“He made me realize we can’t change the world with only ideas in our minds. We need conviction in our hearts. This man taught me how to stay hopeful, because I now know that hopelessness is the enemy of justice” – Bryan Stevenson.
Membicarakan soal rasisme di Amerika rasanya memang tak ada habisnya. Walaupun saat ini tidak separah seperti dekade-dekade sebelumnya, faktanya tensi rasis di Amerika Serikat masih ada hingga detik ini. Kita masih saja sering melihat di film atau serial televisi, atau bahkan di berbagai berita, kasus pembunuhan yang terjadi antara warga AS kulit putih dan kulit hitam.
Bahkan, banyak juga kasus dimana kulit hitam yang langsung ditangkap atau dipenjara begitu saja hanya gara-gara melihat sosoknya yang “beda” padahal, ia jelas-jelas tidak bersalah. Dengan kata lain, “kulit hitam pasti penjahat”. Kalimat tersebut mungkin sangat kasar. Tapi ya sekali lagi faktanya memang demikian yang kerap terjadi.
Dan hal inilah yang diangkat dan terlihat di film adaptasi buku biografi yang ditulis oleh sosok pengacara kulit hitam lulusan Harvard, Bryan Stevenson, Just Mercy: A Story of Justice and Redemption (2014).
Film yang disutradarai oleh Destin Daniel Cretton (Shang-Chi and the Legend of Ten Rings) dan diperankan oleh Michael B. Jordan (Creed) ini benar-benar gamblang menampilkan realita pahit yang dialami penebang pohon asal Alabama, Walter McMillian alias “Johnny D” (Jamie Foxx) di tahun 1986.
Walter dituduh membunuh gadis kulit putih 18 tahun, Ronda Morrison padahal, menurut pengakuannya, ia tidak melakukan tindakan keji tersebut sama sekali. Namun, walau sudah berteriak lirih meyakinkan ia tidak bersalah, tetap saja pada akhirnya, ia dipenjarakan.
Dan selama di penjara, ia dan keluarga besarnya sudah habis-habisan mencari banyak pengacara terbaik untuk membuktikan ketidak bersalahannya. Namun sayang, seluruh pengacara yang diharapkan, hanya bisa memberikan janji kosong saja. Tapi pada tahun 1989, secercah harapan muncul.
Dan secercah harapan tersebut tentunya datang dari Stevenson. Pasca bertemu dengan Johnny, Stevenson melihat kedua mata yang pria yang benar-benar tulus dan benar-benar jujur dalam setiap perkataan yang ia ucapkan.
Ia juga melihat kedua mata yang sudah benar-benar depresi dengan situasi yang dihadapinya. Alhasil, Stevenson pun berusaha mati-matian untuk membebaskan sosok saudara kulit hitam-nya tersebut dari belenggu ketidak bersalahannya.
Tentunya bagi kita-kita yang mungkin pernah hidup di zaman kasus ini terjadi atau, memang suka membaca-baca kasus-kasus diskriminasi rasisme fatal, pasti sudah tahu dengan ending dari kasus ini. Bahkan kita yang awam pun, juga bisa menerkanya. Dan tentunya, disinilah tugas berat seorang sutradara untuk membuat filmnya tetap terlihat menarik dari awal hingga akhir.’
Dan untungnya, Cretton sangatlah mampu melakukannya. Sutradara asal Hawaii ini tahu bahwa film ini akan berakhir seperti yang telah diketahui publik selama 3 dekade terakhir. Ia pun lantas mengatasi hal tersebut dengan mengedepankan sisi emosional serta sisi realita yang ada. Cretton benar-benar total dalam menampilkan sosok kulit putih yang selalu berpikiran buruk atau bahkan “menjijikkan” ketika melihat sosok kulit hitam
Bahkan Bryan yang notabene adalah sosok kulit hitam “terhormat”, juga tak luput dari diskriminasi memilukan tersebut. Mau orang tersebut adalah lulusan Harvard atau, dari lingkungan kekurangan, pokoknya asal dia hitam, langsung dicurigai habis-habisan.
Melihat pemandangan ini, siapa dari kita yang tidak menjadi emosional?
Cretton pun makin mendorong batasannya dengan menampilkan betapa kuatnya influens pekerja-pekerja penegak hukum kulit putih di Alabama yang membuat kerja Bryan juga menjadi makin ruwet saja.
Dan memperkuat aspek-aspek tersebut, tentunya adalah penampilan luar biasa dari Foxx dan Jordan. Keduanya benar-benar bisa menyalurkan seluruh emosi yang dirasakan dalam penanganan kasusnya ini.
Chemistry yang ditampilkan Foxx dan Jordan benar-benar terlihat realistis dan berhasil mengkoyak-koyak emosi penonton, bahkan penulis pun benar-benar sudah menangis ketika menyaksikan filmnya. Bahkan banyak selebriti, yang terang-terangan mengaku kalau dia “mewek” habis-habisan setelah menyaksikan film ini.
Awalnya memang penulis menganggap seleb-seleb ini “lebay” atau hanya ingin “promosi-in” filmnya saja. Tapi faktanya memang demikian, film ini terasa emposinal bagi siapa pun yang menontonnya.
Kekurangannya? Alur film ini cenderung lambat, dengan pendalaman isu yang terbilang cukup detil. Film dengan isu pengadilan, rasanya kurang lebih sama dari satu film ke film lainnya. Walau begitu, tingkat akurasinya lebih tinggi ketimbang adaptasi di genre film yang lain. Just Mercy sukses membedakan dirinya dengan film sejenis, yang dengan gamblang men-tackling isu diskriminasi kulit berwarna yang masih saja terjadi di era modern seperti ini.
Bagi Chillers yang memang suka film-film bertema drama sensitif seperti ini atau memang ingin menikmati film berkelas di masa karantina ini, tak perlu ragu, langsung saja tonton film ini.
Director: Destin Daniel Cretton
Casts: Michael B. Jordan, Jamie Foxx, Brie Larson, Rob Morgan, Tim Blake Nelson, Rafe Spall, O’Shea Jackson, Karen Kendrick
Duration: 137 Minutes
Score: 8.3/10
The Review
"Just Mercy" disutradarai oleh Destin Daniel Cretton dan diperankan Michael B. Jordan, menampilkan realita pahit yang dialami Walter McMillian di tahun 1986. Walter dituduh membunuh gadis kulit putih 18 tahun, Ronda Morrison, yang menurut pengakuannya, ia tidak melakukan tindakan keji tersebut sama sekali. Namun, walau sudah berteriak lirih meyakinkan ia tidak bersalah, tetap saja pada akhirnya, ia dipenjarakan. Dan selama di penjara, ia dan keluarga besarnya sudah habis-habisan mencari pengacara-pengacara terbaik untuk membuktikan ketidak bersalahannya. Namun sayang, seluruh pengacara yang diharapkan, hanya bisa memberikan janji kosong saja. Tapi pada tahun 1989, secercah harapan muncul.Dan secercah harapan tersebut tentunya datang dari Stevenson. Pasca bertemu dengan Johnny, Stevenson melihat kedua mata yang pria yang benar-benar tulus dan benar-benar jujur dalam setiap perkataan yang ia ucapkan. Apakah Stevenson dapat membebaskan Walter dari tuntutan hukum yang menjeratnya secara tidak adil itu?