Penggambaran realistis persahabatan anak sekolah di ‘Turning Red’, yang tidak sering dijumpai di beberapa film remaja.
Jika membayangkan film atau serial khas yang berlatar di SMP atau SMA, kita pasti membayangkan aktor dan aktris yang jauh lebih tua dan tidak cocok memerankan karakter remaja dengan rambut, kulit, dan selera fashion yang sempurna.
Ada kisah antara sekelompok anak populer dan sekelompok anak buangan yang digambarkan sangat jauh dari kata akurat, ada plot di mana para kutu buku bermimpi menjadi populer dan berusaha keras hingga menciptakan konflik antara teman-temannya, dan bahkan kurangnya komunikasi di antara teman-teman yang membuat mereka menjauh.
Sekarang, buang semua itu karena artikel ini akan membahas tentang ‘Turning Red’, sebuah persahabatan menarik yang sangat dekat dengan kata akurat.
‘Turning Red’ adalah film animasi terbaru Pixar yang mengikuti Meilin Lee (Rosalie Chiang), seorang gadis berusia tiga belas tahun yang cerdas, konyol, mencintai teman-temannya, dan melakukan segala yang dia bisa untuk hidup sesuai dengan harapan ibunya, Ming (Sandra Oh).
Ketika ibunya mempermalukannya setelah menemukan buku catatannya penuh dengan gambar, Meilin bangun keesokan paginya sebagai panda merah raksasa. Dia harus belajar untuk mengendalikan kutukan itu sampai bisa disegel selamanya, seperti yang terjadi pada semua wanita di keluarga mereka.
Tapi apakah itu yang benar-benar diinginkan Meilin? Atau yang diinginkan Ming?
Plot umum film ini sering kita jumpai sebelumnya. Anak perempuan yang merasa ditindas oleh ibunya yang penuh dengan tututan dan harapan, dan anak perempuan yang menemukan dirinya dan belajar untuk menerima identitasnya.
Namun, ‘Turning Red’ tidak hanya berhenti di situ saja. Ada dua hal yan lebih penting yaitu karakter, dan persahabatan antara Meilin dan teman-temannya yaitu Abby, Priya, dan Miriam (Hyein Park, Maitreyi Ramakrishnan, dan Ava Morse).
Menggambarkan masa “alay” anak sekolah menengah tahun 2000-an
Film ini benar-benar menangkap masa-masa yang dilalui anak sekolah menengah. Ketika kita masih muda, kita semua pasti merasa diri kita sangat aneh, atau kita biasa menyebutnya dengan kata “alay”.
Meskipun kita membayangkan masa itu hilang saat kita tumbuh dewasa, tapi kita tidak akan pernah melupakannya. Kita akan merasa sangat malu setiap kali mengingatnya.
‘Turning Red’ tidak ingin kita melihatnya sebagai anak-anak yang aneh dan “alay”. Mereka menampilkannya dengan cara yang mengingatkan kita bahwa mereka bersenang-senang di masa itu.
Mereka jujur pada diri mereka sendiri dan mereka nyaman bertindak konyol satu sama lain. Masing-masing dari mereka penuh dengan energi yang unik, tetapi rasanya benar-benar otentik.
Hal itu bukan sesuatu yang sering kita lihat di film dan TV. Biasanya, kelompok aneh ini adalah sasaran empuk untuk menjadi bahan lelucon, atau mereka dianggap sebagai karakter yang “caper” dan menjengkelkan.
Sangat mudah untuk menempatkan diri kita dalam karakter ini, terutama jika kamu adalah remaja di tahun 2000-an.
Mengingat masa-masa dimana kita tergila-gila dengan sebuah boy band, menyukai film vampir dan manusia serigala, dan berpakaian sesuai dengan apa yang kita sukai tanpa mempedulikan pendapat orang lain.
Memiliki apa yang selalu ada dalam persahaban di dunia nyata
Persahabatan adalah salah satu tema terkuat di ‘Turning Red’. Film tersebut berhasil memperlihatkan apa yang terjadi dengan anak-anak remaja sebenarnya, dan tidak pernah terasa seperti persahabatan yang dipaksakan.
Dulu, mempunyai jabat tangan konyol dengan teman dekat merupakan sebuah tanda kedekatan suatu pertemanan, begitu juga dengan kelompok ini. Mereka saling mengangkat dan menghormati perbedaan satu sama lain.
Seperti halnya persahabatan remaja, mereka tidak selalu melakukan hal yang benar. Kadang mereka melakukan hal bodoh dan salah, bertengkar, lalu meminta maaf dan akhirnya bersahabat kembali.
Inilah yang membedakan ‘Turning Red’ di tengah banyaknya serial dan film remaja modern seperti ‘Euphoria’, ‘Riverdale’ dan masih banyak lagi. Tidak ada upaya untuk membuat anak-anak itu tampak lebih tua dari mereka, atau lebih dewasa dari mereka. Tidak ada dorongan untuk membuat mereka “keren” dengan cara yang tidak nyata.
Namun, ada setiap upaya untuk menjadikannya karakternya nyata dan memberi mereka hubungan yang akurat satu sama lain yang tidak hanya membuat mereka lebih dapat dipahami oleh penonton, tetapi juga menciptakan cerita yang jauh lebih baik dan lebih membumi.
Dan terakhir, film ini mengajarkan kita bahwa tidak ada alasan untuk merasa malu sama sekali. Kita semua pernah muda dan mengalami masa itu.
Jika ada satu hal yang bisa diambil dari persahabatan ‘Turning Red’, itu adalah tidak peduli berapa usia kita, kita akan selalu menjadi sedikit aneh, terutama dengan orang yang kita cintai.