Didi Kempot adalah musisi yang sangat dihormati dan dicintai. Lagu-lagu campur sarinya kerap menemani kita dari masa sekolah hingga sudah bekerja. Kisaran dua atau tiga tahun yang lalu nama Didi semakin santer terdengar, yang diawali dari semacam fenomena anak muda di daerah Jawa Tengah.
Bak bola salju, tren ini semakin membesar hingga menjangkiti satu Indonesia. Sayang, Didi Kempot harus pulang lebih dulu pada tanggal 5 Mei 2020. Kematian sang penyanyi yang sangat mendadak ini, sangat membuat hati bersedih bagaimana tidak, ia adalah figur yang menjadi penguat kita, terutama generasi muda, agar bisa lebih baik lewat lagu-lagunya.
Kini, dalam mengenag karya-karya almarhum, Netflix Indonesia menghadirkan sebuah film romansa yang berjudul “Sobat Ambyar”.
Perlu diketahui lebih dulu bahwa ini bukanlah film yang menceritakan kehidupan atau biografi Didi Kempot. Meski memutarkan lagu-lagunya, namun film “Sobat Ambyar” ini berpusat pada sebuah kisah cinta. Seorang pemiliki kafe bernama Jatmiko (Bhisma Mulia), bertemu dengan wanita cantik yaitu Saras (Denira Wiraguna).

Bhisma pun jatuh cinta pada pandangan pertama. Film kemudian menampilkan bagaimana kisah cinta itu bergulir, yang mana pasti kisah cinta ini sangat berhubungan dengan apa yang biasa dialami oleh para Sobat Ambyar dalam menikmati lagu-lagu Didi Kempot.
Melihat dari segi konteks, “Sobat Ambyar” memberikan suatu kelokalan yang bagus. Meski fenomena Didi Kempot sudah menjangkiti satu negara, namun baik bagi kita untuk mengetahui awal-mulanya. Kok bisa sih, almarhum memberikan influence yang begitu besar, terutama pada anak-anak muda.
Hal pertama yang terlihat secara nyata adalah terjadinya sebuah budaya di mana kita menerima patah hati dengan cara dijogeti. Lewat lagu berbahasa Jawa yang liriknya dekat dan bisa membuat kita sing along, cara ini ternyata ampuh banget buat banyak orang melampiaskan rasa sakitnya.
Kemudian yang kedua, ternyata ada yang tidak kalah keren daripada itu. Hal ini menyangkut budaya yang dijalankan di Jateng, meski tanpa kehadiran Didi Kempot.
Di dalam film, hal ini ditampilkan dalam sebuah scene, di mana Jatmiko menyelenggarakan sebuah acara stand-up di kafenya. Nah yang menarik, stand-up ini bukan berisi komedi, namun curhatan para pasukan patah hati. Dari info yang penulis dapat, ini semacam sharing session yang berujung pada menyanyikan lagu patah hati rame-rame. Kumpul-kumpul geng patah hati lah, istilah kata.
Ini selain unik dan membantu memperkuat fondasi konteks dalam cerita, juga mengingatkan kita sebagai penonton pada salah satu fungsi manusia yaitu hidup bermasyarakat, hidup dalam komunitas yang saling membantu satu sama lain.

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan dan dalam urusan patah hati, cukup penting bagi kita untuk mengetahui bahwasanya kita tidak sendiri. Asiknya, dalam scene tersebut ditampilkan Jatmiko yang “belum merasakan” karena tahap-tahap awal konflik.
Masuk ke percintaan, awalnya kisah romansa antara Jatmiko dan Saras ini dibangun lewat buid-up yang baik. Bagaimana Jatmiko jatuh hati, kemudian berkenalan, lalu bagaimana tanggapan dari Saras, itu semua nampak dan bahkan diwarnai pula oleh humor dari karakter pendukung seperti Kopet (Erick Estrada), temannya Jatmiko dari kecil.
Di sini kita juga bisa merasakan bagaimana pihak laki-laki itu lebih inferior dibanding perempuan. Dalam beberapa scene ditunjukkan bahwa Jatmiko bukanlah karakter yang men-drive hubungan, melainkan Saras. Ini mengingatkan kita pada apa yang dinamakan “Superiority Gap” oleh sutradara filmnya yaitu Bagus Bramanti.
Dalam sesi roundtable bersama media, Bagus mengungkapkan bahwa ia mau mentranslasikan “Superiority Gap” tadi di film “Sobat Ambyar” ini. Bagus pun bilang bahwa referensi yang menjadi acuan antara lain adalah “500 Days of Summer” (2009). Dari sana Bagus mentranslasikan gimana laki-laki itu kalah superior dengan orang yang ia cintai atau idam-idamkan. Ia anti sampai pada sebuah titik di mana ia sudah obsessed dan akhirnya menyakiti diri sendiri.
Untuk membangun itu, maka siap-siap, di awal aka nada beberapa scene atau momen yang Cilers bisa katakan ini bakal bikin Jatmiko sudah berada di posisi inferior tersebut. Sayangnya, penceritaan soal inferior tersebut tidak disertakan dengan alasan yang kuat juga dari karakter perempuannya.

Kalau dilihat dari segi hiburan, tentu apa yang dilakukan Saras membuat ambyar, namun hal ini tidak memiliki kausalitas yang jelas. Apalagi ketika Saras kembali ke Solo kemudian bertemu Jatmiko.
Apakah Saras memang di-setting seperti ini? Rasanya jahat sekali sampai membuat patah hati yang tidak beralasan. Pdahal seperti yang kiyta singgung di awal, karakter ini lah yang menjadi kunci dari move-move kisah cinta antara dirinya dengan Jatmiko. Apakah ini dimaksudkan untuk menyindir laki-laki yang mungkin di kenyataannya lebih sering melakukan apa yang Saras lakukan di dalam film?
Tidak ada yang tahu pasti. Cuman, keanehan Saras memang sudah tercium dari pertengahan masa. Tepatnya ketika ia secara mendadak perlu kembali ke Surabaya untuk beberapa waktu. Secara logika sih, harusnya ia memberi tahu dulu ke Jatmiko kalau Ia akan pergi, cuman ya itu lah. Saras ngabarinnya mendadak sekali.
Meski begitu di akhir film ada hal yang oke. “Sobat Ambyar” seperti memberikan kita pesan bahwa, tidak semua yang buruk itu memberikan impact yang buruk seutuhnya. Pasti ada hal positifnya juga. Ini lah yang membuat karakter Jatmiko bertumbuh, meski ya namanya juga manusia pasti akan merasa sedih juga.
Dengan perkembangan Jatmiko yang seperti itu, hal ini membuatnya menyamakan kedudukan dari yang awalnya kalah 3-0 oleh Saras. Memang, kondisi terburuk bisa membuat kita mendapatkan sesuatu yang terbaik.
Ngomongin soal kondisi terburuk, biasanya ini digunakan sebagai awalan untuk memasuki tahap resolusi. Nah walaupun dalam menciptakan kondisi terburuk film ini sudah mantap karena memasukkan unsur pertemanan dan keluarga yang retak, tahap resolusinya bisa dikatakan sebentar, karena konflik dari percintaannya Jatmiko dan Saras lumayan ruwet.

Meski begitu, karakter yang ditetapkan sebagai trigger-nya sih pas ya, yaitu Didi Kempot itu sendiri. Sesuatu yang bisa diprediksi dan sesuai harapan, karena memang Didi Kempot sudah dianggap sebagai sosok yang bisa kembali menyemangati jiwa-jiwa yang telah hancur. Jadi ini wajar-wajar saja.
Yang jadi agak mengagetkan adalah jika kita awalnya menganggap ‘Sobat Ambyar’ memiliki muatan musikal yang kental. Nope, ternyata tidak begitu. Musical number tercatat muncul sekali, dengan timing yang tepat.
Di situ penonton kemudian akan dibawa ke konser Didi Kempot yang memang tepat ditempatkan sebagai penutup filmnya. Sesuai dengaan apa yang almarhum sampaikan: Patah hati ya dijogeti.
Director: Charles Gozali, Bagus Bramanti
Cast: Bhimsa Mulia, Denira Wiraguna, Erick Estrada, Mo Sidik, Emil Kusumo, Dede Satria, Asri Welas, Didi Kempot
Duration: 101 Minutes
Score: 7.5/10
WHERE TO WATCH
The Review
Sobat Ambyar
Sobat Ambyar mengisahkan seorang pemuda yang patah hati untuk yang kesekian kalinya gara-gara sang pacar memanfaatkannya. Kini drama percintaan yang hadir menyayat hati ini hadir dengan musik Didi Kempot