Lewati Satu Dekade, ‘Scream’ 2022 Bawa Banyak Perubahan

Kini horor bukan hanya tentang kematian atau penyakit mental si antagonis, hal baru itu akan menjadi bagian dari ‘Scream’ 2022 karya Bettinelli-Olpin dan Gillet.

 

Setelah 25 tahun lamanya, penonton masih memiliki sesuatu yang membuat mereka berteriak (scream). Serial ikonik buatan Wes Craven dan Kevin Williamson, ‘Scream’, telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun.

Banyak hambatan dari kebocoran naskah, pemain baru, menjelajah kesana kemari sebagai waralaba yang sukses, serial televisi, popularitas film yang memudar dan kematian pencipta ‘Scream’ itu sendiri, Wes Craven. Setelah menghadapi perjalanan berbatu, ‘Scream’ datang kembali.

Meskipun sekuel ini tidak lagi ditangani oleh Wes Craven dan Kevin Williamson, melainkan oleh sutradara Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett, juga penulis James Vanderbilt dan Guy Busick. Mereka berhasil menjaga peninggalan Craven dengan menjunjung tinggi kesukaan penggemar tentang serial tersebut selama dua setengah dekade.

Mereka pula yang mendorong waralaba ini dengan cara yang lebih menarik dan menawarkan komentar tajam tentang genre horor masa kini, sesuai dengan kesukaan penggemar sekaligus haters di generasi sekarang.

Genre horor yang sekarang disajikan lebih baik dari sebelumnya, dengan kata kunci elevated horror. Istilah yang bermakna film horor dengan nilai artistik tinggi dan lebih cerdas dari sebelumnya.

Perusahaan seperti A24, Neon, Radius-TWC dan IFC Midnight yang memproduksi film ‘It Follows’ (2014), ‘The Witch’ (2015) dan ‘Hereditary’ (2018).

Berbeda dengan sesuatu seperti ‘The Badadook’ (2014) dari ‘Lights Out’ (2016) di benak penonton, dan memungkinkan bagi film semacam ‘Get Out’ (2017) untuk terhubung dengan penggemar non-horor dan kritikus berkulit putih yang enggan dengan film horor pasaran keluaran Blumhouse.

Alih-alih tumbuh bersama ‘Shaun of the Dead’ (2004), ‘The Hills Have Eyes’ (2006), ‘Halloween’ (2007), dan ‘Paranormal Activity’ (2007) sebagai batu loncatan, para remaja ini justru menemukan jalan mereka dalam kegelapan melalui ‘Green Room’ (2015) dan ‘The Lighthouse’ (2019).

Hal itu membuat para karakter teringat akan kekuatan, ketakutan, dan emosi yang menyertai film tersebut. ‘Scream’ yang baru mengajak para karakter remaja untuk mengingat bahwa film klise dan ketinggalan zaman masih dapat dikulik lebih dalam.

Film ini juga dituntut untuk mengarah ke wilayah yang lebih luas dari sebelumnya yang didominasi oleh film-film blockbusters. Lebih dari film horor biasa, film ini memuat banyak bahasa sinematik untuk gen Z. ‘Scream’ selalu berupaya menyesuaikan diri dengan arus budaya film yang lebih besar.

Banyaknya waralaba ‘Scream’ setara dengan besarnya hutang pada film slasher dengan anggaran rendah tahun 80-an, yang selaras dengan salah satu waralaba terbesar di dunia, ‘Star Wars’.

Pada tahun 1997, ‘Scream 2’ memicu perdebatan apakah sekuelnya dapat lebih hebat daripada film aslinya. Trilogi ‘Scream’ di awal menyuguhkan pertarungan dramatis dan pengungkapan rahasia keluarga. Penonton ditantang untuk mempertahankan narasi yang ada dalam benak mereka.

‘Scream’ terbaru ini membawa ide itu pada destinasi akhirnya. Dimulai dengan penusukan siswa sekolah menengah, Tara (Jenna Ortega), dan pembunuhan di Woodsboro yang dimulai kembali.

Di film ini korban terhubung dengan karakter dari film sebelumnya, Dewey Riley (David Arquette) dan sekelompok wajah baru seperti Sam (Melissa Barrera), Richie (Jack Quaid), Wes (Dylan Minnette), Amber (Mikey Madison), Liv (Sonia Ammar), Chad (Mason Gooding) dan Mindy (Jasmin Savoy Brown) yang mulai mengubah aturan lama.

Mindy menjelaskan bahwa mereka terjebak dalam “requel”, bagian nostalgia yang membawa kembali wajah dari pembunuhan bersama dengan karakter baru, yang masih berkaitan dengan korban dan penyintas sebelumnya.

Ia juga menjelaskan bahwa ‘Stab’ tidak ada hubungannya dengan pembunuhan sebelumnya. Meski film tersebut tidak mengomentari secara langsung ‘Star Wars’ dan ‘The Last Jedi’, film tersebut berupaya mengejek penggemar toxic yang menghabiskan waktu untuk membuat video tentang segala sesuatu yang salah mengenai film, juga mengirim ancaman pembunuhan pada para pemain dan kru yang terlibat.

Perilaku semacam ini ironisnya lebih sering dijumpai dari kalangan penggemar film superhero dibandingkan film horor. Mereka mengeluarkan omongan jahat di balik anonimitas.

Mentalitas ini tidak jauh berbeda dari motif para pembunuh Ghostface di ‘Scream’ 1996.

Dengan berbagai perbandingan seperti ‘Star Wars’, sekuel warisan merupakan tren terpopuler di Hollywood sekarang.

‘Scream’ terbaru berbeda dari sebelumnya, para pembunuh ingin terkenal karena narasi yang mereka bangun, bukan seperti yang dilakukan Jill karena hubungannya dengan karakter sebelumnya.

Pembunuh Ghostface kini terungkap yaitu Amber dan Richie, penggemar berat ‘Stab’, yang mengatur skenario selanjutnya dan yang akan menyenangkan penggemar yang tidak puas.

Tidak hanya melibatkan kembali Sidney Prescoot, Gale Weathers, dan Dewey, tetapi juga menjebak putri pembunuh Ghostface asli, Billy Loomis di rumah yang pernah ditempati oleh Ghostface asli lainnya.

Plot ini diantisipasi kehadirannya oleh sejumlah penggemar dan menempatkan kembali narasi di tangan Sam, Sidney dan Gale yang bebas memilih akan menjadi apa waralaba ini selanjutnya.

Exit mobile version