“The Great Socialist himself is said to have embezzled one billion rupees from the Darkness, and transferred that money into a bank account in a small, beautiful country in Europe full of white people and black money.” – Aravind Adiga
India sebagai negara dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, namun ketimpangannya juga luar biasa. Serupa dengan Indonesia, kita bisa melihat kekontrasannya hanya dalam sejengkal pandangan di kota-kota besar sekalipun. Dalam sistem masyarakatnya, ada sebuah sistem yang juga serupa yaitu mengenai pemanfaatan sumber daya manusia. Majikan dan pembantu.
Oke lah, ini sebetulnya juga dimiliki oleh negara-negara lain, tidak hanya di Indonesia saja. Cuma di India, posisinya lebih unik karena selain profesi tersebut, ada juga atribut lainnya yang menyertai yaitu kasta. Ketika seseorang sudah berada di kasta yang bawah, maka ia dan keluarga akan selamanya berada di sana. Tapi maap maap aja nih, hal itu tidak berlaku bagi Balram (Adarsh Gourav).

Film ini menampilkan apa yang biasanya suka ditampilkan film India, apalagi yang masuk ke festival internasional, yaitu mengenai kemiskinan. Kita akan melihat bagaimana Balram yang aslinya siswa yang pintar, gagal meraih impian untuk belajar di Delhi.
Ia malah jadinya menghabiskan waktu sebagai pemecah batu arang. Hingga suatu hari datang landlord kampung halamannya dan di situ lah Balram melihat kesempatan untuk memperbaiki nasib. Balram kemudian mempelajari apa yang dibutuhkan dengan tujuan menjadi sopir nomor satu dari anak sang Landlord, Ashok (Rajkummar Rao).

Menonton dari awal hingga pertengahan, “The White Tiger” kembali mengingatkan kita pada konteks masyarakat kelas bawah di film “Hotel Mumbai”. Saat itu karyawan yang ada di Hotel Intercontinental tidak keluar hingga seluruh tamu yang ada bisa selamat. Nah kepatuhan dan keloyalan terhadap master nya ini lah yang coba dimunculkan lewat akting yang meyakinkan dari Adarsh Gourav.
Di tahap konfrontasi Ia berhasil menampilkan bagaimana setianya seorang servant dan usahanya dalam melakukan yang terbaik. Ini akan membuat kita jadi semakin penasaran sama perkembangan karakternya, ketika sesuatu yang buruk terjadi. Suatu kemarahan akibat tragedi yang berpadu dengan satir. Pertanyaannya, apakah dua hal itu bisa membuat “The White Tiger” lebih baik?
Tentu tidak juga. Ada kelemahan besarnya. “The White Tiger” memiliki taruhan yang jelas dari segi struktur. Film menggunakan alur yang sebetulnya sudah menjadi isyarat bahwa film akan nyeleneh yaitu alur maju mundur yang sangat terasa. Non-linier itu sudah pasti. Kemudian yang berikutnya adalah, penonton sudah tahu akhir dari film ini sehingga “The White Tiger” mengangkat bagaimana prosesnya ini berjalan.
Dari titik ini aja, kita sudah bisa melihat film memainkan kartu berisiko karena menunjukkan apa yang menjadi akhir itu bukan sesuatu yang semua penonton bakal suka. Kemudian dari sana film masuk pada poin kedua pertaruhannya yaitu adalah dengan menempatkan narator yang merupakan Balram itu sendiri. Creative decision ini adalah yang paling paten, apalagi dalam beberapa scene narator itu sendiri bakal melanggar tembok keempat dengan berbacara langsung kepada penonton.

Resikonya adalah, film akan kesulitan untuk membawa penonton masuk ke dalam dunia cerita yang ada di “The White Tiger”. Meski apa yang ditampilkan itu seru dan bagus, namun kita akan selamanya akan dianggap sebagai orang luar. Penampakan sang narator bukan hanya sekali saja, namun beberapa kali. Hal ini pasti akan membuat sebuah pembeda dalam dimensi penonton ketika menikmati filmnya.
Mereka akan sadar secara konstan bahwa mereka berada di dunia yang berbeda dengan dunianya Balram. Meski begitu “The White Tiger” memang mampu menampilkan realita antara kesulitan dan ketimpangan hidup secara gamblang. Hal tersebut lalu didukung oleh beberapa dialog yang muncul dengan beberapa dialog diantaranya merupakan dialog yang diucapkan oleh sang narator.
Dinamika hubungan antara karakter Balram dan Ashok menjadi penting mengingat ini adalah film yang membahas soal kelas sosial dan mereka berdua adalah representasi kelas tersebut dalam film ini. Kalau dilihat-lihat, hubungan antara keduanya tuh sebetulnya baik. Ashok yang lama di luar negeri memiliki pemikiran yang berbeda dibanding ayah dan kakaknya.
Ia memperlakukan Balram dengan baik meski terdapat batasan-batasan yang tak dapat dihindari. Konflik yang muncul diantara mereka pun ada, namun belum cukup untuk menjadi alasan yang kuat dari apa yang akan dilakukan Balram pada tahap resolusi. Mungkin lebih tepat ke karma. Arahnya masih lebih kuat kepada keinginan Balram sendiri, seekor ayam yang ingin keluar dari coop-nya dan menjadi makhluk bebas.

“The White Tiger” ini emang blak-blakan dan itu menarik. Seperti menunjukkan bahwa di India sana kalau lo udah start dari posisi bawah, maka cara untuk mengubahnya kalo gak dari kejahatan ya dari politik. Untuk poin kedua ada sedikit kaitannya dengan tokoh kampung halaman yang diidolakan oleh Balram.
Muatan politik di sini pun cukup berpengaruh ya, karena berkaitan dengan keluarga Ashok. Lalu terdapat satu lini yang ngena banget di mana sangat sulit sebetulnya untuk menjadi seorang yang hidup susah di sebuah negara demokrasi. Itu ngena banget sih, tentunya juga buat kita yang ada di Indonesia.
Bagaimana “The White Tiger” menampilkan India dalam melihat perbedaan dan bagaimana mereka memiliki pandangan mengenai hal itu, semua ditampilkan dengan jelas di dalam film dan ini yang memang ditunggu-tunggu. Walaupun di sisi lain cara bertuturnya tidak bisa dikatakan mampu membuat kita masuk ke dalam filmnya, namun di sini kita mampu ‘ngeh’ sama sebuah studi karakter yang unik karena pengalaman yang Ia dapatkan dan asik juga.
Nah, kenapa mengasyikkan? Mostly karena film tidak terlalu berpaku menjadi sesuatu yang serius dan berat. Turns out, “The White Tiger” menjadi sebuah social-satire yang tampil stylish lewat pembawaan yang dinamis dari sutradara Ramin Bahra. Belum lagi ada lucu-lucunya juga. Kita sendiri pun masih cukup terkejut ketika “Feel Good inc.” nya Gorillaz diputar. Dengan kesuksesan film seperti “Parasite” di kancah internasional, harusnya “The White Tiger” bisa disukai juga.
Director: Ramin Bahrani
Cast: Adarsh Gourav, Rajkummar Rao, Priyanka Chopra, Nalneesh Neel, Mahesh Manjrekar, Vijay Maurya, Kamlesh Gill, Vedant Sinha
Duration: 128 Minutes
Score: 7.5/10
(Editor: Juventus Wisnu)
WHERE TO WATCH
The Review
The White Tiger
'The White Tiger' bercerita tentang seorang pengemudi India yang ambisius menggunakan kecerdasan dan kelicikannya untuk keluar dari kemiskinan dan naik ke puncak. Perjalanan yang sangat epik berdasarkan buku terlaris di New York Times.