“I mean we will do everything that a husband and wife normally do.” – Guddu Shukla.
Belum lama ini sebuah film Bollywood muncul di layar lebar Indonesia. Film yang diberi nama Luka Chuppi ini mempunyai tema yang sangat unik. Uniknya tema yang diangkat adalah sesuatu yang populer buat di negara barat, namun terbilang tabu untuk sebuah negara yang masih mempertahankan budaya ketimuran yang sangat lekat dengan agama dan tradisi.
Guddu Shukla (Kartik Aaryan), seorang pembawa berita populer di stasiun televisi kabel di kota kecil Mathura, India jatuh cinta dengan Rashmi (Kriti Sanon) pegawai magang yang baru saja pindah dari Delhi untuk menemani ayahnya yang sedang menyiapkan kampanye politiknya di situ.
Adanya isu dari seorang penyanyi India yang menuai kontroversi ke seluruh negara karena dirinya melakukan hubungan live-in atau hidup bersama sebelum menikah membuat situasi di seluruh India menjadi panas, apalagi hal ini terkait dengan masalah etika agama dan moral. Situasi ini pun mulai menjalar di Mathura dan membuat turning point pertama muncul.
Masalah Guddu pun tak kalah pelik di rumah. Dirinya tinggal di sebuah keluarga yang serba ingin tahu, di mana sang kakak malah belum menikah dan stress berat apabila Guddu duluan menikah. Begitu pula dengan ayahnya, ibunya dan saudara lainnya yang tinggal satu rumah. Rashmi pun demikian, sebagai anak tunggal dari seorang politikus lokal, Trivedi (Vinay Pathak) malah mengangkat isu “melarang hidup bersama” akibat dari kontroversi sang artis, memperumit masalah yang ada diantara mereka.
Untungnya sang kameramen, yang juga teman siaran Guddu, Abbas (Aparshakti Kurana) mempunyai ide buat mereka untuk tinggal bersama saat mereka sedang liputan di luar kota selama sebulan. Ide tersebut tadinya ditentang mentah-mentah oleh Guddu, tapi setelah mempertimbangkan masak-masak, Rashmi yang memang udah ngebet tinggal bersama Guddu, langsung mengiyakan ide itu dan mereka mengontrak sebuah kamar yang cukup luas untuk mereka tempati.
Selama hampir sebulan itu mereka berpura-pura menjadi suami istri di depan para tetangga dan keluarga mereka. Hebatnya lagi, apa yang mereka lakukan di luar kota itu tak ketahuan, sampai mereka jalan-jalan di sebuah benteng kuno dan kepergok diam-diam oleh saudara Guddu, Babulal (Pankaj Tripathi) yang kebetulan sedang berjalan-jalan di tempat yang sama dengan sang pacar. Diikutilah mereka sampai tempat kontrakan, ia dibukakan pintu oleh Rashmi yang tidak mengenal Babulal, dan betapa kagetnya ia melihat foto-foto pernikahan mereka terpampang di dinding dan seketika itu langsung pamit dari tempat itu tanpa sempat bertemu Guddu.
Intermission pertama tadi sudah terlihat betapa konyol dan lucunya film ini, kita sudah bisa membayangkan alur ceritanya seperti apa nantinya saat masuk segmen kedua. Namun apa yang disajikan sutradara Laxman Utekar ternyata tak semudah apa yang kita bayangan. Plot naik turun datang silih berganti, layaknya film misteri yang tak berkesudahan. Setiap kali konklusi akhir akan tercapai, ternyata bukan itu jawabannya, malah kita dibenturkan oleh masalah baru yang akan berujung ke masalah lainnya.
Eksekusi dengan tempo semacam ini sebetulnya sudah biasa dilakukan pada treatment film Bollywood pada umumnya. Namun bukan untuk film romcom seperti ini yang seharusnya berjalan dengan pace yang lebih lambat, memainkan emosi dan dialog para tokoh utamanya, bukannya seperti melihat tikus yang terjebak lalu mencari jalan keluar dalam waktu singkat.
Treatment seperti ini memang akan membuat gregetan audience yang menontonnya, kesal sendiri, bukannya kalau diam-diam saja malah tidak ketahuan, lantas kenapa mencari jalan lain yang tidak masuk akal? Hal-hal inilah yang akan muncul setelah intermission pertama, di mana turning point kedua akan muncul sesaat setelah itu. Semua hal ini tak berarti film ini mempunyai plot cerita yang jelek dan kualitasnya buruk. Justru di balik itu semua, isu yang diambil tergolong berani untuk sebuah negara dengan multi kultur yang sangat kompleks dan tak mudah dimasuki dengan isu live-in atau di masyarakat kita dikenal dengan kumpul kebo.
Adat istiadat India yang kental dengan struktur kasta ini sampai sekarang masih dijaga ketat kesakralannya, dan Luka Chuppi mencoba memasuki wilayah terlarang ini dengan budaya liberal ala barat yang memang sudah biasa dilakukan di banyak negara. Bagusnya adalah film ini bergenre romcom, ujung konklusinya tetap berpegang kukuh pada agama, walaupun ide tinggal bersama ini kalau kita pikirkan sejenak terasa masuk akal.
Mengapa masuk akal? Dalam scene interview yang dilakukan oleh Guddu dan Rashmi kepada masyarakat setempat di beberapa scene, terlihat kalau banyak yang sebenarnya menyesal tidak mengenal calon pasangannya sendiri, dan baru tahu tabiat buruk pasangannya setelah menikah. Hal ini justru tak menyelesaikan masalah dan malah memicu masalah baru. Bertolak dari pemikiran positif itu, ide untuk tinggal bersama itu berlanjut terus dan kelucuan-kelucuan terus membayangi pasangan ini hingga film ini selesai.
Di India sendiri, film ini telah menuai pro dan kontra, dan banyak juga yang menyayangkan isu penodaan agama yang digambarkan dalam Luka Chuppi ini, walaupun sebenarnya gambaran itu masih dilakukan dalam batas wajar. Film ini juga dilarang diputar di Pakistan karena isu yang diangkat. Terlepas dari itu semua, apa yang sudah digarap dengan baik oleh Laxman Utekar memberikan suatu pencerahan akan kemajuan zaman modern yang tidak bisa kita batasi, bahkan di kota kecil sekalipun. Kekolotan sekelompok individu bukan berarti apa yang mereka pahami itu salah, namun keterbukaan cara berfikir dibutuhkan, agar bisa menyelaraskan semua hal itu dengan agama dan kepercayaan yang mereka anut.
Director: Laxman Utekar
Starring: Kartik Aaryan, Kriti Sanon, Vinay Pathak, Aparshakti Khurana, Pankaj Tripathi, Atul Srivastava
Duration: 126 Minutes
Score: 7.8/10