Film Korea yang satu ini baru rilis tanggal 7 Desember kemarin di bioskop CGV. Film mengangkat sebuah pengungkapan kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan besar, Samjin. Uniknya, orang yang mengungkap dan ke depannya menyelidiki kasus ini adalah para sekretaris yang ada di perusahaan. Salah satu dari mereka menaruh rasa curiga setelah banyak ikan yang mati di sungai, dan penyakit kulit yang diderita penduduk setempat.
Tiga orang sekretaris yaitu Lee Ja-young (Go Ah-sung), Jung Yoo-na (Esom), Shim Bo-ram (Park Hye-su) menjadi aktor utama penyelidikan ini. Di saat yang sama ketiganya juga akan menghadapi tes TOEIC agar bisa mendapatkan promosi.

Nonton film ini betul-betul mengingatkan kita pada film “Dark Waters” baru-baru ini, yang dibintangi oleh Mark Ruffalo dan Anne Hathaway. Sama persis kasusnya. Tentang pencemaran lingkungan dan tipu-tipu yang tersaji di dalamnya. Bedanya adalah, pertama, orang yang mengungkap kasus ini adalah mereka yang ada di dalam perusahaannya.
Kedua, cara pembawaannya 180 derajat berbeda karena di sini “Samjin Company English Class” jelas lebih terasa ceria, ringan, dan menyenangkan juga karena selipan-selipan humor. Kelihatan lah, filmmaker nya berusaha untuk menyajikan film ini agar mudah dimengerti. Tapi, apakah approachment tersebut cocok bagi cerita semacam ini? Itu yang menjadi pertanyaan besarnya karena cara seperti ini terhitung tidak lazim dilakukan.
But yeah, it’s still a nice try though. Unsur humor yang ada di tahap konfrontasinya lumayan menghibur. Seenggaknya kita bisa enjoy lah dalam menikmati film dengan cerita yang sebenarnya berat, namun dibawakan dengan cara yang berbeda. Selain itu, penting juga untuk melihat seberapa detail-nya aspek naratif mengembangkan cerita sehingga kita bisa invest sama masalah pencemaran lingkungan ini. Pas banget, film tahu kalau mereka punya keunggulan yaitu ada di internal perusahaan.

Makanya nanti penonton bakal diajak menyusuri kasus ke tokoh penting Samjin, walaupun untuk skala sebesar ini rasanya masih kurang kalau yang ditampilkan hanya “dia” doang. Terdapat permainan emosi di sini yang memanfaatkan batasan informasi terbuka. Salah satu dari ketiga sekretaris nanti akan memiliki dilema dalam membantu penyelesaian kasus. Tenang, dilema ini jauh dari faktor romansa. Toh hal tersebut sama sekali gak ditampilkan di sana.
Poin lainnya yang disinggung adalah mengenai kehidupan karyawan di Korea Selatan pada tahun 90-an. Ada beberapa catatan yang bisa diberikan dari masuknya subtext ini. Kita bisa melihat bagaimana Korea, yang memang kuat sekali pengaruh “gender role” nya dalam kehidupan sehari-hari, itu berpengaruh ke cerita.
Istilah kata, jangan pernah meremehkan wanita dan secara lebih luas lagi, penting bagi kita untuk menjaga hati nurani walaupun kita sendiri bukan orang yang suci. Ini lah yang menjadi bensin bagi film untuk bergerak, menjadi kompas moral karakter utamanya agar tetap bertahan, dan bagusnya tidak membuat masalah soal pencemaran menjadi kabur.

Sayang, film menjadi sesuatu yang sombong dan maksa menjelang tahap resolusinya. Sombong dalam artian, mereka seperti bilang kalau mereka tuh punya sesuatu yang lebih seru loh daripada “itu” ke penonton. Mereka ingin menampilkan yang lebih, sayangnya tidak ada cukup bekal untuk menampilkan hal tersebut sehingga membuat flaw yang besar di akhir karena penonton bisa kesulitan dalam menginvestasikan diri ke dalam masalah baru yang ada di sana, alias filmnya jadi terkesan maksa.
Kurang tepat untuk menggunakan batasan informasi tertutup untuk yang satu ini, sepertinya. Mostly karena waktu yang ada juga terbatas. Tampilnya masalah baru, yang sebenernya juga bisa ditebak ini, jadi terburu-buru. Gak dikasih nafas sama sekali. Build-up nya kurang gereget, beda banget sama bagaimana mereka mem-build-up kasus pencemaran lingkungan yang ada di awal.
Finally, it’s like two different movies, yang ketika coba digabungkan keduanya menjadi suatu kesatuan yang cukup membingungkan. Kita masih bisa mendapatkan apa sih yang sebenarnya mau diangkat, tapi cara mengangkatnya itu yang kurang enak. Ini kok jadi begini? Ternyata apa yang dari awal ditampilkan hanya sebuah bagian kecil.

Hal ini cukup mengganggu, apalagi ending-nya ternyata menyangkut soal hal ini. Beruntung, film menampilkan sedikit kejutan yang bekerja secara efektif. Ada dua kejutan, sebetulnya. Kejutan pertama merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu dan baguslah ternyata dimanfaatkan juga. Nah kejutan kedua ini tidak diduga dan impact-nya besar karena menunjukkan rasa kesatuan yang muncul ketika perusahaan sedang berada dalam kondisi genting.
Melihat dari tampilannya, tentu “Samjin Company English Class” akan membawa kita bernostalgia ke masa 90-an. Hal ini sudah ditampilkan dari awal, tepat ya ketika opening title muncul. Cukup meyakinkan, walau rasa risih muncul ketika karakter Bo-ram ditampilkan. Sangat stereotype, dan mengingatkan kita pada tokoh Velma di kartun “Scooby Doo”. Spesialisasi karakter ini yang sangat pintar dalam hitung-hitungan mewakili unsur ringan dalam film, namun di sisi lain juga membuat filmnya terlihat konyol.

Sedikit tambahan, soal ikannya Bo-ram juga jadi masalah. Ikan ini menjadi tools yang dimanfaatkan untuk meningkatkan tensi dalam satu sequence tertentu. Sayang, tidak nampak jelas kausalitas yang ada di sana. Kayak yaudah digunakan saja itu ikannya untuk menggerakkan film, toh juga adanya ikan itu di sana tidak akan menjadi perhatian besar bagi penonton yang sudah terlanjur makin excited bukan?
Merupakan film yang teinspirasi dari kisah nyata, “Samjin Company English Class” hanya mengaitkan sedikit peran antara dampak dari kelas Bahasa Inggris yang diampu oleh tiga karakter utamanya dengan masalah yang mereka sedang telusuri terkait Samjin. Meski begitu, secara tersirat ada pesan yang masih bisa diambil, yang mana ditampilkan dengan apik oleh para aktornya.
Konflik tentang pencemaran lingkungannya diceritakan secara baik walau dengan pembawaan yang cukup mengejutkan buat cerita-cerita semacam ini. Kita bisa tetap memerhatikan karena inti masalahnya tetap dibawakan secara konsisten. Seenggaknya begitu.
Yang jadi masalah adalah ketika film menunjukkan egonya dengan memunculkan sesuatu yang lebih besar. Alih-alih jadi makin grande, yang ada justru membuat film menjadi tidak terlalu berkesan.
Director: Lee Jong-pil
Cast: Go Ah-sung, Esom, Park Hye-soo, David Lee McInnis, Cho Hyun-chul, Kim Won-hae, Baek Hyun-jhin, Kim Jong-soo
Duration: 110 Minutes
Score: 7.1/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
Samjin Company English Class
'Samjin Company English Class' menceritakan kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan besar, Samjin. Uniknya, orang yang mengungkap dan ke depannya menyelidiki kasus ini adalah para sekretaris yang ada di perusahaan.Bagaimana kasus ini selanjutnya? Film ini sudah bisa disaksikan di jaringan bioskop CGV