Mengapa Adegan Pembuka ‘The Batman’ Jadi yang Terbaik?

Merupakan salah satu adegan pembuka terbaik setidaknya sepanjang sejarah Batman, jika tidak menjadi sejarah pada dunia perfilman.

 

Masih dengan ‘The Batman’ karya Matt Reeves yang telah menerima banyak ulasan positif sejak rilis teatrikalnya pada 4 Maret lalu, tentu ini merupakan hasil yang mengejutkan setelah banyaknya rangkaian film DC yang gagal — oleh penonton dan kritikus — dalam beberapa tahun terakhir.

Mendapat sambutan positif belum tentu semua orang suka dengan film ini, selalu akan ada orang-orang yang tidak tertarik dengan ‘The Batman’ dan berbagai titik plot dan karakterisasi, tetapi secara keseluruhan film ini merupakan upaya pertama yang bagus dari novel yang mengambil karakter Batman.

Tampaknya kesimpulan dari film ini ditujukan untuk membuat serial, yang berarti akan ada ruang untuk mengalami pertumbuhan ataupun peningkatan hingga mencapai sesuatu yang benar-benar istimewa. Karena itu, pembukaan kreatif epik Reeves harus menjadi salah satu yang terbaik setidaknya dalam sejarah Batman, jika bukan masuk dalam sejarah film.

Urutan adegan pembukaan, dan semua elemen berikutnya — sinematografi, soundtrack, desain suara, dialog, pertarungan, pengaturan — berujung menjadi sebuah karya film yang benar-benar menakjubkan.

‘The Batman’ tidak dibuka dengan Caped Crusader yang tengah berjongkok seperti gargoyle atau pun menukik megah mengelilingi kota, selain itu juga tidak ada senar yang terlihat atau orkestra besar yang mengejutkan penonton.

Justru sebaliknya, Reeves mengambil pendekatan yang lebih intim dan halus, penonton diposisikan supaya memiliki “pandangan mata kelelawar,” menatap melalui penutup, mendengar napas berat, menjadi pengintip. Saat adegan mengarah ke jendela korban pertama di film, kemudian penonton diarahkan dengan proses pengungkapan cerdas yang ternyata pemilik penutup kepala itu bukan milik Batman, tetapi milik The Riddler (Paul Dano).

Musik klasik yang samar dan arsitektur Gotik tradisional menciptakan kengerian, benar-benar seperti suasana horor yang jadul. Pencahayaan redup dan suasana rumah membuat kita paranoid, menilai bayangan, hanya untuk melihat sosok menakutkan di sana. Rasa takut yang tak terhindarkan mencapai klimaks ketika berubah menjadi suasana pembunuhan brutal, setiap dentuman dan napas dieksekusi dengan sempurna.

Selanjutnya, beralih ke Batman, Robert Pattinson memberikan narasi yang tenang dan murung: itu tidak hanya memberikan eksposisi, tetapi juga rasa dari Batman baru ini. Batman yang ini belum menyempurnakan tanggung jawab di kehidupan gandanya; dia tidak memiliki karisma menenangkan seperti Bruce Wayne.

Dia memiliki persona tanggung jawab yang ilegal dan usaha untuk membalas dendam, sehingga semua umat manusia tampaknya telah meninggalkannya. Penonton dapat melihat sisi luar seseorang yang tertekan, menggambarkan dua tahun pertamanya memerangi kejahatan, dan berlanjut memburuk.

Ketika suara, musik, dan set lokasi mulai: hujan deras memberikan latar belakang suram yang sempurna dan latar belakang suara bisingnya digunakan untuk menunjukkan sosok Batman. Kereta bawah tanah yang gelap dan suram, tertutup debu dan coretan, suara yang memekik di sepanjang kota, dan membawa korban yang tidak bersalah dengan pasukan kejam nan jahat.

Pecah sudah perkelahian antara preman dan warga yang tak berdaya, mereka dengan cepat berayun indah di tengah hujan. Kami, para penonton mendengar gema gemerincing dalam kegelapan, kami merasakan ketakutan para preman dan korbannya yang menatap ke dalam jurang jalan gang.

Elemen musik dari Michael Giacchino benar-benar menakjubkan; itu membuat kita menduga-duga, dramatis, dan memilih membuat motif lonceng gereja yang mencolok dari Batman adalah suatu loncatan jenius. Suara sederhana ini datang untuk menempatkan Batman sebagai kekuatan penghakiman tetapi, juga, malapetaka — ungkapan “untuk siapa bel berbunyi” yang sangat sering muncul di benak kita.

Reeves hampir menjebak kita dalam ketakutan dengan lompatan yang remeh dengan jumlah teror dan ketegangan yang dia ciptakan, tetapi justru sebaliknya, ia terus mengeluarkan rasa takut, ketika Batman perlahan melangkah keluar dari kegelapan.

Sebagai pendukung bagi para pekerja yang berada di balik desain suara dan efek visual, gema bunyi sepatu botnya yang terciprat di tengah hujan deras terdengar memukau secara visual. Pertarungan meningkat, tetapi pertempurannya terlihat biasa-biasa saja sehingga mengurangi sensasi kebrutalannya.

Akhirnya, Batman ditanyai pertanyaan klasik yang ditunggu-tunggu: “Siapa kamu?” Reeves membuat kita siap untuk merasa ngeri seperti yang kita harapkan akan menjawab dengan seperti ini “[dia] Batman.” Namun, ternyata sangat mengejutkan dan menyegarkan mendengar jawaban Pattinson: “Saya balas dendam.”

Ini adalah respons yang sempurna untuk Batman satu ini yang begitu diselimuti kesedihan dan kemarahan sehingga kariernya sebagai orang yang mengadili sendiri bukan tentang keadilan tetapi tentang balas dendam pribadinya yang lebih dominan. Penjahat Gotham sudah mengambil apa yang paling dia hargai, dan dia siap untuk balas dendam karena hal itu.

Setelah pertarungan, kami kembali ke voice over milik Pattinson. Kami melihat jurnal coretan, Pattinson mengenakan riasan mata gelap yang Gotik, dan lagu klasik Nirvana yang indah yaitu “Something in the Way.” Reeves mengambil inspirasi dari Kurt Cobain untuk interpretasinya tentang Batman, yang dapat dilihat dalam momen-momen yang lebih personal ini.

Batman adalah pahlawan yang jarang kita pikirkan: dia sering dianggap tidak bisa ditembus secara emosional, tidak pernah salah, selalu bersama, dan menyelinap dengan mulus ke dalam persona miliarder playboy — tetapi tidak yang ini.

Cobain terkenal karena membuat jurnal, merupakan sosok yang tersiksa karena karirnya hingga sangat menderita karena depresi: semuanya mirip seperti penggambaran dalam Batman oleh Pattinson. Sangat jelas bahwa Batman sebenarnya tidak benar-benar terpuaskan dengan memukuli orang jahat, karena ia tidak mengisi apa pun untuk depresi dan kesedihannya. Jika dipikir-pikir, semua faktor karakter ini membuat pandangannya pada adegan terakhir film jauh lebih kuat.

Dia bukan lagi seorang pria pendendam yang menyerang sebuah ketakutan, dia lebih seperti seorang pelindung yang ingin menginspirasi untuk mengembalikan kepastian. Dia ingin menjadi Batman bagi mereka yang baik, bukan hanya untuk orang jahat.

Secara keseluruhan, semua ini tidak akan memiliki resonansi apa pun (dan akan sangat dekat dengan rangkaian terakhir ‘The Dark Knight’ karya Christopher Nolan), jika momen-momen penting pembukaan film ini tidak ada. Tidak peduli apakah kamu menikmati ‘The Batman’ secara keseluruhan atau tidak, tetapi kekuatan dari adegan pembukaannya luar biasa.

Ini merupakan master dalam pengerjaan kamera, desain suara, musik, dialog, dan jenis karakterisasi baru dari yang sudah ada, dan menjadi sangat mengesankan ketika karakter tersebut ternyata sudah ada selama lebih dari 80 tahun.

Jadi, mungkin ini sebuah harapan, jika nantinya akan ada waralaba lain – bahwa bagian dari sinema ini hanyalah awal dari hal-hal luar biasa berikutnya yang akan datang.

Exit mobile version