Cineverse
  • Home
  • Movies
  • Series
  • Reviews
  • Hype
  • More
    • All
    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech
    Star Wars Novel

    Sambut 50 Tahun LucasFilm, Novel Star Wars Dirilis Ulang

    Biion Footwear

    Biion Footwear dan DC Comics Rilis Sepatu Bertema Batman & Superman

    Godzilla's World

    Sambut Film ‘Godzilla vs. Kong’, Uniqlo Rilis T-Shirt Limited Godzilla’s World

    sonic the hedgehog

    Masuki 30 Tahun, Sonic the Hedgehog Rilis Action Figure Versi Terbatas

    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
Cineverse
  • Home
  • Movies
  • Series
  • Reviews
  • Hype
  • More
    • All
    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech
    Star Wars Novel

    Sambut 50 Tahun LucasFilm, Novel Star Wars Dirilis Ulang

    Biion Footwear

    Biion Footwear dan DC Comics Rilis Sepatu Bertema Batman & Superman

    Godzilla's World

    Sambut Film ‘Godzilla vs. Kong’, Uniqlo Rilis T-Shirt Limited Godzilla’s World

    sonic the hedgehog

    Masuki 30 Tahun, Sonic the Hedgehog Rilis Action Figure Versi Terbatas

    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech
No Result
View All Result
Cineverse

‘Rebecca’, Bayangan Masa Lalu yang Menghantui Sebuah Mansion

Adam Pratama by Adam Pratama
October 25, 2020
in Featured, Movies, Reviews
‘Rebecca’, Bayangan Masa Lalu yang Menghantui Sebuah Mansion

@ Netflix

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Baca Juga:

Review Film: ‘Roohi’

Review Film: ‘Bombay Rose’

“It’s odd, isn’t it? Some people seem perfectly happy alone, while others just need someone to pass the time with. It doesn’t matter who.” – Mrs. de Winter.

 

Masa lalu kadang menjadi sebuah momok yang menakutkan. Selan itu, masa lalu yang semakin berkesan juga dapat menghantui kita. Ini sangat dirasakan oleh dua karakter yang ada di film “Rebecca”, Nyonya de Winter (Lily James) dan suaminya, Maxim de Winter (Armie Hammer). Mereka berdua dulu bertemu di Monte Carlo, berkenalan, ngobrol bareng, hingga bersemi lah benih-benih cinta.

Maxim pun akhirnya membawa istrinya ini ke mansion mewahnya yang bernama Manderley. Bagi Nyonya de Winter, ini adalah semacam roller coaster. Hidupnya dulu hanya lah seorang staff dari seorang hartawan. Kini Ia sendiri adalah seorang bangsawan. Meski begitu, apa yang ditemui di Manderley menjadi sesuatu yang berat. Seperti yang tadi dibilang, Manderley masih memiliki hantu. Ia adalah Rebecca, istri pertama dari Maxim yang kehadirannya masih terasa nyata.

Film ini merupakan adaptasi kali kedua dari novel karya Daphne du Maurier tahun 1938. Alfred Hitchcock kemudian mengadaptasinya dalam bentuk film untuk pertama kali di tahun 1940. Perbedaan mendasar antara adaptasi pertama dan kedua tentu adalah dari tampilan visual. Sangat striking, kemudian terlihat cantik nan elegan. Karena “Rebecca” berpusar pada kehidupan kaum berada di tahun 30-an, maka hal ini wajib ditonjolkan mulai dari desain produksi, baju yang dikenakan, tata rias, hingga properti. Pas banget, salah satu yang menonjol di sini adalah mobil Bentley nya Maxim yang berwarna keemasan.

@ Netflix

Selain itu, aspek yang mulai terlihat diterapkan oleh sutradara Ben Wheatley adalah gaya tutur yang agak jumbled. Kemudian pertemuan pertama Maxim dan Nyonya de Winter juga cukup berkesan, di mana sineas memanfaatkan latar depan dan belakang frame, lalu dipadukan dengan shot/reverse shot dan kemampuan akting yang sesuai dengan tuntutan naratif.

Perbedaan vibes tentu terasa jelas antara di Monte Carlo dengan di Manderley. Sesampainya di Manderley kita akan merasakan sesuatu yang dingin. Hal yang sudah biasa untuk kehidupan mansion, namun kali ini spesial karena desas-desus mengenai Rebecca.

Akting Lily James akan semakin diuji di sini karena dirinya berada di posisi yang awkward. Ia berada di sebuah tempat di mana tempat itu masih belum bisa melupakan satu bagian integral yang harus hilang untuk selama-lamanya. Arc ini akan men-drive karakter Nyonya de Winter hingga tahap resolusi nanti.

Satu karakter pendukung yang langsung menonjol adalah Danvers (Kristin Scott Thomas). Ia adalah kepala pelayan Maxim de Winter yang sinis pada Nyonya de Winter yang baru. Dari segi akting, lalu eksplorasi mansion, jelas sekali film menggunakan batasan informasi tertutup.

@ Netflix

Batasan informasi tertutup adalah batasan yang digunakan oleh sebuah film guna membagikan informasinya kepada penonton hanya sebatas pada point of view tertentu. Dalam hal ini hanya dari Nyonya de Winter saja. Penggunaan cara ini menghasilkan sebuah tanda tanya besar. Memangnya karakter Rebecca dulu itu pernah ngapain sih? Kayaknya dia ini sangat-sangat dirindukan.

Poin yang membahas Rebecca secara mendalam tidak akan pernah dimunculkan kecuali ketika memasuki third act. Di sini film akan langsung berubah karena masuknya unsur courtroom drama dan crime. Karakter Danvers di sini juga akan menjadi semakin memorable. Apa yang ia perbuat, lalu apa yang menjadi motivasinya menjadi jelas. Menurut pengakuan Ben, Danvers adalah hal yang membedakan antara “Rebecca” versinya dengan versi Hitchcock. Danvers adalah karakter yang membawa unsur moral dari film. Hal ini terlihat dengan build-up yang jelas, dan gong-nya adalah satu line yang Ia lontarkan mengenai Rebecca.

Perbedaan mencolok lainnya antara  Rebcca-nya Ben Wheatley dan Alfred Hitchcock adalah gayanya. Hitchcock sangat terasa gelap, kelam, misterius, sementara Wheatley lebih mengedepankan unsur romansanya daripada kemisteriusan atau “hantu” nya.

@ Netflix

Terlihat sekali bahwa Ben tidak ingin membuat film ini sebagai adaptasi lanjutan dari filmnya Hitchcock, namuan adaptasi versi dia sendiri untuk novel “Rebecca” karangan Daphne du Maurier. Bagaimana dinamika rumah tangga, hubungan antara pasangan yang baru menikah ini diuji.

Mengapa Maxim tidak ingin menceritakan apapun mengenai Rebecca, yang mana di sisi lain namanya selalu terlontar? Hal-hal semacam ini ternyata lebih mendominasi film dibanding, let’s say, memori-memori menghantui tentang Rebecca itu sendiri.

Cuman yang menjadi bumerang di sini adalah, film tidak bisa membuat jadi lebih masuk lagi ke ceritanya karena film tidak memberikan apa yang sebenarnya paling dicari ketika menonton “Rebecca”. Hal tersebut tak lain tak bukan adalah intense-nya, ketegangan berbalut nuansa gothic dan sedikit sentuhan yang membuat stres.

Apa yang ditampilkan di sini pada awalnya lebih bergulat di permasalahan-permasalahan yang bisa dikatakan masalah kecil. Konflik besarnya di malam pesta juga, bagi kita yang “lesser known”, masih dapat awkward-nya. Namun sebetulnya versi Hitchcock masih bida dikatakan menggambarkannya secara lebih baik.

@ Netflix

Terdapat scene yang sebetulnya ada juga di versi Ben, namun timing-nya ditempatkan tidak sama. Ini cukup berbeda karena berpengaruh lumayan besar terhadap intensitas filmnya. Di versi Hitchcock, dengan susunan scene yang ada, momentum demi momentum jadi lebih enak didapat karena semuanya bergulir secara lebih beruntun.

Lily James kembali memerankan karakter wanita yang awalnya hidup biasa-biasa aja, bahkan tergolong susah, kemudian mendadak berubah. Ia sepertinya sudah mulai terbiasa dengan hal ini, atau mungkin sudah menjadi image-nya sendiri.

Sayang, sebagai karakter utama, Lily kurang berhasil dalam menampilkan perubahan karakter dari yang awalnya tertindas, menjadi lebih kuat. Semuanya terlihat langsung berubah cukup instan. Nyonya de Winter di tahap resolusi menujukkan kekuatan, di mana Maxim tidak bisa berbuat apa-apa. Bagian ini jelas-jelas aneh karena technically mereka baru berada di masa awal perkara.

Sudah jelas ini juga berbeda dengan versi Hitchcock, namun jika melihat korelasinya dengan masa sekarang kita bisa paham lah mengapa perbedaan tersebut terjadi. Intensitas mulai dibangun, yang bermuara pada satu teknik sinematik yang lagi-lagi diterapkan dengan cantik, yaitu pemanfaatan bayangan yang tercetak di sebuah objek.

@ Netflix

Untuk Armie Hammer, Ia memancarkan karismanya sebagai seorang aktor, meskipun tidak banyak yang kita bisa dapatkan dari karakter Maxim de Winter. Ia terlihat lebih dingin dibandingkan dengan yang diperankan sebelumnya oleh Laurence Olivier. Chemistry mereka berdua gimana? Bagus, tapi cara membangun chemistry-nya masih kurang gereget. Kristen Scott Thomas sebagai Danvers adalah bagian terbaik dari film. Hands down. Ia jelas bukan hanya seorang “scene stealer”, yang setiap kemunculannya akan memberi kesan tersendiri.

Ben Wheatley menampilkan visual yang bagus dari sebuah romansa era 30-an. Namun keindahan visual saja masih belum cukup untuk membuat kita terkesan. Apalagi untuk “Rebecca”, yang sarat akan hantu masa lalu.

Dengan gayanya yang berbeda, kita tidak merasakan nuansa yang diinginkan dari film ini, yaitu misteri dan juga teror psikologis, secara penuh. Beberapa susunan scene dan juga arahan yang dibikin berbeda tidak dapat membuat versi yang satu ini jadi lebih enjoyable untuk ditonton dibanding versi Hitchcock dulu.

 

Director: Ben Wheatley

Casts: Lily James, Armie Hammer, Kristin Scott Thomas, Sam Riley, Tom Goodman-Hill

Duration: 121 Minutes

Score: 6.8/10

Editor: Juventus Wisnu

The Review

Rebecca

6.8 Score

'Rebecca' merupakan remake dari film Alfred Hitchcock yang menceritakan seorang wanita yang baru saja menikah dan tiba di mansion milik suaminya yang besar, dan menemukan dirinya berjuang melawan bayang-bayang istri pertama suaminya, Rebecca, yang telah lama meninggal, namun mendiang istrinya itu serasa menghantui mansion tersebut

Review Breakdown

  • Acting 0
  • Cinematography 0
  • Entertain 0
  • Scoring 0
  • Story 0
Tags: Alfred HitchcockArmie Hammerben wheatleycineverseDaphne du MaurierKristin Scott ThomasLily JamesRebeccaReview RebeccaSam RileyTom Goodman-Hill
Adam Pratama

Adam Pratama

Founder CINEMANIA ID, now becoming @cineverse.id. Batch 2 @mrabroadcastingacademy, Batch 4 adv class @kelaspenyiar_id. @imsi_fibui @fibui_basketball

Related Posts

roohi

Review Film: ‘Roohi’

bombay rose

Review Film: ‘Bombay Rose’

The Dig

Review Film: ‘The Dig’

June & Kopi

Review Film: ‘June & Kopi’

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cineverse Banner Cineverse Banner Cineverse Banner
ADVERTISEMENT

Cineverse

© 2020 - 2021 Cineverse - All Right Reserved

Follow Us

  • Home
  • About Us
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Privacy Policy
  • Kode Etik Jurnalistik

  • Login
  • Sign Up
No Result
View All Result
  • Home
  • Movies
  • Series
  • Reviews
  • Hype
  • About Us
  • More
    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech

© 2020 Cineverse – All Right Reserved.

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In