“But, I do know that love, real love, is choosing each other through all of it, every single day. Beginning and middle and end. I know what most people are thinking. Two kids, 3.000 miles apart for four years? No way. They’ll never make it. But we’re not like those other couples, We’re Lara Jean and Peter. And besides, you know one thing 3.000 miles is good for? Writing love letters.” – Lara Jean Covey
‘To All The Boys I’ve Loved Before’ menjadi salah satu film Netflix favorit remaja sejak tahun 2018 lalu. Diangkat dari novel best seller karya Jenny Han, ‘To All The Boys: Always and Forever’ akan menjadi penutup dari trilogi To All The Boys. Michael Fimognari yang ditunjuk sebagai sutradara di installment kedua dan ketiga-nya pun memulai syuting dua film sekaligus secara back to back setelah Netflix memberi lampu hijau untuk mengadaptasi kedua novel lanjutannya.
Tahun ke-3 dan terakhir Lara Jean (Lana Condor) di SMA adalah tahun terberat untuk menentukan masa depan bagi karir dan hubungan asmara-nya dengan Peter Kavinsky (Noah Centineo). Segala rencana mereka untuk menghindari hubungan jarak jauh, harus kandas ketika Lara tidak dapat masuk kedalam universitas yang sama dengan Peter.
Wisata sekolah-nya ke New York pun rupanya semakin membebani remaja 17 tahun ini karena hal tersebut telah membuatnya jatuh cinta pada hiruk-pikuk kota New York di pandangan pertama, sehingga harus memutuskan mengambil universitas yang jaraknya semakin jauh dengan yang Peter ambil. Hubungan mereka pun menjadi berada di ujung tanduk dikala keduanya tidak yakin bahwa LDR (Long Distance Relationship) akan membuat mereka tetap langgeng.


Film terakhirnya kali ini tidak lagi menggunakan bahasan ‘orang ketiga’ dalam hubungan asmara Peter-Lara seperti kedua installment lainnya. ‘To All The Boys: Always and Forever’ mengangkat kisah yang sangat umum terjadi pada semua remaja masa kini di akhir tahun sekolah-nya. Hal itu lah yang membuat plot film ini terasa lebih ‘dekat’ dan realistis dibanding kedua pendahulu-nya. Kedua karakter tersebut harus bertumbuh jika ingin hubungan mereka tetap berjalan, yang mana elemen inilah yang harus diperhatikan filmmaker dalam mengemas transformasi seseorang yang berada di fase remaja menuju dewasa.
Performa Lana Condor dan Noah Centineo terasa cukup baik dalam menampilkan emosi remaja yang labil, namun tetap terasa manis dalam ber-asmara. Masing-masing karakter memiliki momen tersendiri dalam ‘bertumbuh’. Dengan bantuan karakter pendukung di dekat mereka, Lara dan Peter menyadari bahwa mereka juga harus terus ‘maju’ jika ingin tetap bersama.
Pengemasan terbaik ada di momen ketika Lara bertualang bersama Genevieve (Emilija Baranac) dan Chrissy (Madeleine Arthur) mengarungi malam bersama para mahasiswa NYU (New York University). Fimognari berhasil menyalurkan mood kota New York yang tak hanya crowded dengan gemerlap lampu, pejalan kaki, dan kendaraan, namun juga momen eksotis tentang sebuah ‘kota’ yang memiliki banyak cerita didalamnya.


Scoring dan soundtrack yang dikemas tepat pada sekuens tersebut semakin membuat kota New York menjadi tempat yang cocok bagi Lara untuk mengejar mimpinya menjadi seorang penulis, bahkan penonton-pun mungkin bisa dibuat jatuh cinta pada shot-shot kota tersebut, terutama sekuens ‘sofa di dalam subway’.
Tak hanya berfokus pada Lara dan Peter, cerita ringan dari karakter lain-nya pun dibuat untuk mendukung perkembangan karakter utama. Seperti pernikahan ayah Lara Jean dengan tetangganya, adik Lara yang menjalani hubungan LDR dari Korea, juga ayah Peter yang ingin menjalin hubungan lagi dengan sang anak. Masing-masing side story terkemas apik dalam menunjang main line karakter utama untuk terus berkembang.
Mungkin tidak seperti dua film lainnya yang terlalu Teenlit, To All The Boys: Always and Forever mengajak remaja masa kini untuk terus berkembang dalam hubungan asmara, bersikap dewasa dan realis terhadap apa yang akan dihadapi pada sepasang kekasih di masa depan nantinya
Director: Michael Fimognari
Cast: Lana Condor, Noah Centineo, Anna Cathcart, Madeleine Arthur, Janel Parrish, Ross Butler, Trezzo Mahoro, Emilija Baranac, Sarayu Blue, John Corbett
Duration: 109 Minutes
Score: 7.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
To All the Boys: Always and Forever
Sebuah perjalanan akhir menuju ‘kedewasaan’ dalam sebuah hubungan. Terasa realis dengan berbagai momen untuk ‘bertumbuh’ dalam hal psikologis yang terkemas secara alami.Beberapa shot indah kota New York yang berhasil dirangkai secara tepat guna menarik penonton ke dalam ‘pengalaman’ yang dirasakan karakter utama.Side story dan beberapa quote bagus untuk menunjuang konklusi akhir film yang menyadarkan penonton akan pentingnya bersikap dewasa dalam memutuskan pilihan yang bijak untuk masa depan.