“I can find treasure by just tasting the dirt!” – Kang Dong-goo.
Film Korea berikutnya yang terhitung baru rilis di Korea sana kini hadir di Indonesia. Judulnya adalah “Collectors”, film yang nangkring di puncak Box Office lokal selama tiga minggu berturut-turut. Pada masa pandemi ini “Collectors” udah ngumpulin lebih dari sejuta penonton, dan dengan situasi pandemi, raihan ini terbilang bagus.
Ceritanya berpusat pada Kang Dong-goo (Lee Je-hoon), seorang pemburu harta karun yang sangat ulung. Suatu hari ia mencuri benda langka dari sebuah kuil yang membuatnya dikejar-kejar sama tukang pukul. Ternyata, para tukang pukul ini adalah bawahan dari satu orang penting. Ia ingin memiliki apa yang dicuri oleh Dong-goo. Tidak hanya itu, pihaknya juga memberikan tugas kepada Dong-goo dan dimulai lah sebuah pencarian benda-benda pusaka yang masih tertinggal di Korea.
Film ini memiliki lead actor yang sangat kuat. Karismanya, apalagi sifatnya betul-betul dapat membuat kita langsung aware, terlepas apakah bakal direspon oke atau “iyewh” sama penonton. Film pun memberikan satu backstory yang cukup efektif bagi karakter tersebut sebagai motivasinya untuk beraksi.

Sayang, rasanya ada satu hal yang luput tidak dimasukkan ke dalam tahap konfrontasi. Hal itu adalah film tidak secara penuh menampilkan character development. Ngomongin hal ini, biasanya sebuah karakter itu memiliki satu scene yang gunanya sebagai “Moral Compass”.
Sebuah instrumen di mana kita bisa ngeh sama perubahan yang bakal dilakukan oleh karakter itu kemudian. Apa yang awalnya sebuah karakter itu percayai, kini berubah. Salah satunya adalah dari penempatan Moral Compass yang jelas. “Collectors” gak memiliki itu.
Hal ini tidak kunjung ditampilkan. Yang ada ialah karakter utama yang agak sombong tapi emang jago dalam bidangnya. Kurang lebih begitu aja terus sampai mendekati akhir. Di bagian tengah, perasaan revenge justru muncul dan sedikit beruntung, karena walau karakter ini punya flaws yang menganga namun secara poin, revenge ini membuatnya jadi kuat.
But again, absennya moral compass justru berefek di akhir. Layaknya film heist, “Collectors” memiliki twist. Sayang, twist ini masih kurang ngena karena kita gak bisa melihat alasan Dong-goo melakukannya. Poin itu masih kurang jelas, padahal secara penyajian dan penceritaan paruh kedua, film menggunakan batas informasi tertutup biar nanti seru, gitu.

Ada kejutannya. Iya sih dapet kejutannya, cuman reason-nya itu masih mengganjal. Dari sini kita bisa melihat bahwa moral compass itu sangat ngaruh sama kausalitas.
Kemudian mengenai porsi dari karakter-karakter pendukung. “The Collectors” dimulai oleh sebuah prolog di mana seorang pencari harta menemukan kejadian mencengangkan dari bawah tanah. Dari bagian itu film masuk ke awal cerita yang memberikan backstory karakter secara animasi.
Nah dari sini, mungkin akan banyak penonton yang menduga bahwa karakter-karakter pendukung yang ada di awal itu adalah karakter yang perannya besar. Eh pas filmnya udah jalan yang naik justru adalah karakter-karakter baru. Mereka yang tidak ada build-up cuman seiring waktu memiliki relationship yang semakin kuat dengan Dong-goo.
Tidak heran kalau di bagian ini penonton merasa bingung karena ibarat kata, secara direction, porsi karakter berubah drastis. Ada yang langsung menukik tajam ke bawah dan ada yang semakin lama semakin naik. Memang, hal ini coba diatasi. Kita pun bisa bergumam, “Oh begitu ya ternyata”. Cuman tetap saja kesan awal mengenai “ternyata karakter-karakter itu yang jadinya lebih menonjol” tidak dapat dihapus lagi.

Lalu karena film ini sifatnya adalah kerja tim dan ada unsur thrilling-nya, maka penting juga buat melihat gimana aspek-aspek lain yang ada di dalam cerita. Contohnya proses rekrutmen, kemudian bagaimana film memainkan kartu demi kartu.
Untuk tipu-tipunya, lumayan asik. Bisa membuat kita terhibur. Memang ada karakter yang gak punya motif kuat dalam bermain tipu-tipu ini namun cara film menyajikan proses untuk menipunya bisa menjadi penawar. Sayangnya, di bagian rekrutmen cukup lemah. Ada dua kali Dong-goo dan kawan-kawan coba merekrut anggota tim. Yang satu kesannya biasa saja, bahkan kita tidak diberitahu secara jelas apa background nya dia.
Justru yang lebih ngena adalah lucunya karena memanfaatkan gimmick “Indiana Jones”. Aktornya juga piawai dalam berakting dan bikin kita ketawa. Nah yang satunya lagi nih, gak jelas. Pertemuannya tidak se-smooth Indiana Jones tadi. Semua berjalan ngalir saja tanpa ada sesuatu yang bisa bikin tertarik dari karakteryang direkrut.
Adegan aksi banyak mengandung elemen tanah, cuman secara gak terduga film selain menampilkan sesuatu yang biasa ada, ternyata juga akan membawa kita ke tempat pencarian harta yang cukup berbeda dari film-film serupa. Area yang cukup anomali.

Proses yang dilakukan, yang mengandung elemen tanah tadi, lalu dipadukan dengan latar tempat yang gak biasa ini. Semua dituturkan secara efektif oleh karakter utama, dan nanti akan ada saat di mana film coba memadukan intensitas dengan hiburan. Ini cukup fresh sih kalau dilihat-lihat.
Kemudian karena kita sudah dikasih lihat flashback dari karakter utama dan kaitannya dengan karakter antagonis, menarik untuk melihat bagaimana tujuan-tujuan itu tercapai walaupun ya tadi, lumayan tercederai akibat absennya satu hal esensial. Tapi kalau mau di-compare lagi, kemegahan yang disuguhkan secara sinematik tentang harta karun dan tetek-bengeknya tidak menonjol di sini.
Mungkin karena sudah ditutupi dengan kekuatan latar yang dipilih tadi. Meski begitu, dalam sebuah film pencarian harta, aspek kemegahan biasa ditonjolkan sebagai “wow factor” bagi penonton.
Adegan-adegan aksi yang perlu diperhatikan tak lain tak bukan adalah ketika berada di elemen tanah tadi. Di situ kelihatan sekali pengaruh dari unsur alam, di mana adegan aksi akan berpadu dengan air, lumpur, dan kesan klaustrofobik yang coba dimanfaatkan lewat space yang ada plus pencahyaan yang seadanya.
Cuman, poin negatifnya di sini adalah, tidak banyak teknik yang bisa dimanfaatkan oleh sineas dalam menciptakan adegan-adegan aksi yang seru. Lagian juga, sebuah keputusan yang sulit diambil oleh film ini ketika mereka memutuskan untuk habis-habisan (if you know what I mean) di sana.

Beranjak ke akting, justru yang paling menarik adalah karakter detektif. Porsinya memang kecil, namun perannya gak boleh dianggap sebelah mata. Lain dari itu, tidak ada yang istimewa, terutama untuk para karakter pendukung. Aktor-aktornya berhasil menerjemahkan tuntutan naratif lewat sifat dari karakter masing-masing.
Film pencarian harta di tempat yang cukup tidak biasa. Disajikan secara menghibur, lewat sajian humor yang lucu dan aksi yang lumyan seru. Tidak lupa, “Collectors” menyinggung soal benda pusaka yang diperlukan untuk menambah kekayaan cerita.
Meski begitu, twist-nya sebetulnya kena namun tidak melekat karena absennya kompas moral dari katakter utama, yang sebetulnya menjadi dasar kausalitas agar twist tadi bisa lebih melekat. Kita lebih paham mengenai substansi balas dendamnya, karena disajikan secara apik lewat bantuan kilas balik.
Film berbelok arah mengenai pemanfaatan karakter, di mana mereka mungkin gak mau ambil jalan yang, istilah kata, tradisional dan akhirnya lebih fokus kepada Dong-goo. Tambahan sedikit, film juga bertele-tele sebelum memasuki misi utama. Ini bisa membuat penonton awalnya menduga bahwa cerita bakal berada di sekitar sana, padahal itu baru tahap permulaannya.
Director: Park Jung-bae
Cast: Lee Je-hoon, Jo Woo-jin, Shin Hae-sun, Lim Won-hee
Duration: 114 Minutes
Score: 7.0/10
Editor: Juventus Wisnu
The Review
Collectors
'Collectors' berpusat pada Gang Dong-goo (Lee Je-hoon), seorang pemburu harta karun yang sangat ulung. Suatu hari Ia mencuri benda langka dari sebuah kuil yang membuatnya dikejar-kejar sama tukang pukul. Ternyata, para tukang pukul ini adalah bawahan dari satu orang penting. Ia ingin memiliki apa yang dicuri oleh Dong-goo.Tidak hanya itu, pihaknya juga memberikan tugas kepada Dong-goo dan dimulai lah sebuah pencarian benda-benda pusaka yang masih tertinggal di Korea.Bagaimana pencarian benda pusaka itu selanjutnya?