“Nothing good is born from lies. And greatness is not what you think.” – Diana Prince.
Gal Gadot kembali mengulangi perannya sebagai putri pemberani yang berasal dari kerajaan wanita, Amazon. Bila di ‘Wonder Woman’ (2017), Diana Prince bertekad untuk menghentikan Perang Dunia 1, dan mempercayai bahwa sumber segala konflik itu berasal dari musuh lama Amazon, Ares.
Dan di ‘Wonder Woman 1984’, aksi Diana tersebut terjadi di puncak persaingan Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Wonder Woman akan menghadapi tidak hanya satu musuh tetapi sekaligus dua musuh bebuyutan dalam film yang penuh drama dan aksi ini.
Film dibuka dengan kilas di Themyscira, tempat kelahiran Diana. Lilly Aspell kembali mengulangi perannya sebagai Diana yang jauh lebih muda. Diana kecil sedang berkompetisi dalam Olimpiade khas Themyscira yang mengajarkan Diana kecil pelajaran berharga dan sekaligus memberikan pesan moral “Tidak ada pahlawan sejati yang lahir dari kebohongan”.

Pada tahun 1984, Diana Prince menjalani kehidupan yang tenang di Washington, DC. Ia bekerja sebagai kurator di museum Smithsonian dan secara diam-diam membantu orang-orang sebagai Wonder Woman. Diana mendapatkan teman baru, Barbara Ann Minerva (Kristen Wiig) yang datang untuk bekerja di museum. Dan secara tidak sengaja ia juga berkenalan dengan pengusaha minyak Maxwell Lord (Pedro Pascal).
Sampai suatu hari di museum tersebut mendapat kiriman artefak kuno yang tampaknya tidak berharga. Diana segera menemukan bahwa benda itu mempunyai kekuatan magis yang dipercaya dapat mengabulkan segala macam keinginan. Berawal dari artefak magis tersebut dimulailah konflik berskala luas dan global yang dapat mengancam keutuhan hidup manusia di muka bumi ini.
‘Wonder Woman 1984’ merupakan kisah yang menceritakan fase transisi kehidupan dari Diana Prince, setelah dia menjalani hidupnya di antara manusia selama tujuh dekade. Jika pada film sebelumnya kita dapat melihat betapa tangguhnya Diana yang menjelma menjadi sosok Wonder Woman.

Film pertamanya memang menonjolkan sosok seorang dewi yang datang dari ‘tempat surgawi’ ke dunia fana lebih ditonjolkan, yaitu dunia manusia, dengan segala kekuatan, ketangkasan dan sifat pejuang wanita yang dimilikinya.
Di sekuel film ini kita akan dapat melihat secara lebih sisi manusiawi Wonder Woman, di mana Diana Prince lebih senang hidup menyendiri. Di banyak sudut sekitar apartemennya, terdapat foto-foto lama Steve Trevor (Chris Pine), Diana secara tersirat masih merawat hatinya yang patah. Secara jelas dan nyata kita dapat melihat betapa rapuhnya kehidupan Diana sebagai manusia.
Tetapi kesan tersebut dengan cepat terhapus ketika melihat sepak terjangnya dalam memerangi kejahatan secara diam-diam sebagai Wonder Woman. Ketangguhan dan keberaniannya sebagai putri Amazon tetap seperti sedia kala.
‘Wonder Woman 1984’ mempunyai narasi yang berpusat pada sosok perempuan yang tangguh secara emosi dan moral bahkan fisik. Selain itu di film arahan sutradara Patty Jenkins ini juga ada sisi cerita lain yaitu tentang kisah cinta yang hilang, persaingan dalam persahabatan yang berakhir fatal dan cerita metafora tentang keegoisan dan ketamakan yang saling berkaitan membentuk narasi yang kompleks.

Dengan awal pacing yang lambat dan banyaknya plot cerita yang ditampilkan, dibutuhkan konsentrasi menonton yang cukup maksimal agar audiens bisa mengerti secara utuh jalan cerita yang ingin disampaikan. Dengan durasi yang cukup lama dan banyaknya cerita, ada beberapa perpindahan cerita yang kurang begitu mulus sehingga sedikit mengganggu alur cerita berikutnya.
Dan untuk film yang ber-setting era 80-an di film ini, Jenkins tidak cukup memberikan perhatian secara mendetail tentang berbagai hal yang ada di era itu, ia hanya sekedar memakai formula penampilan ala 80-an.
Gal Gadot dan Chris Pine sekali lagi memiliki chemistry yang menawan dan Pedro Pascal sebagai Max Lord tampil cukup memukau sebagai penipu dengan kemampuan luar biasa untuk mengeksploitasi keserakahan dan ketidakamanan orang lain.
Juga dengan Kristen Wiig sebagai Barbara Minerva, kawan yang menjelma menjadi lawan. Pada mulanya ia tampil cukup baik sebagai seorang ilmuwan yang kutu buku, kesepian dan haus perhatian dan pada tahap selanjutnya ia berubah drastis sebagai sosok perempuan yang penuh percaya diri dan memikat.

Untuk sisi visualnya sendiri, seperti di segmen pembuka saat flashback di Themyscira, memang memukau dengan skor musik yang megah dari Hanz Zimmer. Selanjutnya kita juga dapat melihat beberapa visual yang menarik seperti kemampuan Wonder Woman memainkan lasso, kemampuannya untuk terbang dan menerbangkan pesawat jet yang tidak terlihat. Sayangnya di beberapa adegan pertarungan, ada blocking kamera yang kurang pas yang bisa membuat audiens bingung.
Pace film ini bergerak cukup lambat di awal film, tetapi saat memasuki pertengahan film, pace ceritanya terkesan dipercepat. Dengan begitu Jenkins bermaksud ingin menghadirkan konflik yang intens. Dengan durasi film yang cukup lama, film ini berhasil memberikan kedalaman karakter dan latar belakang dari Max Lord dan Barbara Minerva. Bagaimana mereka saling terhubung dan kenapa mereka menjadi jahat.
Sayangnya saat pace cerita ini dipercepat, ada latar belakang yang tidak diperlihatkan cukup detail padahal hal ini merupakan proses yang ditunggu-tunggu oleh audiens, yaitu tentang proses Barbara Minerva berubah jadi Cheetah. Akan lebih menarik lagi jika proses ini dipaparkan lebih detail.
Selain itu tampilan Cheetah yang cukup singkat, CGI yang ada pun tidak memberikan hasil yang maksimal sehingga mengurangi kegarangannya. Pada akhirnya ‘Wonder Woman 1984’ bisa memberikan tontonan menarik sebagai sekuel yang tetap mampu memperlihatkan sisi manusiawi dari sosok superhero yang terlahir sebagai seorang dewi.
Director: Patty Jenkins
Cast: Gal Gadot, Chris Pine, Pedro Pascal, Kristen Wiig, Connie Nielsen, Robin Wright, Lilly Aspell
Duration: 151 minutes
Score: 7.0/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
Wonder Woman 1984
'Wonder Woman 1984' menceritakan puncak perang dingin yang menyebabkan Diana Prince harus menghadapi dua musuh besarnya sekaligus, Maxwell Lord dan Cheetah