“Shaun the Sheep” adalah film animasi asal Inggris yang selalu konsisten dalam mengeluarkan karya. Mulai dari televisi, hingga layar perak semua ada. Maka dari itu, tidak aneh jika namanya lumayan terkenal di Indonesia.
Sebelum “Farmageddon” rilis, mereka sudah membuat “Shaun the Sheep Movie” di tahun 2015. Tidak disangka-sangka, film tersebut mendapatkan prestasi yang membanggakan, yaitu nominasi di kategori “Best Animated Feature” dalam ajang 88th Academy Awards. Untuk itu di film keduanya sekarang, Shaun akan mengalami eksplorasi luar biasa, yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan film pertamanya.
Sebuah pesawat UFO diceritakan jatuh ke Bumi. Setelah itu terjadi kehebohan di masyarakat yang katanya melihat wujud dari pilot UFO tersebut, yang mana dipercayai sebagai alien. Akibat satu dan lain hal, alien ini sampai di peternakan Shaun. Setelah melihat beberapa kejanggalan, akhirnya Shaun bertemu dengan sesosok alien lucu berwarna biru. Di tempat terpisah, sebuah organisasi gelap berusaha untuk memburu alien tersebut. Setelah itu, aksi kucing-kucingan pun dimulai.
Cerita dari “Farmageddon” benar-benar simpel. Hanya karakter utama bertemu dengan makhluk asing. Kemudian mereka mengalami petualangan bersama untuk sebuah tujuan yang pasti sudah bisa ditebak oleh penonton. Jadi kalau mau menikmati film ini, paling cocok dinikmati murni sebagai hiburan senang-senang. Tidak ada subtext atau pembahasan khusus lainnya di dalam cerita kecuali persahabatan. Yang mana alurnya cenderung lempeng ke depan dengan beberapa flashback kecil. Salah satu flashback memang efektif dalam menimbulkan layer baru dan membuat salah satu karakter pendukung terlihat lebih believable. Tapi hal tersebut baru muncul di tahap resolusi sehingga tidak banyak membantu.
Layer sampingan “Farmageddon” sebetulnya terdapat di cerita sang mandor. Menarik awalnya untuk melihat apa yang ingin ia lakukan ketika banyak orang membicarakan makhluk asing. Didukung oleh crop circle di ladangnya, sang mandor teringat sebuah ide untuk mengundang banyak orang datang ke ladang. Sayang, ketika sudah diperlihatkan, ide tersebut lebih mengarah ke arah yang konyol. Sesuatu yang bisa membuat kita garuk-garuk kepala karena keterkaitannya dengan main problem itu jauh dan pada dasarnya ide itu memang kurang menarik. Bagian ini selamat karena sang mandor memiliki Shaun. Sebuah ide yang terasa kurang matang dipoles. Jadinya terlalu mengada-ada.
Unsur humornya ada yang menjadi pisau bermata dua. Mengapa? Well, film-film “Shaun the Sheep” terkenal dengan bahasa yang dominan adalah bukan bahasa manusia. Bahasa domba. Kalau manusianya berbicara juga paling cuma “Ho ho hoo!”, atau “Oi!”. Di satu sisi ini bisa menghibur karena membuat tampilan lebih jenaka. Tapi di sisi lain, penonton juga punya batas untuk menonton sesuatu yang sebetulnya tidak dipahami seratus persen. Tahap orientasi dan tahap konfrontasi sih masih aman. Tapi ketika sudah melewati masa-masa tersebut, semua menjadi capek sendiri untuk dicerna.
Kemudian humor-humor slapstick ala Buster Keaton juga dominan di sini. Karena menggunakan bahasa bicara yang tidak dimengerti oleh kita, “Farmageddon” bermain lewat kelakuan dan tingkah konyol para karakternya. Film menggunakan formula “apes bertubi-tubi”, di mana sang karakter tidak hanya mendapatkan satu insiden saja. Bisa saja insiden tersebut berbuntut panjang dengan akhir yang benar-benar chaos. Ke-koplak-an ini memang sudah biasa dipergunakan.
Tergantung tingkat lebay-nya apakah masih oke untuk sebuah film yang lebih dikhususkan untuk anak-anak. Tak lupa, cara ini dipergunakan untuk memperkenalkan sekaligus mendekatkan audiens dengan karakter alien nya. Satu highlight terdapat di pertengahan film. Di sana Shaun diceritakan sedang berbelanja bersama si alien. Mereka berdua sama-sama dalam kondisi lapar dan kita tahu lah apa yang terjadi ketika seseorang merasa lapar.
Masuk ke sinematiknya, “Farmageddon” tampil stand out lewat tribute-nya. Tribute sendiri adalah pengaruh film lain yang dipinjam oleh sineas di film mereka, biasanya ditampilkan sebagai bentuk rasa hormat sang sineas terhadap film tersebut. Untuk jenis tribute-nya pasti “Shaun the Sheep” menggunakan tribute sinematik. Secara gitu, bahasa bicara mereka saja bukan bahasa pada umumnya. Jadi mereka memanfaatkan pengadeganan atau tokoh yang dibikin serupa dengan karakter tertentu yang filmnya di-tribute-kan.
Karena “Farmageddon” bercerita mengenai alien dan luar angkasa, maka bisa dipastikan film-film yang di-tribute di sini adalah film-film yang tidak hanya tentang genre tersebut tapi juga memiliki tingkat popularitas yang tinggi. Bahkan ada yang sudah masuk kategori “Film Legendaris”. Beberapa diantaranya adalah “E.T.” (1982), “2001: A Space Odyssey” (1968), “Arrival” (2016), “Close Encounter of the Third Kind” (1977), hingga ke saat-saat di mana Millenium Falcon dari saga “Star Wars” beraksi. Bagi penonton yang lebih tua jelas ini sesuatu yang mengasyikkan. Hitung-hitung bisa nostalgia dengan cukup ekstensif. Asiknya lagi, tribute sinematik ini ada yang ditampilkan dalam adegan yang jelas, ada juga yang bisa kita rasakan lewat tone warna yang muncul di layar.
“Shaun the Sheep Movie: Farmageddon” adalah film animasi yang cukup menghibur. Dengan ciri khasnya yang tidak ditinggalkan, film ini paling pas untuk dijadikan tontonan anak-anak dengan ceritanya yang tidak berat dan lebih menekankan pada nilai persahabatan. Sayang, alur yang lempeng dan eskalasi konflik yang tertebak membuat cerita cenderung membosankan di bagian tengah. Belum lagi layer sampingan yang terkesan maksa. Dengan pesaing-pesaing yang ada tahun ini, sepertinya akan berat bagi “Shaun the Sheep” untuk mengulang paket kejutan seperti yang mereka lakukan di tahun 2016.
Director: Will Beacher, Richard Phelan
Starring: Justin Fletcher, John Sparkes, Kate Harbour, David Holt, Chris Morrell
Duration: 86 Minutes
Score: 7.0/10
The Review
Kepopuleran 'Shaun the Sheep' mendunia berawal dari serial TV yang diputar cukup panjang, mulai dari tahun 2007-2016. Serial animasi yang berasal dari Inggris ini memang konsisten dalam mengeluarkan karya. Mulai dari televisi, hingga layar perak semua ada.Shaun the Sheep pertama kali muncul di layar lebar pada 2015, kini kembali lagi lewat Farmageddon, di mana akan berpetualang bersama alien yang jatuh ke bumi
Review Breakdown
-
7.0