“There are some things we just can’t succeed at no matter how hard we try.” – Basil Brown.
Penggalian harta karun memiliki banyak sisi menarik. Mulai dari hartanya, kemudian apa saja yang melatari penggalian tersebut, hingga bagaimana penggalian ini penting bagi masa depan sebuah komunitas.
Nah kali ini, sebuah penggalian bersejarah di Inggris yaitu “Sutton Hoo” difilmkan dengan judul “The Dig”. Film yang ditayangkan di Netflix ini kembali mempertemukan kita dengan aktris Carey Mulligan. Ia sebelumnya bermain luar biasa di film “Promising Young Woman”.
Carey di film ini berperan sebagai Edith Pretty, seorang janda beranak satu yang tinggal di sebuah mansion. Ia ceritanya menyewa jasa seorang arkeolog yaitu Basil Brown (Ralph Fiennes), untuk melakukan sebuah penggalian di sebidang tanah yang Nyonya Pretty miliki. Basil awalnya dibantu oleh dua orang. Ketika sebuah penemuan besar muncul ke permukaan, penggalian ini menjadi terkenal dan terdapat pihak ketiga yang mulai berdatangan.

Film sejarah ini bisa membuat kita penasaran sama apa yang sebenarnya terjadi di penggalian Sutton Hoo, yang mana dikenal sebagai salah satu penemuan arkeologi terbesar dalam sejarah Inggris. Udah gitu, penggalian ini juga memiliki konteks latar waktu yang unik karena dilakukan dekat-dekat Perang Dunia. Para penggali harus bergegas, baik dalam hal ekskavasinya maupun pengambilan keputusannya.
Tepat, film “The Dig” tanpa berbasa-basi masuk dari cerita Basil dan juga Nyonya Pretty. Bagaimana mereka bertemu dan berkomunikasi satu sama lain sangat vital dalam pengembangan unsur naratif.
Hal ini juga bermaksud untuk menggali pedalaman atau eksposisi karakter. Penonton bisa melihat secara mudah interseksinya antara Nyota Pretty degan Basil. Akting Carey Mulligan kembali tampil luar biasa dalam menampilkan eksposisi Nyonya Pretty. Jauh banget pasti kalau dibandingkan di “Promising Young Woman”, di mana Nyonya Pretty memiliki sesuatu yang tak bisa ia dapatkan.
Kemudian dari tampilannya di film juga jelas sekali kondisi yang dialami Nyonya Pretty. Ini membuat karakternya semakin kuat saja dan bisa meraih simpati penonton. Poin soal hak yang tak bisa ia dapat yang kemudian membuat Nyonya Pretty mempekerjakan seorang arkeolog handal namun tidak, istilahnya, resmi.
Ya, Basil Brown itu punya pengetahuan yang gokil soal ekskavasi dan sejarah namun Ia mempelajari semuanya secara otodidak. Bergerak sendiri, tanpa membawa embel-embel museum bersamanya.

Nah kalau sudah bawa-bawa ini berarti kita akan ngomongin soal perintilan yang ada di dalam film. “The Dig” tidak lupa menampilkan apa-apa yang menjadi warna disamping penggalian. Tensi pun sempat dibangun dari sana mulai dari polemik yang muncul ketika penggalian Sutton Hoo mulai menampakkan hasil.
Meski rasanya film tidak menunjukkan bagaimana akhir dari tensi yang menyangkut polemik-polemik ini, setidaknya di paruh pertama ‘spark’ nya sudah berasa. Justru hal yang diluar dugaan terjadi pada awal paruh kedua. Hubungan antara Basil dengan Nyonya Pretty memudar. Bahkan Basil benar-benar menghilang.
Fokus tau-tau berganti pada kemunculan dua karakter baru, yang mana salah satu diantaranya akan menjalin hubungan dengan karakter pendukung lain yang sudah ada sebelumnya. Ini sangat berisiko karena selain tidak berhubungan secara langsung dengan penggalian, bisa saja membuat “turn down” penonton akibat hubungan yang terjalin.
Masuk ke bagian inti, film bisa membuat penonton excited lewat proses penggaliannya. Film menampilkan bahaya yang mungkin digunakan sebagai efek drama, kemudian sampai ke hal-hal yang mendetail lainnya ketika penggalian ini dilakukan bersama-sama.
Jangan berharap bahwa kita akan dikasih, misalkan, montage tentang proses penggalian. Sepertinya “The Dig” tidak ingin menajdi film se-stylish itu. Cuma penonton bisa seenggaknya tahu bagaimana sih yang biasanya dilakukan oleh penggali mulai dari alat yang mereka gunakan tuh apa, lalu kalau sudah menemukan sesuatu bagaimana ditaronya, lalu kalau hujan itu penanganannya gimana, itu semua ditunjukkan.

Belum lagi scene yang menampilkan ketika barang demi barang mulai ketemu sama para penggali itu. Shot nya kerap memperlihatkan tangan para penggali yang sedikit demi sedikit mengeluarkan tanah yang menutupi barang-barang teresebut.
Untuk konteks sejarahnya sendiri tidak sampai dijelaskan panjang lebar juga. Cukup me-mention kata kunci seperti “Anglo Saxon”, “Viking”, dan lain-lain. Satu-satunya scene yang menunjukkan sejarah secara ekstensif dalam film ini ada menjelang tahap resolusi.
Di situ kita bisa mendapatkan inti dari bagaimana efek penggalian ini terhadap upaya masyarakat Inggris Raya dalam memahami masa lalu dan nenek moyangnya. Itu saja. Sisanya mungkin Cilers tertarik mencari lebih lanjut di internet. Justru yang ternyata gak kalah berasa adalah sejarah soal Perang Dunia. Film dapat menyambungkan hubungan antara ekskavasi ini dengan event perang tersebut, baik secara internal maupun eksternal.
Dalam segi internal, efek dari perang ini bakal berasa untuk keluarga Nyonya Pretty, tepatnya dari salah satu karakter pendukung dari keluarga tersebut. Efek dominonya bisa kita rasakan tanp perlu didramatisir macam-macam. Kemudian dari segi eksternal, tentu diperlukan upaya-upaya agar situs yang sudah digali susah-payah ini bisa tetap aman jika Inggris mendeklarasikan perang melawan Jerman.
Secara verbal, poin ini jelas sekali disinggung, dan secara perbuatan hal yang paling mengena tenang ini adalah di bagian akhir. Di situ kita akan melihat bagaimana Basil Brown dan dua penggali lainnya yang sudah membantu Dia dari awal mengusahakan sesuatu.

Dibantu dengan teks yang muncul, jelas sudah apa yang menjadi tujuan mereka melakukan hal ini. Tapi sebetulnya ‘gelagat’ sudah bisa tercium dari jumlah scene yang ditampilkan, di mana terdapat scene yang menggambarkan apa yang dilakukan arkeolog jika ingin melakukan “itu”.
Drama yang menunjukkan hubungan kuat dan cukup membekas antara dua orang dari dunia berbeda. Apalagi scene yang menjadi gong-nya bisa bikin kita meneteskan air mata. Gak menye-menye, namun menyentuh banget. Kemudian proses ekskavasinya juga terkesan kalem tapi oke dalam meng-highlight temuan baru dan menampilkan hal-hal penting lainnya. Itu juga patut diapresiasi.
Meski begitu, memang ada beberapa pertanyaan mengenai polemik yang, sudah ditampilkan namun masih kurang greget. Kemudian yang jadi permasalahan besar adalah masuknya plot baru di pertengahan yang betul-betul sukses mendistraksi cerita sebelum kembali ke jalan yang benar.
Karakter utamanya sempet ngilang, chemistry yang sudah dibangun dari awal juga ngilang. Untungnya ya balik lagi. Secara mise-en-scene, film ini sudah mantap. Tidak hanya kelihatan cantik, namun juga berhasil menangkap vibes tahun 30-an dengan baik.
Director: Simon Stone
Cast: Ralph Fiennes, Carey Mulligan, Johnny Flynn, Lily James, Ben Chaplin, Ken Stott, Monica Dolan
Duration: 112 Minutes
Score: 7.3/10
WHERE TO WATCH
The Review
The Dig
'The Dig' menggambarkan sebuah penggalian bersejarah di Inggris yaitu "Sutton Hoo" yang ditayangkan di Netflix. Film ini kembali mempertemukan kita dengan aktris Carey Mulligan. Ia sebelumnya bermain luar biasa di film "Promising Young Woman".Carey di film ini berperan sebagai Edith Pretty, seorang janda beranak satu yang tinggal di sebuah mansion. Ia ceritanya menyewa jasa seorang arkeolog yaitu Basil Brown (Ralph Fiennes), untuk melakukan sebuah penggalian di sebidang tanah yang Nyonya Pretty miliki. Basil awalnya dibantu oleh dua orang. Ketika sebuah penemuan besar muncul ke permukaan, penggalian ini menjadi terkenal dan terdapat pihak ketiga yang mulai berdatangan.Film sejarah ini bisa membuat kita penasaran sama apa yang sebenarnya terjadi di penggalian Sutton Hoo, yang mana dikenal sebagai salah satu penemuan arkeologi terbesar dalam sejarah Inggris.