“You may be a man, but if you ever threaten, touch, or spit on me again, I will grab your dick and balls, and I will rip them clean off.” – Marla Grayson.
Rosamund Pike adalah salah satu aktris Hollywood yang sangat kuat branding-nya. Dalam artian, dia ini personanya cocok untuk mainin karakter seperti apa. General audience memang mengenalinya pertama kali lewat “Gone Girl”, ya. Penampilannya di situ luar biasa. Cuman setidaknya akhir-akhir ini Pike mencoba untuk meluaskan range-nya dari sesosok karakter yang misterius dan “devil”-ish menjadi sosok wanita yang juga memancarkan kekuatan juga.
Ini terlihat dari dua film biopik yang ia perankan yaitu di “Radioactive” sebagai Marie Curie dan “A Private War” sebagai jurnalis perang Marie Colvin. Nah di sini, Pike menggabungkan dua unsur tadi dalam satu karakter penipu yang bernama Marla Grayson. Ia adalah seorang ‘legal guardian’ yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mengurusi orang-orang lansia. Liciknya, Marla menggunakan kesempatan ini untuk kepentingan pihaknya sendiri.
Suatu hari, Marla mendapatkan korban seorang nenek yang tinggal sendirian, memiliki banyak harta, dan tidak memiliki satu pun keluarga. Marla pun langsung bergerak cepat untuk menghantar sang nenek ke panti jompo.

Marla gak tau kalau nenek ini bukan nenek biasa. Ya bayangin aja, Cilers! Udah kaya raya, hidup enak, tapi gak punya satu pun keluarga? Ya kali gak fishy. Benar saja, beberapa hari setelahnya, seorang supir taksi mengetuk pintu rumah sang nenek dan ternyata si nenek kaya ini udah gak ada di sana. Supir taksi itu pun melaporkan kejadian aneh ini kepada atasannya yang tentu saja bukan orang sembarangan.
Entah apa jadinya “I Care A Lot” kalau peran Marla Grayson tidak diperankan oleh Rosamund Pike. Pasalnya, karakter utama yang satu ini sama sekali tidak memiliki eksposisi yang cukup. Oke lah, kita tahu kerjaan Marla tuh ngapain. Kemudian dia sudah sesukses apa sekarang. Sifatnya juga sangat jelas terlihat.
Cuman masalahnya adalah, terkait sifat, mengapa Marla bisa segitu kuat dan greedy-nya? Apa yang melatari ini? Tidak jelas. Tidak ada, bahkan. Semuanya langsung dikasih tahu saja kalau Marla itu A B C D dan seterusnya. Ini jelas bukan awal yang baik karena penonton akan sulit untuk masuk ke karakter Marla.
But hey, tunggu dulu. Tadi sudah dibilang kan, bahwa film ini sangat beruntung memiliki Rosamund Pike karena modelan karakter begini memang cocok untuk dia perankan. Seenggaknya awalnya mungkin butut, tapi proses ke depannya tidak.
Memgapa demikian? Karena Pike berhasil menerjemahkan tuntutan naratif dari karakter ini sehingga jahatnya Marla itu bisa memengaruhi penonton. Keyakinannya akan apa yang dikerjakan begitu kuat, dan Marla pun fearless juga. Enggak takut sama siapa pun. Cocok kan untuk diejawantahkan sama seorang Rosamund Pike. Kita bisa melihat karakter yang sangat konsisten dari awal sampai akhir.
Kelemahannya? Jelas. Arc yang kurang begitu menarik, saking konsistennya hingga Marla tidak mengalami perubahan berarti. Cuman poin yang menjadj konsistensinya ini adalah sifat greedy dan fierce. Dua sifat yang bisa jadi tidak membosankan untuk dilihat. Film tahu bahwa Marla ini emang bener-bener licik jadi itu aja terus yang dimanfaatkan sehingga menimbulkan pro dan kontra mengenai aspek karakterisasinya.

Meski begitu, ada yang menarik dari Marla yaitu relationship-nya dengan sang rekan, Fran (Eiza Gonzalez). Berkaitan dengan sifat Marla yang fearless, ia juga akan berjuang sekuat tenaga untuk menjamin kemanan orang yang ia cintai. Rasa ini bisa ditampilkan dengan baik lewat kolaborasi akting kedua aktrisnya.
Sayang, biasanya kan film-film macem begini ada tipu-tipunya. Hal ini dirasakan masih kurang gereget. Pun juga dengan awal tahap resolusi, di mana film sangat bergantung pada sesuatu yang namanya kebetulan. Ini sedikit banyak mengurangi keasyikan menonton karena, ayolah, masa kayak gitu doang sih?
Kalaupun Marla sudah merencanakannya, seharusnya film menunjukkan kepada penonton di bagian penjabarannya. Cuman ya, hal ini tidak dilakukan sehingga muncul anggapan penulis bahwa awal tahap resolusi itu sangat bergantung pada luck. Di sini padahal bisa-bisa saja dimasukkan unsur action sedikit mungkin. Jadi lebih menarik.
Tipu-tipunya biasa saja. Kita tidak dapat melihat ancaman yang seenggaknya selevel lah tingkat evil-nya dengan akal bulus dan intimidatifnya Marla. Peter Dinklage berakting dengan baik, namun masih kalah kuat dengan Pike. Walhasil, ini justru menjadikan Pike sebagai karakter yang hampir over power.
Dalam menuju akhir tahap konfrontasi, lagi-lagi film memanfaatkan keberuntungan dalam membangun intensitasnya. Yang terlihat justru karakter Marla yang semakin kuat bahkan dalam posisi yang lemah. Bukannya kita melihat seorang karakter yang terancam dan putus asa, Rosamund Pike membuat Marla Grayson semakin berbahaya. Ini tentu hal yang tidak lazim ya. Cuman bisa saja film memang ingin menampilkan karakter yang sepertu itu.
By the way, selain akting yang oke banget dari Pike, satu hal lagi yang tidak boleh luput adalah bagaimana “I Care A Lot” merancang baju-baju yang Marla kenakan. Profesi ‘legal guardian’ memang masih asing di Indonesia, jadi kita sendiri belum bisa mendapatkan gambaran yang mewakili profesi ini seperti apa.

Celah ini dimanfaatkan dengan baik oleh film sehingga bisa dibilang ‘legal guardian’ sama dengan businessman kali ya. Soalnya tampak dari baju dan asesoris yang dikenakan oleh Marla kelihatannya berkelas. Perpaduan nya juga asik. Ada yang pakai stiletto, ada yang pakai sneakers, belum lagi kacamatanya dan vape yang biasa dibawa. Looks ini jelas bisa jadi referensi para ladies diluar sana.
By the way, dalam artikel yang ditulis oleh LA Times, vape yang dimiliki Marla sebetulnya punya backstory tersendiri. Sesuatu yang bisa memyelamatkan film ini dari kekurangan backstory.
Selain lewat tone yang diciptakan oleh tampilan karakter, “I Care A Lot” juga cukup playful dalam menyajikan sinematografi. Pada satu sequence, film kerap menampilkan dinamika dengan cara yang pas. Dalam beberapa scene yang ada di panti jompo, tepatnya ketika Jennifer Peterseon (Dianne Wiest) dihantar masuk, kamera menampilkan teknik Arc Shot.
Teknik ini adalah teknik di mana kamera bergerak di sekeliling pemeran yang sedang ada di frame dengan pola tertentu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kondisi sekitar. Pattern yang digunakan bisa berbentuk semi lingkaran, atau lingkaran penuh.
Yang pasti karakter yang bersangkutan ada di tengah-tengahnya sehingga kalau disangkutpautkan pada perspektif Jennifer si nenek kaya, maka penonton bisa merasakan rasa yang kurang nyaman karena Jennifer berada di tengah-tengah lingkungan baru dan tak ia duga plus tak ia inginkan sebelumnya.

Rasa tidak nyaman ini sukses menjadi daya tarik dari keseluruhan film. Pemilihan aktrisnya benar-benar tepat sehingga “I Care A Lot”, dengan kedangkalan backstory dan kesederhanaan arc karakter utama, tetap bisa menarik karena penonton ditempatkan pada semacam ketidakpastian dan ketidaknyamanan tadi.
Pantas lah kalau Pike mendapatkan nominasi Golden Globe kategori “Best Actress in Musical or Comedy”. Soalnya ya gimana, mau rooting ke siapa juga bingung, karena baik karakter Pike maupun karakter Dinklage sama-sama jahat. Justru kita akan merasa puas saat Marla Grayson mulai terpojok.
But yeah, she is a lionness. Tidak semudah itu. Tapi ingat, segokil-gokilnya Marla, Ia manusia juga. Film secara cerdas memasukkan apa yang ada di awal banget sebagai penutup. Ini menjadi sesuatu yang mewakili satir dan merupakan penutup yang oke.
Director: J Blakeson
Cast: Rosamund Pike, Eiza Gonzalez, Peter Dinklage, Dianne Wiest, Chris Messina, Alicia Witt, Scoot McNairy, Damian Young, Isiah Whitlock Jr.
Duration: 118 Minutes
Score: 7.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
I Care A Lot
I Care A Lot menceritakan seorang penipu yang bernama Marla Grayson. Ia adalah seorang 'legal guardian' yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mengurusi orang-orang lansia. Liciknya, Marla menggunakan kesempatan ini untuk kepentingan pihaknya sendiri.Suatu hari, Marla mendapatkan korban seorang nenek yang tinggal sendirian, memiliki banyak harta, dan tidak memiliki satu pun keluarga. Marla pun langsung bergerak cepat untuk menghantar sang nenek ke panti jompo.Marla gak tau kalau nenek ini bukan nenek biasa. Siapa sebenarnya nenek itu?