Karya terbaru dari kreator film “Anohana” telah rilis mulai Rabu ini (11/3) di bioskop Indonesia. Judulnya adalah “Her Blue Sky”. Film ini bercerita tentang seorang gadis bernama Aoi. Ia tumbuh besar bersama kakaknya, Akane, dan kondisi mereka sudah sangat mandiri sejak lama. Aoi digambarkan sebagai gadis yang ceplas-ceplos.
Selain itu, ia memiliki kemampuan lebih di bidang musik. Ia mahir dalam bermain bas dan lewat film ini bagian tentang musik tersebut ternyata menjadi sesuatu yang penting. Kemampuan Aoi dalam bermain bas tak lepas dari masa lalunya. Ketika kecil, Aoi ikut menemani Akane dan grup band milik pacarnya Akane, yaitu Shinno. Dari sana Aoi berinteraksi dengan Shino dan setelah itu Aoi terinspirasi bahwa ia bisa menjadi bassist yang baik. Sayang, perpisahan Akane dengan Shino membuat semuanya berubah.
“Her Blue Sky” menampilkan dua konflik yang secara mengejutkan sama imbangnya. Yang pertama adalah mengenai Aoi dan pergulatannya mengenai impian dan masa depan. Yang kedua adalah mengenai Akane dan pengorbanan. Semua hal tersebut kemudian dipadupadankan menjadi konflik yang utuh tentang dinamika hubungan kakak-adik. Nah, apa yang bikin konflik ini greget?
Film memanfaatkan masa lalu sebagai sebuah poin yang ditonjolkan. Dimunculkan karakter pendamping yang unik. Maksudnya adalah, ia mewakili masa lalu yang kelam sekaligus membuka peluang masa depan. Hal tersebut lalu dipersonifikasikan kepada satu karakter, yang ternyata cukup spiritual. Ini yang menjadi keunikan “Her Blue Sky”, karena sekali lagi kita akan melihat sebuah film animasi Jepang mengenai makna kehidupan, di mana film menyertakan kepercayaan lokal sebagai bagian penting dalam tahap konfrontasinya.
Beberapa hal kemudian muncul dari sini, karena penonton perlu benang merah yang jelas dari masalah-masalah yang muncul layaknya serpihan roti. Bagaimana masa lalu Akane dan Shino itu berdampak pada kepribadian Aoi, kemudian berdampak juga pada hubungan Aoi dengan Akane. Kemudian di sisi lain, bagaimana cerita memadukan konflik Aoi dan Akane dengan kejutan di tahap konfrontasi. Semua patut dihubung-hubungkan dengan baik dulu.
Turns out, “Her Blue Sky” jadi film dengan cerita yang cukup kompleks. Kita seperti di-back and forth sama banyak hal, baik yang berasal dari masa lalu maupun apa yang terjadi sekarang. Poin ini membuat film jadi tidak membosankan. Ada rasa penasaran dan haru yang mostly ditimbulkan hubungan kakak-adik. Tak lupa, diselipkan humor-humor lucu biar gak mellow mellow amat.
Cukup gak menduga sih sama komposisi konfliknya. Masalah yang menyangkut Akane ternyata memiliki porsi yang lebih besar dari yang diduga. Bahkan, hal ini juga yang menggerakkan cerita dari sudut pandang Aoi sebagai turning point kedua.
Bagi penonton dewasa, konflik Akane juga bisa menolong karena lebih relatable dengan apa yang dihadapi di kehidupan nyata. Sementara si Aoi merasa menemukan kenyamanan bersama sesuatu yang kurang masuk akal, Akane berhadapan dengan sesuatu yang lebih grounded. Apalagi dengan masuknya satu karakter pendukung yang membuat dia kaget setengah mati. Arc dari konflik Akane sangat berasa karena berbicara mengenai penyesalan hidup, perubahan seseorang, dan komitmen.
Terkait unsur sinematik, “Her Blue Sky” tampil seperti yang sudah diekspektasikan sebelumnya. Film ini menampilkan teknik animasi dua dimensi yang biasa menjadi ciri khas dari sebuah film animasi Jepang. Bedanya, “Her Blue Sky” juga menampilkan signature style. Di sini penonton bisa melihat bagaimana di beberapa scene film tersebut juga menampilkan kedalaman dari teknik animasi, sehingga objek yang terlihat nampak nyata. Biasanya ini terjadi ketika film menampilkan “establishing shot”, yaitu sebuah shot dari jarak jauh yang memperlihatkan hubungan spasial antara karakter, objek, serta setting dalam sebuah adegan. Selain itu, keindahan ini juga bisa dilihat ketika film menampilkan shot transisi dari satu sequence ke sequence lain.
Tak lupa, film juga menampilkan poin penting yang menyelamatkannya dari sebuah ke-halu-an hakiki. Sesuai dengan tuntuan naratifnya, di mana Akane sering menemani Shino untuk latihan band, kemudian kaitannya dengan konflik yang dimilili Aoi di tahap konfrontasi, maka film harus menjelaskan sebuah hal penting. Hal yang tidak dimiliki oleh “27 Steps of May”.
Lewat bahasa visual di tahap persiapan, kita bisa melihat batasan yang dimiliki oleh Shino. Bagaimana batasan tersebut nanti bisa dilewati seiring berkembangnya intensitas konflik harus dibarengi oleh sesuatu yang masuk akal. Di sini lah film bermain dengan simbolisme. Asiknya, simbolisme ini bukan simbolisme yang aneh-aneh, bukan yang bikin kita mikir banget. Simbolnya sangat jelas, karena sangat integral dengan story arc dari Akane dan Shino. Kemudian film secara jeli menampilkan bahasa visual lainnya yang menjadi penanda akan berhasil ditembusnya batasan tadi.
Jika lebih dinikmati, simbolisme ini sesungguhnya muncul di beberapa bagian yang pas. Lalu, simbolisme ini juga tidak hanya mengandalkan bahasa visual semata. Ada juga saatnya ketika memanfaatkan dialog. Makna tertentu pasti terkandung di dalamnya, dan berkat penceritaan yang bikin invest, kita bisa tidak hanya memahami namun juga merasakan “nyes”-nya.
Satu yang pasti, feature film animasi Jepang pasti selalu menyertakan adegan yang mengandung unsur alam. Yang paling kentara, dan kerap ada dalam film-film sejenis, adalah adegan terbang. Karena film juga memasukkan kepercayaan lokal dalam kisahnya, turut didukung pula oleh tuntuan naratif yang ada di sequence tersebut, maka adegan terbang ini jadi tidak terlalu mengawang. Selain angin, di dalam cerita “Her Blue Sky” juga terdapat unsur tanah yang jadi bagian integral naratif di tahap konfrontasi. Air tidak terlalu, apalagi api.
Perbedaan mencolok dengan “Anohana” adalah, “Her Blue Sky” gak terlalu bikin nangis. Film ini cukup membuat hati jadi adem, gak sampai ke level ambyar. Tahap resolusinya walaupun memiliki permasalahan pelik yang muncul tiba-tiba, namun pada akhirnya film berakhir dengan lebih sederhana. Arahan ini sempat membuat kita berpikir yang tidak-tidak, toh juga “Anohana” memiliki sesuatu yang tragis di dalamnya.
Hal tersebut kemudian diperkuat dengan sequence pamungkas yang sebetulnya sudah ditunggu-tunggu. Cuman ya itu, film ingin menampilkan pesan positif mengenai kebersamaan dan rujuk terhadap masa lalu. Jadi downside-nya adalah terdapat momen yang mungkin bermaksud untuk menejutkan penonton. Tapi jatuhnya malah cukup cringe di saat seperti ini.
Cukup kaget melihat film dengan karakter anak SMA bisa se-relate dan semenarik ini. “Her Blue Sky” tetap menghadirkan bucin-bucin halu khas remaja, namun denan konsep yang unik dan arc yang jelas. Di sisi lain, film juga menghadirkan problematika orang dewasa secara gamblang. Semua dihadirkan secara padu, meski tahap konfrontasinya jadi sekompleks itu.
Jelas tidak se-tearjerking “Anohana”, namun “Her Blue Sky” memiliki charm-nya tersendiri yang sayang jika dilewatkan begitu saja. Jika sudah menonton “Anohana” maka tidak akan kesulitan bagi Chillers untuk memahami poin referensi “Her Blue Sky” karena ada yang beda tipis jika melihat dari segi naratifnya. Ada yang kayak sama, ada juga yang dikembangkan.
Director: Tatsuyuki Nagai
Starring: Shion Wakayama, Riho Yoshioka, Ryo Yoshizawa, Ken Matsudaira
Duration: 112 Minutes
Score: 7.5/10
The Review
Her Blue Sky
Her Blue Sky yang disutradarai oleh Tatsuyuki Nagai ini menghadirkan dengan cerita yang cukup kompleks. Film ini menampilkan dua konflik yang secara mengejutkan sama imbangnya. Yang pertama adalah mengenai Aoi dan pergulatannya mengenai impian dan masa depan. Yang kedua adalah mengenai Akane dan pengorbanan. Semua hal tersebut kemudian dipadupadankan menjadi konflik yang utuh tentang dinamika hubungan kakak-adik. Kita seperti di-back and forth sama banyak hal, baik yang berasal dari masa lalu maupun apa yang terjadi sekarang. Penasaran? Buat kamu yang tertarik dan suka anime Jepang, film ini sudah bisa kamu saksikan di bioskop Indonesia.
Discussion about this post