“This be an empty world without the blues. I try to take that emptiness and fill it up with something. But they want to call me Mother of the Blues, that’s alright with me. It doesn’t hurt none.” – Ma Rainey.
Netflix merilis film terbarunya yang kini mengangkat soal musik blues dan segala konflik di dalamnya lewat “Ma Rainey’s Black Bottom”. Film ini diangkat dari sebuah play yang memenangkan Pulitzer karya August Wilson.
Kemudian dari jajaran cast nya terdapat dua nama besar di sini yakni Viola Davis dan juga Chadwick Boseman. Tidak berhenti di sana, nama besar juga ada dibalik layar yaitu Denzel Washington yang berlaku sebagai produser.
Ceritanya mengenai Ma Rainey yang dijuluki “mother of blues”. Ia dan band-nya sedang melakukan proses rekaman di Chicago. Semakin ke sini, tensi semakin meninggi diantara Ma Rainey kemudian antar anggota band, dan juga pemilik rekaman. Dengan keruwetan yang mereka alami, apakah rekaman ini masih dapat berjalan dengan baik?

Film dibuka dengan sebuah take yang asik. Menyusuri hutan sedikit, kemudian kamera akan mengikuti pergerakan dari figuran yang berlari kecil untuk menonton pertunjukan Ma Rainey di sebuah tenda. Di situ kemudian kita diperlihatkan band nya Ma Rainey yang sedang manggung menghibur penonton, dan sedikit eksposisi dari karakternya Chadwick yaitu Levee yang ternyata tengil, ekspresif, dan tentunya sangat berbakat sebagai musisi.
Setelah itu hal yang catchy berikutnya adalah ketika film menampilkan foto-foto. Ada sedikit sentuhan keren pada foto-foto ini yang cukup membuat “Ma Rainey’s Black Bottom” tetap bisa menjaga perhatian penonton hingga masuk ke cerita utama, yaitu saat Ma Rainey dan band bersiap untuk melakukan rekaman di Chicago.
Hal pertama yang di-notice dari film ini adalah production design, kemudian kostum dan make-up, lalu warna, dan kualitas akting para pemain. Dua poin di atas bekerja sama dengan baik untuk memunculkan nuansa jadul Chicago pada tahun 1920. Tonalitas nya seperti biasa, dibuat lebih kuning. Kemudian hal tersebut dipadu padankan dengan kostum yang dikenakan para pemain sehingga menimbulkan kesan tertentu yang mana sudah terasa keren.

Untuk production design, di awal film kita sudah diberikan gambaran mengenai kota Chicago, kemudian tempat rekamannya yang betul-betul membangkitkan kesan klaustrofobik, dan juga properti lain seperti mobil klasik. Akting kemudian langsung masuk dan menjadi primadona film.
“Ma Rainey’s Black Bottom” adalah sebuah potret yang disajikan secara heavy dialogue. Karena itu lah akting menjadi primadona, karena secara ensemble para aktor mampu menampilkan dinamika antar karakter yang enak banget untuk diikuti.
Chadwick Boseman, Colman Domingo, Glynn Turman, dan Michael Potts bagus sekali dalam mengeluarkan dialog demi dialog dari karakter masing-masing. Membangun percakapan yang sangat hidup lewat apa-apa saja yang dibicarakan oleh empat orang ini. Levee tentu saja menjadi pusat perhatian karena sifat-sifat yang tadi sudah disebutkan.
Dan ini cukup tak terduga lewat penampilan Chadwick yang luar biasa. Ia sangat menguasai arena dan berkooperasi dengan mulus kepada seluruh lawan mainnya. Ada beberapa poin penting setelah itu yang bisa kita dapatkan dari obrolan antar anggota band di ruang rehearsal ini. Mulai dari bagaimana perbedaan pemikiran antara generasi yang lebih tua dan generasi muda. Lalu konflik internal dari band itu sendiri terkait lagu andalan mereka, “Ma Rainey’s Black Bottom”.

Hal yang biasanya ditampilkan dalam film yang sarat akan kelakuan bermasyarakat di Amerika Serikat pada masa dulu juga tentu ditampilkan. Poin ini bisa kita lihat secara langsung, yang maba ada yang ditempatkan di awal, pertengahan, bahkan di akhir filmnya.
“Ma Rainey’s Black Bottom” mengangkat soal prejudice masyarakat kepada orang kulit berwarna, lalu bagaimana mereka memanfaatkan kesempatan (dalam kasus ini adalah talenta) dari orang kulit berwarna demi meraup keuntungan. Di sini peran karakter Levee semakin mengundang simpatik.
Secara ‘arc’ dia sih gak berubah. Tetap idealis dan segala macam. Cuman di sisi lain ada sebuah impian yang ingin dicapai oleh musisi dari kelas ekonomi sepertinya. Ini yang mulai dari awal coba digali sedikit demi sedikit dan gong-nya adalah berkaitan dengan eksploitasi tadi plus satu adegan yang mengagetkan.
Terdapat satu item yang penting buat kita perhatikan di karakter Levee. Item tersebut berharga 11 dolar, yang bisa jadi mahal di Amerika Serikat tahun segitu. Item ini adalah simbol atau metafora dari harapan untuk hidup yang lebih baik. Nah ketika harapan itu “dihancurkan”, maka bisa diterka apa yang akan dilakukan sang pemilik harapan selanjutnya.
Ya ibarat kata Chillers di-PHP-in, lah! Pernah kan? Sakit pastinya. Chadwick sendiri bermain begitu apik. Karakternya memang tidak memiliki perkembangan yang wah. Malah lebih ke traumatik. Tapi Levee di sini betul-betul outstanding dengan bakat dan personality-nya. Chadwick bisa membawakan itu, totalitas banget, dan saking berhasilnya, Ia terlihat sebagai karakter utama film ini. Jelas aktingnya lebih berkesan dibanding Viola Davis yang sebetulnya juga menampilkan performa yang jempolan sebagai Ma Rainey.

Ma Rainey sendiri ditampilkan berbeda dengan anggota band-nya, apalagi si Levee. Bukan hanya dari tampilan, namun juga bagaimana Ia diperlakukan. Ma Rainey adalah musisi yang nampak punya bargaining position lebih tinggi. Ini akan membuat dinamika baru dalam film ini sendiri.
Tapi sebetulnya, ada sesuatu yang kurang lebih sama saja dengan apa yang dilakukan terhadap orang kulit berwarna. Cuman caranya saja yang cukup berbeda, karena terlihat secara tidak langsung.
Penampilan Viola Davis sangat powerful, di mana kita bisa melihat karisma dari Ma Rainey yang justru berada di sebuah posisi yang anomali jika dibandingkan dengan diva-diva lainnya. Viola mampu mengeluarkan watak dari Ma yang berkemauan keras dan ini sangat jelas terlihat dari bagaimana Ma Rainey bereaksi atas masalah-masalah yang muncul ketika rekaman.
Film yang kelihatannya sederhana, terkesan “gitu doang”, padahal sebenarnya tidak begitu. Sempit dan tertutup seperti latar tempatnya, tapi ide yang dibawa menunggu untuk dibawa ke dunia luar. Lewat alunan musik blues penonton akan diberikan bagaimana eksploitasi pada mereka yang tidak punya kuasa.
Hal itu kemudian digabungkan dengan hal-hal lainnya. Para aktor betul-betul tampil prima sehingga menontonnya jadi cukup tidak berasa. Tau-tau sudah ada di pertengahan saja. Apalagi nanti ada saatnya film menaikkan tensi dan itu cukup bikin kaget juga. Salah satu film pilihan Barack Obama yang bukan tidak mungkin akan jadi pilihan AMPAS juga nantinya. Setidaknya untuk beberapa kategori yang ada.
Director: George C. Wolfe
Cast: Viola Davis, Chadwick Boseman, Colman Domingo, Glynn Turman, Michael Potts, Jeremy Shamos, Taylour Paige, Dusan Brown, Jonathan Coyne
Duration: 94 Minutes
Score: 8.0/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
Ma Rainey's Black Bottom
Ceritanya mengenai Ma Rainey yang dijuluki "mother of blues". Ia dan band-nya sedang melakukan proses rekaman di Chicago.Semakin ke sini, tensi semakin meninggi diantara Ma Rainey kemudian antar anggota band, dan juga pemilik rekaman.Dengan keruwetan yang mereka alami, apakah rekaman ini masih dapat berjalan dengan baik?