Daftar film Indonesia terbaik kali ini memang agak telat kami keluarkan karena adanya sejumlah hal teknis dan banyak pertimbangan yang menyebabkan penyusunan list ini sedikit agak mundur.
Untuk list kali ini yang masuk dalam daftar adalah film-film yang telah rilis untuk umum di tahun 2020 (walaupun film tersebut sebelumnya telah rilis terbatas, atau diikutkan ke sejumlah festival).
Inilah 10 besar film Indonesia tahun 2020 versi Cineverse:
10. Mekah I’m Coming
Film yang mendapatkan tiga nominasi di Piala Citra 2020 ini menghadirkan kelucuan tanpa henti yang dihadirkan para karakternya di film itu, ditambah lagi isu yang diangkat memang relate dengan permasalahan yang sempat marak di Indonesia.
Film yang merupakan debut pertama penyutradaraan dari Jeihan Angga ini kembali menghadirkan dua bintang yang sering dipasangkan bersama dalam satu film, Rizky Nazar dan Michelle Ziudith. Kisahnya sendiri menceritakan seorang pemuda yang berusaha melamar pacarnya dengan pergi haji. Tapi sayang, dirinya malah tertipu oleh agen haji palsu yang lantas kemudian membuatnya bingung menghadapi dilema ini. Terlebih lagi sang pacar juga terancam dijodohkan orang tuanya dengan orang kaya dari kampungnya.
‘Mekah I’m Coming’ tampil apik dengan narasi yang tak berlebihan, dan penampilan cast-nya pun terasa berimbang, dengan komedi lepas yang akan mengocok perut kita hingga selesai.
9. Mangkujiwo
Film horor yang rilis di bioskop pada akhir Januari 2020 ini merupakan prekuel film Kuntilanak versi sebelumnya, 2006-2008 yang dibintangi Julie Estelle dan juga versi 2018-2019 yang dibintangi sekelompok remaja.
Mangkujiwo digarap oleh Azhar Kinoi Lubis (Kafir: Bersekutu Dengan Setan) dan diperankan oleh Sujiwo Tejo, Yasamin Jasem, Roy Marten, Djenar Maesa Ayu, Karina Suwandhi, dan Samuel Rizal ini memang tampil dengan premis menarik yang mengantar kita ke Jawa masa lalu.
Dengan menampilkan budaya Jawa yang kental, visualisasinya juga tampil menawan, dengan tata suara yang lebih unggul dari film bergenre serupa di tahun 2020. Kelebihan lainnya adalah ‘Mangkujiwo’ bukan tipe film horor bertipe jumpscare yang banyak ditemui di film horor Indonesia, namun menampilkan elemen gore yang lebih impresif.
Kini di film ‘Mangkujiwo’ kita akan mengetahui jawaban atas beberapa pertanyaan yang muncul di beberapa film sebelumnya, terutama mengenai Samantha yang memiliki sisi gelap dan kemudian bertindak seperti iblis di film pertamanya. Atau asal usul Lingsir Wengi yang digunakan untuk memanggil kuntilanak dan membunuh yang diinginkannya. Salah satu yang terpenting adalah terbentuknya sekte misterius Mangkujiwo mulai terkuak di film ini. Memang masih ada sejumlah pertanyaan yang diharapkan dapat muncul di sekuel berikutnya.
8. Sabar Ini Ujian
Film Indonesia pertama yang tayang perdana di Disney+ Hotstar pada 5 September 2020 ini langsung menggebrak dengan tema yang bisa dikatakan mungkin film ini pelopornya di Indonesia. Dengan tema time loop yang disutradarai Anggy Umbara, Sabar Ini Ujian tentunya menarik untuk ditonton, karena referensi terdekat film seperti ini ada di beberapa film Hollywood seperti misalnya ‘Groundhog Day’ (1993) atau yang terbaru, duology ‘Happy Death Day’ (2017-2019) yang sempat muncul di layar lebar Indonesia.
‘Sabar Ini Ujian’ menceritakan tentang Sabar (Vino Bastian) yang diundang hadir di pernikahan mantannya, Astrid (Estelle Linden). Tetapi ia malah terjebak di hari yang sama dan harus menjalaninya berkali-kali. Dari situ Sabar mengetahui mungkin Astrid lah jodohnya selama ini, tapi ia harus keluar dulu dari time loop tersebut agar ia dapat membuktikan teorinya itu.
7. Nona
Film yang ditayangkan perdana lewat layanan streaming Disney+ Hotstar pada 6 November ini sempat luput dari perhatian karena banyaknya film Hollywood yang harus di-review pada bulan tersebut. Namun film yang disutradarai Anggi Frisca ini ternyata layak masuk dalam jajaran film Indonesia terbaik.
‘Nona’ memiliki premis yang tak rumit sebenarnya, namun penuh makna tentang arti kehidupan. Berkisah tentang perjalanan wanita muda bernama Nona (Nadya Arina) ke Azerbaijan untuk menghadapi ketakutannya setelah sebelumnya kehilangan teman dekatnya, Ogy (Augie Fantinus).
Kematian Ogy disebabkan karena mereka sempat bersitegang sebelumnya, dan hal tersebut membuat Nona putus asa dan hampir bunuh diri karena pengalaman masa lalunya yang pahit. Namun ia mendadak terkejut mendengar suara Ogy yang muncul dari boneka orangutan, hadiah terakhir yang diberikan Ogy kepadanya.
‘Nona’ menyuguhkan visualisasi eksotis dari negara Azerbaijan, sebuah negara bekas pecahan Uni Soviet di masa lalu, dengan lansekap kaki gunungnya yang indah dan luas, dan kulturnya yang beragam. Tak seperti film Indonesia lain yang terlalu mengekspos negara-negara Eropa Barat ketika syuting, pemilihan negara ini juga terbilang berani, karena mengacu pada tema yang diusung cerita itu sendiri, yaitu tempat di mana bahtera Nabi Nuh ditemukan.
6. Sejuta Sayang Untuknya
Film yang tayang perdana di Disney+ Hotstar ini menceritakan kisah hidup ayah dan anak perempuannya ini memang tepat ditayangkan di saat pandemi, bagaimana sang ayah, Aktor Sagala (Deddy Mizwar) berjuang setengah mati untuk membahagiakan Gina (Syifa Hadju), putri satu-satunya.
Aktor Sagala yang mengurus putrinya sejak kecil, dituntut mencari nafkah, mengurus berbagai keperluan rumah tangga dan yang terpenting adalah ia ingin Gina tumbuh dengan baik dan mempunyai pendidikan tinggi. Sebagai seorang ayah, Aktor Sagala memang tak pernah mengeluh, bahkan dalam keadaan sakit sekalipun, bahkan saat ia tak mempunyai uang pun, ia mengutang kiri kanan agar dapat makan bersama anaknya.
Kekuatan akting kedua cast utama dalam cerita yang relate dengan kehidupan banyak orang di saat pandemi, juga ceritanya yang sangat natural membuat film ini masuk jadi salah satu film terbaik di tahun 2020.
5. Quarantine Tales
Salah satu film yang tadinya tidak masuk dalam daftar ini, tapi karena keunikan ceritanya dan konsepnya yang berbeda dari banyak film lainnya, film ini akhirnya masuk sebagai salah satu yang terbaik. Film ini dikemas sebagai film antologi yang terdiri dari 5 kisah dengan 5 sutradara berbeda dan dibintangi oleh bintang ternama seperti Adinia Wirasti, Marissa Anita, Verdi Solaiman, Roy Sungkono, dan Abdurrahman Arif.
‘Quarantine Tales’ rilis perdana di platform film berbayar lokal yaitu Bioskop Online pada 18 Desember 2020, tanpa banyak publikasi, namun ternyata kualitasnya di atas rata-rata.
Dari tema besarnya, masing-masing sutradara menampilkan ide cerita menarik dengan berbagai genre, namun yang membuat film ini relate adalah sesuai judulnya, menampilkan kisah semasa karantina atau saat pembatasan sosial masih berlangsung.
Film pertama ‘Nougat’ disutradarai Dian Sastrowardoyo, ‘Prankster’ disutradarai oleh Jason Iskandar, ‘Cook Book’ disutradarai Ifa Isfansyah, ‘Happy Girls Don’t Cry’ disutradarai Aco Tenri, dan ‘The Protocol’ disutradarai Sidharta Tata.
Kisah yang ditampilkan mempunyai keunikannya tersendiri dan film omnibus seperti ini pantas menjadi pilihan kamu dalam menonton karena keunikan cerita dan tema yang diusungnya.
4. Humba Dreams
‘Humba Dreams’ mengikuti sejumlah film yang dirilis ke publik via layanan streaming Netflix. Film yang disutradarai Riri Riza ini memperoleh 6 nominasi Piala Citra dan memenangi satu diantaranya yang diraih Aksan Sjuman sebagai penata musik terbaik.
Film ini menceritakan Martin (JS Khairen), seorang mahasiswa film di Jakarta yang pulang ke tanah kelahirannya di Sumba. Ia dipanggil keluarganya karena melaksanakan keinginan almarhum ayahnya yang mewariskan sebuah rol film yang sama sekali ia tak ketahui isinya.
Pesan sang ayah adalah kalau film itu harus ditayangkan untuk penduduk Sumba. Mulai sibuklah Martin mencari tahu bagaimana ia dapat mencuci rol film langka tersebut lewat internet. Pencarian itu mempertemukannya dengan Anna (Ully Triani), yang menanti kabar suaminya yang bekerja di luar negeri.
‘Humba Dreams’ menceritakan perjalanan yang mengungkap Sumba, adat istiadatnya, film warisan ayahnya dan juga perjalanan Martin sepenuhnya yang akan membuka takdir dalam hidupnya ke depan.
Keunggulan yang terlihat mata adalah sinematografinya yang brilian, musiknya pun catchy berbau etnik dan ceritanya pun ringan, namun mempunyai makna yang dalam.
3. The Science of Fictions
Film Indonesia yang satu ini agak berbeda dari para kompetitornya yang sudah pernah tayang di bioskop Indonesia. Bagaimana tidak, “The Science of Fictions” atau dikenal juga dengan nama “Hiruk-Pikuk si Al-Kisah” malah kebalikannya, melanglang buana ke berbagai festival film internasional terlebih dahulu sebelum masuk ke bioskop Indonesia. Salah satu yang menjadi highlights-nya adalah mendapatkan “special mention” di Locarno Film Festival.
‘The Science of Fictions’ berhasil mendapatkan 10 nominasi pada Festival Film Indonesia 2020 dan berhasil memenangkan penghargaan Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik kepada Gunawan Maryanto.
Sutradara Yosep Anggi Noen memberikan kisah seorang wong cilik yang mendapatkan sebuah kenyataan pahit. Menceritakan Siman (Gunawan Maryanto) yang tak sengaja menyaksikan kru asing sedang syuting pendaratan di Bulan di sebuah area tak berpenghuni pada tahun 1960-an.
Ia kemudian ditangkap dan lidahnya dipotong agar tak menyebarkan rekayasa pendaratan di Bulan Hal ini mengakibatkan cacat pada dirinya, dan juga membuat semua tak lagi nampak sama. Film lalu mengikuti perjalanan Siman setelahnya, mulai dari era 60-an hingga masa kini.
Secara teknis, penonton bisa melihat sekali bagaimana permainan Anggi Noen dalam mengatur waktu lewat beberapa creative decision yang ia buat. Memang, seorang filmmaker itu punya kontrol terhadap durasi waktu, yang mana di sini durasi waktunya bisa mencapai bertahun-tahun.
Guna mendukung tuntutan naratif tersebut, Anggi memanfaatkan warna dan aspek rasio. Ada yang hitam-putih dan ada yang berwarna. Ada yang aspek rasionya full screen 1.33:1 dan ada yang aspek widescreen 1.85:1, yang biasa digunakan dalam film bioskop.
Yang menarik disini adalah narasinya yang dibawakan tanpa dialog oleh Gunawan Maryanto itu sendiri. Semua dibawakan dengan gerakan lamban dan konsistensinya yang dijaga, memang teramat berat. Wajar saja kalau ia mendapatkan Piala Citra yang berlangsung Desember kemarin.
2. Mudik
Film ini sudah menarik perhatian sejak akhir tahun lalu. “Mudik” menjadi wakil Indonesia yang berhasil masuk ‘official selection’ International Film Festival and Awards – Macao (IFFA Macao). Nah film ini akhirnya rilis perdana oleh salah satu layanan streaming lokal, Mola. Ceritanya sendiri juga sederhana, Aida (Putri Ayudya) sedang berada di situasi yang tidak mengenakkan. Meski begitu, Ia tetap menemani suaminya, Firman (Ibnu Jamil), untuk mudik ke tempat orang tua Firman. Mereka berdua mudik naik mobil hingga suatu hari kejadian buruk menimpa. Aida secara gak sengaja menabrak seorang pria hingga tewas. Aida dan Firman kemudian terpaksa pergi ke desa korban yang bersangkutan untuk bertanggung jawab.
Sudah jatuh tertimpa tangga, Aida dan Firman justru menghadapi masalah yang semakin pelik. Di sisi lain, mereka bertemu dengan Santi (Asmara Abigail), istri dari pria yang tewas ditabrak.
Film ini berhasil menjaga intensitas secara stabil. Mulai dari scene pertama ketika Aida beresin barang, kita bisa membaca kalau ada yang gak beres. Intensitas tersebut akan dibawa naik perlahan demi perlahan sampai tahap resolusi.
Kepiawaian Putri Ayudya dan Ibnu Jamil dalam membawakan karakter masing-masing perlu diacungi jempol. Dengan dipicu satu masalah saja, masalah mulai merembet ke hal yang lain, hingga pada akhirnya datanglah pencerahan yang akan membuat kisah ini datang dengan ending yang tak diduga sebelumnya.
1. Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini
Tepat mengawali tahun 2020, film yang diadaptasi dari novel karya Marcella FP ini dirilis dan disutradarai Angga Dwimas Sasongko ini rilis di bioskop Indonesia dan memperoleh jumlah penonton yang terbilang fantastis, hingga 2,2 juta penonton dan menjadi film kedua dengan penonton terbanyak setelah ‘Milea: Suara dari Dilan’.
Novel NKCTHI sendiri lebih berisikan quotes-quotes yang ditambahkan ilustrasi-ilustrasi cantik. Jadi bagaimana cerita coba dibangun dari sana? Bisa dibilang meski inspirasinya berasal dari buku, “Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini” memiliki unsur original screenplay yang kuat. Hebatnya, hal tersebut membuat kedudukan film menjadi unik karena bisa saja orang yang sudah baca novelnya pun tidak bisa membayangkan secara pasti bakal seperti apa ceritanya.
Film mengangkat kisah keluarga Narendra. Isinya ada Ayah, Ibu, dan tiga anak mereka. Anak pertama yaitu Angkasa. Ia dari kecil sudah dibebani sesuatu, yaitu peran kakak laki-laki yang harus bisa menjaga adik-adiknya. Kemudian anak kedua yaitu Aurora. Dia adalah anak yang berbakat. Ia juga pekerja keras dan memiliki keyakinan. Sayangnya, ia juga kerap kali menemui kegagalan.
Anak paling bontot adalah Awan. Dia diceritakan sedang menempuh masa probation akhir di sebuah firma arsitektur. Berbeda dengan teman-temannya, Awan memiliki idola yang anti-mainstream. Siapa lagi kalau bukan arsitek yang kini merupakan bos besar di tempat ia magang. Film akan menunjukkan lika-liku kehidupan para anggota keluarga ini, di mana semakin lama semakin menampilkan apa yang menjadi slogan film ini; Setiap keluarga punya rahasia.
Satu hal yang patut untuk langsung diapresiasi adalah pengolahan karakter-karakternya. Seluruh anggota Keluarga Narendra memiliki permasalahan masing-masing dan entah bagaimana caranya permasalahan tersebut memiliki sub-text atau nyambung dengan apa yang tersimpan di rumah. NKCTHI tidak menampilkan konflik yang pasaran, justru film menampilkan bagaimana mereka sebagai tiga bersaudara menghadapi keadaan dengan tidak saling menyalahkan.
Hal inilah yang membuat film ini layak menjadi yang terbaik di tahun 2020.