‘Belok Kanan Barcelona’ merupakan film hasil adaptasi dari sebuah novel berjudul “Traveler’s Tale: Belok Kanan, Barcelona!” Anyway, melihat dari bukunya saja, mata kita bisa langsung terbelalak. Bagaimana tidak, kisah ini ditulis oleh empat orang sekaligus. Mereka adalah Adhitya Mulya, Ninit Yunita, Alaya Setya dan Iman Hidajat. Mereka merangkai kisah masa lalu sehingga membentuk satu kisah yang padu mengenai cinta dan persahabatan. Tapi selain itu, buku ini juga ternyata memiliki keunikan lain. Tidak seperti novel kebanyakan, “Travelers Tale” memiliki beberapa hal yang begitu menarik jika melihat ke gaya penceritaan dan latar tempat yang digunakan. Ini pula yang membuat pihak studio berani mengajak CJ Entertainment untuk bekerja sama dalam mengadaptasinya. Gayung bersambut, CJ Entertainment pun setuju. Menurut mereka ini bukan film Indonesia, namun film dunia karena berlatarkan empat benua berbeda.
Francis (Morgan Oey), Retno (Mikha Tambayong), Farah (Anggika Bolsterli) dan Ucup (Deva Mahenra) adalah sahabat di masa SMA. Setelah lulus kuliah, keempat orang ini memiliki karir yang berbeda-beda di luar negeri. Francis yang dari dulu memang dikenal sebagai murid berprestasi, kini menjadi pianis terkenal dan tinggal di Amerika. Retno yang gemar memasak menjadi chef di sebuah restoran di Copenhagen, Denmark. Farah menjadi arsitek dan berkantor di Vietnam. Terakhir, Ucup menjadi manajer perusahaan internasional yang berkantor di Cape Town, Afrika Selatan. Meski jarak memisahkan, Francis dan teman-temannya tetap menjalin silaturahmi memanfaatkan teknologi. Masalah dimulai ketika Francis mengundang teman-temannya untuk datang ke acara pernikahannya dengan gadis Spanyol, Inez (Millane Fernandez) dan mengundang ketiga sahabatnya ke Barcelona. Selain merasa senang, berita ini juga memunculkan cerita lama bagi Francis, Retno, Farah dan Ucup.
Oke, siapa sih yang tidak suka dengan kisah zaman SMA? Memori-memori indah, baik itu yang baik maupun yang buruk, membuat kenangan seseorang pada masa putih abu-abu sangat otentik dan tidak ada duanya. Apalagi, jika kenangan tersebut dirasakan bersama para sahabat. Hal ini yang kemudian coba untuk diungkapkan oleh film ‘Belok Kanan Barcelona’. Setelah mendapatkan berita pernikahan Francis, film langsung menunjukkan kebolehannya dalam bertutur. Ingat, jika merujuk ke novel, film ini diangkat dari karya yang ditulis oleh empat orang. Maka dari itu, bukan tugas yang mudah untuk dapat mengakomodir cerita dengan segala macam ketentuan yang ada.
Pertama, soal point of view. Keempat karakter dalam film sama-sama kuat, bahkan tidak ada yang menonjol sendiri. Sutradara Guntur Soehardjanto dan timnya harus bisa menggali isi dari masing-masing karakter. Semua ditampilkan sama rata dan penonton harus setidaknya dapat merasakan apa yang dirasa oleh para katakter dalam menghadapi konflik dalam waktu yang terbatas. Kedua, alur. Alur di film ini dibuat maju-mundur karena tadi, ada yang masih belum selesai. Ini semakin membuat cerita ‘Belok Kanan Barcelona’ menjadi tambah sulit. Jika flow dari alur tidak dijaga dengan baik maka bukan tidak mungkin kita menjadi kesulitan untuk menikmati film. Empat “point of view” ditambah alur campuran, itu sudah cukup menjadi combo mematikan. Tapi belum selesai, masih ada unsur drama dan komedi yang mesti disertakan, belum lagi feel jalan-jalan yang bukan tidak mungkin akan diharapkan untuk ikut disertakan pula.
Berbekal tantangan sepertu itu, film ini mencoba untuk menampilkan yang terbaik. Hasilnya tetap patut diapresiasi meski tidak bisa dipungkiri, ‘Belok Kanan Barcelona’ memiliki penceritaan yang belum bisa dibilang rapi. Transisi yang kurang mulus dari pihak editing membuat film ini mengajak penonton ikut meloncat kesana-kemari layaknya seekor kangguru. Belum lagi ini ditambah dengan keputusan menggunakan alur maju-mundur, yang mana pada pertengahan masa lebih banyak bercerita ketika empat sekawan ini masih duduk di bangku SMA. Semua baru menyatu di babak akhir, di mana film jadi semakin intens karena sudah memiliki satu tujuan pasti, yakni Barcelona.
Poin berikutnya yang membuat perjalanan ini jadi sedikit kurang mengasyikkan adalah komedinya. Film masih menggantungkan nasib kepada cara-cara tradisional untuk mengocok perut penonton dengan cara menyertakan beberapa komika dan “YouTuber” yang diikutsertakan di dalam film. Ada yang berhasil memecah tawa, ada juga yang tidak. Asisten Morgan langsung tampil di awal film. Melihat kedekatan Morgan dengan calon istrinya yang menurut dia “belum muhrim”, sang asisten langsung berusaha mengingatkan dengan cara yang cukup annoying. Lalu ada juga anak penjaga warung di SMA tempat Francis dan teman-temannya sekolah dulu. Ia selalu menggoda Retno yang suka menitipkan barang dagangan ke ibu kantin yang diperankan oleh Tieke Prijatnakusumah. Kembali, meski di satu sisi ini menjadi cara ampuh untuk membuat tertawa, tapi di sisi lain pemanfaatan komika untuk hal yang kurang lebih sama di banyak film (tukang grecokin orang, tukang gombal), membuat komedi jadi butuh pembaruan. Receh pisan.
Meski begitu, keempat aktor utama tampil bagus dan menjadi yang terbaik dari ‘Belok Kanan Barcelona’. Mereka memberikan rasa yang dibutuhkan oleh film. Morgan dan Mikha menjadi penyumbang drama lewat karakter mereka yang pas, namun jika dilihat-lihat lagi hal ini sebetulnya tidak terlalu impresif. Morgan memerankan Francis. Seorang cowok yang cool, tidak banyak omong, gentle, berprestasi, sangat pandai bermusik. Kemudian Retno, ia adalah cewek yang cantik, pandai memasak, tabah dan mandiri. Memang sudah semestinya Morgan dan Mikha bermain apik karena peran seperti ini adalah makanan empuk bagi mereka. Tidak terkejut jika keduanya berhasil membawakan karakter masing-masing dengan baik.
Kredit juga patut dialamatkan kepada dua aktor berikutnya, yaitu Anggika Bolsterli dan Deva Mahenra. Berbeda dengan kisah Francis dan Retno yang terkesan berat, Farah dan Ucup memberikan canda tawa yang membuat film jadi lebih ringan. Dua karakter ini sebetulnya juga memiliki cerita sendiri dan entah bagaimana cerita mereka justru lebih enak untuk diikuti. Deva Mahenra memberikan seperti apa sih komedi yang kami inginkan di film ini. Tanpa perlu bersifat annoying, Deva mengolah karakter Ucup yang supel. Memang tidak sia-sia, upaya tersebut berhasil sehingga kehadiran Ucup di setiap scene merupakan penampilan yang terbaik. Last but not least, Anggika sebagai Farah harus bisa masuk ke drama dan komedi dengan sama bagusnya. Terdapat beberapa scene di mana Anggika terlihat emosional dan ada juga scene di mana dia bercanda dengan lawan mainnya. Porsi keduanya lebih berimbang dibanding karakter lain. Untuk itu, Anggika harus memberikan fleksibilitas agar penonton bisa menikmati dua sisi Farah tersebut.
Walaupun judulnya ‘Belok Kanan Barcelona’, film tidak sekedar belok kanan satu kali kemudian langsung selesai. Terdapat banyak sekali belokan yang lain, bahkan “U Turn” sebelum kita betul-betul sampai di Barcelona. Memang film memiliki penceritaan yang tidak monoton. Sayangnya, poin itu belum berhasil diimbangi oleh editing yang rapih, sehingga membuat perjalanan keempat sahabat ini masih terasa terpotong-potong dan kurang mengalir. Para pemeran pendukungnya ada yang jelas sudah berusaha maksimal, namun ada juga yang eksistensinya malah membuang waktu saja. Kemudian unsur traveling yang tak ditampilkan semestinya. Film ini lebih tepat dikatakan sebagai tontonan drama-komedi yang ber-setting di luar negeri, bukan film jalan-jalan dari satu negara ke negara lain. Ada masalah yang harus diselesaikan dan ‘Belok Kanan Barcelona’ harus fokus pada tujuan tersebut.
Director: Guntur Soeharjanto
Starring: Morgan Oey, Deva Mahenra, Mikha Tambayong, Anggika Bolsterli, Millane Fernandez, Atta Halilintar, Yusril Fahriza, Delano Daniel, Ananta Rispo, Cut Mini, Cok Simbara
Duration: 107 Minutes
Score: 7.0/10