“You’re saying, you want to cook the food that smells like shit?” – African Neighbor.
Netflix US menghadirkan film terbarunya dari India yang tayang serentak di seluruh dunia pada 12 Juni kemarin. Film berjudul “Axone” ini sangat unik, menarik, dan mempunyai muatan yang amat dalam, juga lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Tiga orang muda mudi berumur 20-an, terlihat setengah berlari menuju sebuah flat bertingkat di sudut kota Delhi, India. Ketiganya, Zorem (Tenzing Dalha), Chanbi (Lin Laishram), Upasana (Sayani Gupta), langsung masuk ke sebuah ruangan yang ada di atap flat tersebut. Di situ, Zorem, membeli daging babi dan axone (semacam bumbu berbau menyengat) yang belum tahu tujuannya untuk apa semua itu.
Kemudian mereka menuju ke tempat kos Chanbi dan Upasana, dan mulai memasak sesuatu seperti sup. Dari situ nanti kita baru tahu kalau mereka mempersiapkan sup tradisional yang menggunakan babi dan axone yang mereka beli tadi, untuk teman mereka, Minam, yang akan menikah di malam harinya di kos mereka itu.

Tapi tak semudah itu untuk memasak dan mengadakan pesta di tempat kos. Sup itu berbau sangat menyengat, padahal ibu kos tempat mereka tinggal sangat galak, dan banyak sekali aturan. Hal itu menyebabkan mereka mencari akal bagaimana bisa memasak sup axone tersebut, dan membuat pesta terindah untuk Minam yang akan menikah di hari itu juga.
Luar biasa film ini. Dengan timeline sangat ketat, hanya satu hari, kita akan disuguhkan berbagai aktifitas dalam menyiapkan makanan dan tempat mereka berpesta.
Mereka bertekad untuk menyiapkan hidangan aromatik tersebut di hari istimewa temannya itu. Dengan tantangan yang timbul oleh perbedaan budaya dan tekanan menjadi migran di kota yang tampak tidak ramah, apakah itu semua akan cukup untuk menghiasi hidup mereka yang seharian sudah lelah, dengan tawa dan senyuman?

Memang bukan hal yang mudah, mengingat mereka adalah pendatang dari wilayah Assam dan Meghalaya, sebuah teritori di timur laut India, yang budayanya sangat jauh berbeda. Masakan Oxone yang dibuat untuk Minam itu berasal dari etnis Naga, atau biasa dikenal di India dengan Nagaland, sebuah daerah yang bersinggungan langsung dengan Myanmar.
Maka dari itu kita akan melihat Zorem bermata sipit, seperti bukan dari India, walaupun mereka bisa berbahasa Hindi, karena sudah bertahun-tahun tinggal di Delhi. Zorem sendiri berasal dari Mizoram, Chanbi berasal dari Manipur, dan Upasana berasal dari negara Nepal yang ada di utara India.
Mizoram, Manipur, dan Naga berasal dari wilayah timur laut India, dan karena jaraknya yang jauh dan asimilasi mereka lebih mengarah ke Myanmar, karena iulah mereka kadang dianggap sebagai imigran. Belum lagi teman-teman mereka yang berasal dari etnis berbeda. Hal tersebut sangat awam buat orang yang biasa melihat film India, karena hal-hal seperti ini jarang sekali diekspos dalam layar lebar.
Axone (dibaca Akhuni-red) yang sempat dibahas di awal, merupakan fermentasi kacang kedelai yang berbau sangat menyengat, dan lazim ditemui di dalam masakan daerah Naga. Judul yang sederhana itulah yang mengatarkan kita dalam suatu kisah menarik tentang persahabatan sekelompok muda mudi yang tinggal di India.

Sang sutradara, Nicholas Kharkongor, dengan pintarnya mengeksekusi tantangan dalam memasak hidangan axone ini dengan menempatkan banyak sekali konflik yang dijabarkan dengan sangat detil. Juga persinggungan antara mereka dengan orang lokal setempat yang secara spesifik menyebut mata sipit, ataupun lewat pelecehan seksual. Kontekstual sekali bukan? Dengan judul dan tema yang diusung itu, Nicholas menyelipkan banyak sekali contoh yang biasa dihadapi mereka sehari-hari.
Masalah yang timbul pun tak kalah kompleksnya. Mulai dari ibu kos yang galak, tetangga mereka yang fanatik, tabung gas yang tiba-tiba habis, dan ini yang menarik, urusan pribadi antar mereka sendiri. Semua masalah yang datang bergantian secara spartan, membuat film ini berjalan sangat cepat, dan hal itu yang membuat film ini begitu menarik.
Aspek teknisnya sendiri juga dikemas dengan baik, sinematografinya yang indah, dengan menggambarkan lansekap gang-gang kecil dan sempit, juga saat di kos yang berantakan dan mengubahnya menjadi kilauan cahaya lewat lampu hiasan yang ditata apa adanya, namun memberi kesan hangat dan temaram.

Scoring-nya pun terdengar etnik, namun minimalis dan tak berlebihan layaknya film Bollywood. Editing-nya pun mulus dari scene ke scene, yang membuat kita tak lelah melihat film ini hingga selesai.
Untuk pemeran pendukungnya, kredit khusus disematkan kepada dua aktor senior, Vinay Pathak yang berperan sebagai bapak kos, dan Dolly Ahluwalia yang berperan sebagai ibu kos, yang juga mertua dari Vinay. Dari mereka konflik itu hadir secara signifikan, dan memberi kelucuan-kelucuan yang sangat alami dan tak garing.
“Axone” adalah film kecil dengan ide-ide besar, diarahkan dengan cermat dan dilakukan dengan hati-hati. Isu etnis minoritas dari timur laut tampak sengaja diangkat, dengan persoalan klasik yang masih saja kita alami hingga saat ini.

Sebagai kaum marjinal yang terpinggirkan oleh lingkungan di sekitarnya, membuat mereka bersatu secara kolektif untuk membentengi diri mereka dari sejumlah isu miring yang tiap kali bermunculan di tengah-tengah mereka.
Sebuah hal yang tragis, mengingat India terdiri dari banyak etnis dan bahasa yang berbeda, namun sindiran berbau rasis seperti itu sangat pantas diwujudkan dalam sebuah karya yang tegas namun menghibur, tanpa menyinggung orang banyak dan dapat membuka mata kita, kalau ‘mereka’ masih ada dan merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Director: Nicholas Kharkongor
Casts: Sayani Gupta, Lin Laishram, Tenzing Dalha, Lanuakum Ao, Rohan Joshi, Asenla Jamir, Dolly Ahluwalia, Vinay Pathak, Milo Sunka, Aakash Bhardwaj, Sushil Parwana
Duration: 96 Minutes
Score: 8.2/10
The Review
Axone
'Axone' menceritakan tentang sekelompok migran di Delhi yang ingin membuat pesta pernikahan untuk temannya.Mereka sadar kalau hal kecil seperti itu sulit dilakukan, terlebih isu rasialis masih saja menerpa mereka sehari-hari.