but not least, lewat visi yang ingin diwujudkan, Reza bisa mengambil keputusan tentang apa yang mesti dilakukan untuk membuat surroundings yang pas. Semua ditampilkan secara sederhana, karena memang proses syuting-nya memiliki keterbatasan, namun hasil akhrinya tetap jempolan. Reza benar-benar terlihat diberi kebebasan dan itu adalah sesuatu yang pastinya gak akan disia-siakan.
Sukses terus buat karir Reza Rahadian ke depan. Meski ia mengaku belum siap untuk menjadi sutradara film panjang, namun secara visi sepertinya Reza sudah bisa melakukan approachment yang matang untuk membuat sebuah film.
Penonton bisa dengan jelas melihat maksudnya, belum lagi disuguhkan oleh akting Reza yang flawless. Mulai dari adegan yang serius, sampai yang bercanda. Belum lagi kalau tiba-tiba mimik wajahnya berubah, waduh dinamikanya dapet banget.
Udah pokoknya saksikan aja mini seri “Sementara, Selamanya” yang sekarang sudah bisa Chillers tonton semua episode dari awal sampai akhir, hanya di Vidio(dot)com.
Director: Reza Rahadian
Casts: Reza Rahadian, Laura Basuki, Ruth Marini, Christine Hakim
Duration: 57 Minutes – 6 Episodes
Score: 8.0/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
Sementara, Selamanya
Saat pandemi COVID-19 masih berlangsung, sang istri harus berjuang di garda depan mengobati para pasien yang tertular. Sementara sang suami dengan sabar menunggu di rumah dan keduanya berdialog intensif sepanjang waktu, mengobrol lewat sambungan telpon ataupun video. Banyak rahasia, dan konflik terungkap dalam miniseri sepanjang 6 episode ini.
Discussion about this post