“So there I was, I woke up with a heavy case of amnesia in the middle of nowhere, the only clue to my past is Harry’s name and address inside this hat. So I made my way to the apartment, and that’s when I found you, and your stapler gun.” – Detective Pikachu.
Agak deg-degan sebenarnya ketika tahu film ini akan diproduksi. Tidak bisa dipungkiri, dibuatnya sebuah film live-action yang berlatar di dunia Pokemon tentu sangat menyenangkan. Sebagai anak yang tumbuh besar di tahun 90-an, pasti Pokemon sudah tidak asing dalam ingatan. Mulai dari kartunnya, bukunya, apalagi tazos-nya. Semua sangat memorable. Pun tidak sedikit Pokemon yang sampai sekarang, at least, masih teringat dan kita jadi tidak sabar bakal seperti apa para Pokemon nantinya.
Tapi, di sisi lain film ini juga berasa asing. Bisa dibilang “Detective Pikachu” adalah adaptasi dari source material Jepang. Berangkat dari sana, film memutuskan untuk membuat sebuh storyline baru yang mungkin kurang familiar. Tidak ada Ash, tidak ada Misty, tidak ada Brock. Pengarahan cerita akan menuju pada sebuah arah yang berbeda. Kemudian mengenai kutukan. Bukan rahasia lagi kalau film Hollywood adaptasi video game selalu mendapat respon kurang baik. Kita pastinya berharap, Pokemon, yang sudah menemani kita sejak masa anak-anak, mendapat nasib serupa.
Film bercerita tentang Tim (Justice Smith), seorang pekerja kantoran di sebuah kota kecil. Dia merupakan tipe penyendiri. Suatu hari, Tim ditelpon oleh kepolisian Ryme City. Ia mendapat kabar duka tentang kecelakaan hebat yang menimpa ayahnya. Tim yang sedih kemudian bertemu dengan seekor Pikachu (Ryan Reynolds). Kaget karena dia bisa bercakap-cakap dengan Pikachu tersebut, Tim kemudian mengetahui bahwa sang Pikachu adalah Pokemon pendamping (buddy) ayahnya yang kini hilang ingatan. Pikachu kemudian meyakinkan Tim bahwa ada sesuatu yang tidak beres dan membuka kemungkinan baru mengenai sang ayah. Setelah itu, Tim dan Pikachu akan bertualang membongkar sebuah konspirasi yang dapat mengancam kehidupan manusia dan Pokemon.
Melihat dari sinopsisnya saja, bisa ditebak bahwa “Detective Pikachu” adalah film yang dipenuhi oleh misteri. Apa yang menimpa ayahnya Tim belum begitu jelas. Apalagi positioning Pikachu sangat mencurigakan. Maka dari itu, jangan kaget kalau film akan menggunakan gaya penceritaan terbatas secara maksimal. Gaya penceritaan ini terikat hanya pada karakter tertentu saja. Penonton hanya mengetahui serta mengalami peristiwa yang diketahui dan dirasakan oleh sang karakter yang bersangkutan. Di dalam film, jelas karakter-karakter tertentu ini merujuk kepada Tim dan Pikachu. Kita hanya akan mengikuti mereka dan menikmati misteri-misteri yang semakin terkuak. Sebagai permulaan, awal film ini akan menampilkan sebuab prolog. Prolog ini sangat sampai dilewatkan karena menjadi kasus yang nanti tidak hanya mesti dipecahkan namun juga menjadi “emotional trigger” bagi karakter Tim.
Hanya saja, penggunaan teknik penceritaan terbatas memiliki resiko. Meski akan menghasilkan kejutan demi kejutan, teknik ini jika terlalu membatasi cerita akan menghasilkan rasa frustasi dan kebingungan. Kita jadi tidak mengerti apa yang sebetulnya mau dicapai. Belum selesai, metode seperti ini juga bisa menimbulkan jarak kepada penonton. Kita hanya dijadikan penonton yang melihat karakter utama pergi kesana-kemari.
Untungnya, “Detective Pikachu” menyadari hal itu. Unsur emosi dijadikan fondasi di konflik ini sehingga penonton diharapkan bisa berinvestasi, jika belum kepada ceritanya ya kepada permasalahan yang menimpa Tim. Hal ini terlihat dikuatkan di tahap persiapan. Di sini kita bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Tim. Mengacu kepada tuntutan naratif, film membuatkan sebuah set sederhana yang ternyata sangat bermakna. Ini akan mengubah persepsi kita terhadap perilaku sang ayah selama ini. Rasanya seperti getir yang dihasilkan oleh iklan-iklan Thailand namun “aftertaste”-nya berada sedikit di bawah itu.
Cuman tentunya ada beberapa kelemahan di bagian ini. Memanfaatkan masalah yang menyangkut-nyangkut keluarga belum cukup untuk membuat penonton tidak merasa frustasi atau bosan. Perlu cara-cara lain juga, dan sayangnya cara yang diharapkan ini tidak terlalu oke. Banyak jokes yang dilontarkan tidak mendarat dengan tepat. Ryan Reynolds sebagai Pikachu kembali memperlihatkan kemampuan bacot-nya. Tapi untuk ukuran film-film “family friendly” seperti ini banyolan Ryan kadang jadi tidak lucu. Kemudian ada karakter yang sama sekali baru di tahap konfrontasi. Karakter ini sebetulnya memiliki peran yang penting namun kurang jelasnya dia dalam wujud fisik membuat kehadirannya justru menjadi kurang greget.
Mungkin ada baiknya jika film sedikit membuat sudut pandang yang hanya ditujukan kepada Tim dan Pikachu saja, agar kita juga bisa merasakan suspense di dalam misteri. Kathryn Newton sebagai Lucy tampil baik. Karakternya dibuat berperan dalam memberikan clue, lalu hubungan yang terjalin dengan Tim juga cukup menghibur. Hanua saja, ke depannya karakter ini lumayan “useless”. Last but not least, bukan hal yang mudah juga dalam melihat apa sih motivasi dan tujuan sebenarnya dari karakter antagonis yang masih tampil rough padahal kalau dilihat-lihat masalahnya cukup kompleks. Positifnya, hal ini sempat membuat kita bertanya-tanya dan ini cukup membuat ceritanya tetap patut diikuti.
Untungnya, secara naratif “Detective Pikachu” melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Selain Pikachu yang sudah menjadi judul filmnya, ada beberapa Pokemon yang ditempatkan betul-betul sebagai penggerak cerita. Ini memunculkan kejutan, apalagi buat mereka yang memang tidak main Pokemon. Ini akan sangat sulit untum dibaca. Melihat kemampuan Mewtwo yang overpower bikin pertanyaan apakah sekeren itu kekuatan Pokemon legendaris ini di versi asli. Hanya saja, di balik pertanyaan itu kita cukup tidak menyangka dan hal ini secara rinci menjawab pertanyaan paling esensial dari filmnya itu sendiri. Kemudian Pokemon lainnya yang tak kalah keren penempatannya adalah Ditto. Lalu untuk permainan spectacle, film ini menempatkan Torterra sebagai bagian penting sebelum memasuki tahap resolusi. Kemudian untuk akting, kamu bisa menikmatinya bersama Mr Mime, Pokemon yang berbicara dalam bahasa pantomim. Bottom line, cerita dari Tim yang menjadi fokus film ini benar-benar dibikin menyatu dengan karakteristik environment-nya.
Untuk visualnya, top notch! “Detective Pikachu” benar-benar membuat Pokemon hidup. Pertama dari segi setting. Ryme City adalah kota yang modern dan memiliki prinsip bahwa manusia dan pokemon harus benar-benar hidup berdampingan. Tanpa Pokeball! Maka dari itu, nanti penonton akan diperlihatkan bagaimana indahnya kebersamaan yang terwujud berkat prinsip tersebut. Untuk landscape kotanya sendiri memiliki sentuhan “Cyberpunk” yang mengingatkan kita pada kota di film seperti “Blade Runner” dan “Ghost in the Shell”. Untuk Pokemon nya gimana? Sama sekali tidak mengecewakan! Keren abis! Tidak hanya dibuat sama dengan versi kartun, tapi kita juga bisa melihat kedalaman detail dari tubuh pokemon itu sendiri.
Ada Pokemon yang dibuat berbulu seperti Pikachu, Snubbull, Psyduck, Aipom, Snorlax, sampai Jigglypuff dan keputusan ini justru semakin membuat mereka terlihat menggemaskan. Minta dibungkus kemudian dibawa pulang. Kemudian ada yang biasa-biasa saja tapi tetap sama persis dengan versi kartunnya dan lucu juga seperti Charmander, Bulbasaur, Mr Mime, Cubone, dan Squirtle. Belom lagi Pokemon-Pokemon evolusi juga ditampilkan di sini. Mereka berukuran jauh lebih besar, dan tetap dibuat persis seperti aslinya dengan tambahan detail. Pokoknya ini memang jualannya film, titik terkuatnya, karena sangat mencerminkan keajaiban sinema.
Sayang, ketika masuk ke pertarungan, “Detective Pikachu” melewatkan hal-hal yang sebetulnya ditunggu-tunggu. Pertarungan Pokemon nya sebetulnya menarik, di mana Pokemon-Pokemon menunjukkan kehebatannya. Tidak lupa, ada pemanfaatkan slow-motion di salah satu pertarungan agar fight-nya terlihat lebih keren. Nah tapi di beberapa momen penting, film tidak menampilkan momen-momen dramatis agar kita semakin invest ke dalam pertarungannya. Salah satu caranya, kalau di film genre superhero, adalah lewat “Superhero Landing”. Apakah Pokemon memiliki hal seperti itu? Oh tentu! Jika kamu menonton kartunnya, pasti akan paham dengan apa yang dimaksud.
Adegan ikonik Pikachu yang suka bilang “Pikaaaaaaaaa.. chuu!!” sebelum menyetrum lawannya tidak ditampilkan. Itu padahal sesuatu yang ikonik dan bisa membuat penonton semakin tertarik dengan pertarungan karena ada callbacks memori yang kembali ditunjukkan. Kemudian saat momen Psyduck mengeluarkan kekuatannya pemilihan shot tidak menjadikan Psyduck sebagai pusat perhatian. Long shot memang efektif dalam menampilkan apa yang terjadi di sekeliling, tapi penonton juga perlu dihantarkan pada shot yang lebih berfokus kepada sumber yang menimbulkan energi tersebut. Dramatis, tapi taktis.
Cerita ayah-anak yang dibungkus dalam sebuah kasus yang rumit. “Detective Pikachu” membuat sebuah film dengan materi yang sebetulnya tidak berada di level average bagi sebuah film adaptasi video game atau manga sekalipun. Pengambilan gaya bercerita yang terbatas membuat informasi-informasi penting tidak diekspos dulu. Resikonya, ini bisa membuat penonton anak-anak jadi tidak tertarik, dan kita pun yang dewasa bisa frustrasi kalau tidak fokus ke cerita.
Sesuatu yang cukup tidak terduga karena Pokemon biasanya tidak memiliki cerita seberat ini dan mungkin keputusan tersebut diambil untuk menyesuaikan dengan preferensi target penonton. Eksposisi tentang karkter utamanya ada yang belum diceritakan, namun kaitan antara dia dan ayahnya terbilang kuat dan itu akan menjadi bahan bakar filmnya. Mengenai kasusnya, jangan mudah termakan tipu daya karena ada bagian-bagian yang bakal menjebak. Cuman, ada beberapa nilai minus yang tak dapat dihindari. Kemudian tahap resolusinya juga memiliki plus-minus sama kuat. Lumayan lah buat seru-seruan mengingat masa-masa bocah dulu.
Director: Rob Letterman
Starring: Justice Smith, Kathryn Newton, Ryan Reynolds, Ken Watanabe, Bill Nighy, Chris Geere
Duration: 104 Minutes
Score: 7.5/10
The Review
Bercerita tentang hilangnya ayah Tim, seorang detektif di Ryme City. Tim kemudian bertemu dengan Pikachu, yang ternyata bisa ia ajak berbicara.