“When you pray, do you get a response?” – Amanda.
Film yang pertama kali rilis di beberapa festival internasional sejak 2019 ini memang diharapkan rilis pada 2020 silam, nyatanya film ini baru bisa masuk pertengahan bulan ini lewat beberapa VOD, diantaranya Amazon Prime.
‘Saint Maud’ yang merupakan film bergenre horor psikologi ini dibuat sepenuhnya di Inggris dan tayang perdana dalam Festival Film Internasional Toronto di tahun 2019 lalu. Film ini juga merupakan debut penyutradaraan dari Rose Glass yang sekaligus berperan dalam penulisan naskahnya.
Film ini menceritakan seorang perawat bernama Katie mengalami insiden traumatis di tempat kerjanya. Waktu berlalu, Katie sekarang menyebut dirinya sebagai Maud dan setelah kejadian tersebut hidupnya berubah menjadi lebih religius.

Ia memutuskan meninggalkan pekerjaannya di rumah sakit setempat dan bekerja sebagai seorang perawat paliatif pribadi di sebuah kota di tepi pantai Inggris. Dia menjadi perawat untuk Amanda yang sakit parah, mantan penari dan koreografer terkenal.
Maud lalu menjadi terobsesi dan percaya bahwa ia diutus oleh Tuhan untuk menyelamatkan jiwa Amanda. Tetapi segalanya mulai menjadi rumit ketika kekuatan jahat dan masa lalunya yang penuh dosa mulai mengancam panggilan sucinya tersebut.
‘Saint Maud’ adalah film yang menggunakan elemen horor untuk mengeksplorasi trauma dan pengaruhnya terhadap pikiran, mental dan tubuh. Hasil dari eksplorasi inilah yang menjadikan film bertema horor psikologis ini mempunyai daya pikat yang cukup kuat.
Film yang memakai pendekatan melalui penggabungan horor dan agama memang bukanlah tema baru di genre seperti ini. Di mana kebanyakan film sejenis memakai pendekatan “biasa” yang langsung berhubungan dengan hal-hal eksorsisme dan juga berhubungan dengan sang setan itu sendiri.
Sebaliknya dalam Saint Maud dan debutnya sebagai sutradara, Rose Glass membuat sesuatu yang baru dalam konstruksi narasi yang ditulis olehnya. Narasi yang mengikuti kehancuran psikologis dari seorang perawat yang sangat religius dan mempunyai obsesi untuk menyelamatkan jiwa pasiennya yang sakit parah. Narasi yang dipenuhi oleh kecemasan, sakit hati dan juga segala seseatu yang berkaitan dengan yang ilahi.

Plot cerita yang ditulis oleh Glass sendiri menempatkan penonton untuk terus menerus menebak sampai adegan terakhir dalam film. Glass secara cerdik mempertahankan ambiguitas terkait hubungannya dengan Tuhan. Tidak pernah jelas apakah Maud benar-benar mendapat wahyu atau penglihatan secara ilahi atau hanya sekedar halusinasinya belaka.
Film ini secara jelas dan nyata mengaburkan batas-batas realitas yang membuat para penontonnya mendapatkan pengalaman visual yang lumayan mengerikan. Film ini tidak mempertunjukkan ketakutan-ketakutan yang terjadi secara jelas tetapi justru memperlihatkan kengeriannya melalui ambiguitas dan elemen-elemen psikologis yang saling melengkapi hingga akhirnya menciptakan ketakutan yang mendalam.
Film ini bercerita melalui sudut pandang Maud. Maud selalu ada di setiap adegan, karena dalam setiap adegan menarik kita lebih dalam ke dalam pikiran Maud. Melalui kilas balik, mimpi-mimpi dan juga ketika ia mendapatkan “penglihatan” secara ilahi. Hal itu secara perlahan semakin mengungkapkan siapa Maud sebenarnya, siapa dia sebenarnya sebelum melakukan pertobatan dan siapa sebenarnya dia yang sekarang.
Morfydd Clark yang berperan sebagai Katie atau Maud cukup brilian memainkan emosi penonton sebagai seseorang yang tenang, religius tetapi juga kesepian, obsesinya terhadap keyakinannya membuatnya ia tampil sebagai seseorang yang saleh tetapi sekaligus ia bisa tampil penuh ancaman. Penampilan Clark yang saleh juga dapat diimbangi oleh kinerja yang bagus dari Jennifer Ehle sebagai Amanda yang mempunyai sisi kehidupan yang kontras dengan Maud.

Ehle tampil cukup meyakinkan memerankan Amanda yang masih dipenuhi dengan semangat, ambisi, tetapi kadang sinis dan hedonis. Hubungannya Maud dan Amanda selalu sarat ketegangan, mereka dipersatukan oleh kesepian dan dipisahkan oleh perbedaan keyakinan.
Glass tidak hanya sukses membangun ketegangan dan ketakutan penonton lewat ketidaknyamanan psikologis secara naratif. Glass juga cukup lihai memakai unsur lingkungan yang ada, seperti pantai yang hancur, lokasi rumah Amanda yang cukup tua dan suram.
Dibantu juga dengan efek warna yang muram, serangkaian suara yang rendah dan kadang hening. Semua itu membantu menciptakan suasana yang tidak nyaman dan seakan juga menggambarkan kerapuhan dari jiwa Maud itu sendiri. Saint Maud pada intinya adalah film yang bukan bercerita tentang agama atau bahkan tentang benar atau salah. Tetapi tentang bagaimana trauma seseorang membuka jalan baginya untuk mencari agama dan Tuhan untuk mendapatkan penebusan dan pengampunan.
Dan pada akhirnya jika seseorang mempunyai keyakinan berlebihan hal tersebut setara dengan kegilaan.
Director: Rose Glass
Cast: Morfydd Clark, Jennifer Ehle, Lily Knight, Lily Frazer, Turlough Convery, Rosie Sansom, Marcus Hutton
Duration: 84 minutes
Score: 7.2/10
The Review
Saint Maud
'Saint Maud' menceritakan sesuatu yang baru dalam konstruksi narasi yang ditulis olehnya. Narasi yang mengikuti kehancuran psikologis dari seorang perawat yang sangat religius dan mempunyai obsesi untuk menyelamatkan jiwa pasiennya yang sakit parah.Narasi yang dipenuhi oleh kecemasan, sakit hati dan juga segala seseatu yang berkaitan dengan yang ilahi.