“You have beautiful hands. I never noticed before. Everyone’s been telling me lately what beautiful hands you have and now I can see for myself, nice and clean. But so what if they’re beautiful? They’re lifeless.” – Anna Murphy
Jantung berdetak diperlihatkan dari atas ketika sedang dioperasi, merupakan adegan pembuka yang membuat kaget ketika film baru saja dimulai. Film yang dibuat oleh Yorgos Lanthimos (The Lobster) ini memang tergolong bukan film biasa.
Dr. Stephen Murphy (Collin Farrell) merupakan seorang ahli bedah jantung populer di sebuah rumah sakit swasta, begitu pula istrinya, Anna (Nicole Kidman) yang merupakan praktisi medis yang membuka klinik sendiri. Kedua pasangan ini mempunyai seorang putra, Bob dan seorang putri, Kim yang mulai beranjak remaja.
Martin (Barry Keoghan), merupakan anak dari pasien dr. Stephen yang mati ketika sedang dioperasi. Kehadiran sang dokter yang simpatik masuk dalam kehidupan sang anak, bahkan kehadiran Martin juga disambut hangat ketika diperkenalkan ke keluarga dr. Stephen.
Namun keanehan mulai terjadi, kehadiran sang anak yang semakin sering, bahkan hampir tiap hari Martin menelpon atau datang langsung hanya untuk sekedar ngobrol. Ketika dr. Stephen datang berkunjung ke rumah Martin, sang ibu (Alicia Silverstone) juga mulai merayu sang dokter. Kejadian canggung ini membuat sang dokter langsung pulang dan menolak menemui Martin untuk apapun alasannya.
Keesokannya Bob mendadak lumpuh dan para dokter tidak dapat mengetahui sakit yang dideritanya. Tak lama kemudian, Kim mengalami hal yang sama dengan Bob. Tak pelak dr. Stephen menyalahkan Martin atas sakit yang diderita kedua anaknya. Anna pun mulai curiga dan mulai mencari tahu penyebab keanehan yang mulai menimpa keluarganya ini.
Dari judulnya saja, Chillers tentu bertanya-tanya apa maksud dari film ini. Unsur metafora yang tersirat dari judulnya tentu mempunyai makna berbeda-beda bagi setiap individu. Dan film bergenre psychological thriller ini bercerita tentang pengorbanan dan balas dendam. Martin di sini bertindak layaknya Tuhan yang memberi keadilan berupa hukuman lewat penyakit yang diderita Bob dan Kim. Belakangan diketahui kalau dr. Stephen sempat mabuk sebelum operasi yang mengakibatkan ayah Martin meninggal dunia di tangan sang dokter.
Anna yang mulai mencari tahu asal muasal keanehan ini melakukan pengorbanan layaknya seorang istri yang sayang pada keluarganya apapun salah mereka. Dirinya pun tidak mempersalahkan sang suami ketika melakukan kesalahan itu dan malah mendukung suami melakukan hal yang semestinya dilakukan yakni mengorbankan seorang anaknya agar terbebas dari kutukan itu.
Yorgos yang memang kita kenal dalam film sebelumnya The Lobster, tampil dengan background music yang cenderung disturbing. Alunan biola yang menyayat hati tampil berulang kali dengan sedikit noise dan tempo tinggi, bahkan musik ini tampil ketika adegan cenderung flat. Penempatan musik yang cenderung absurd ini secara tidak langsung menambah ketegangan film yang sebenarya lebih didominasi adegan drama. Script-nya yang apik ini dikerjakan Yorgos bersama Efthymis Filippou yang telah bekerja sama dengannya sejak The Lobster.
Barry Keoghan pun tampil prima sebagai Martin, sosok yang merasa kehilangan figur sang ayah, dan berharap sang dokter dapat menggantikan peran itu. Namun ternyata kehadiran Martin dirasa semakin menggangu kehidupannya. Dan setelah mendapat penolakan itu barulah Martin memberi ‘penjelasan’ akan apa yang akan dialami sang dokter nantinya.
Buat Chillers yang tidak terlalu memahami makna dari film ini, memang film ini sedikit rumit. Namun film ini lebih mudah dipahami di budaya ketimuran ketimbang di budaya barat, terlebih adanya unsur karma yang lekat dengan budaya kita sehari-hari. Dan istri sebagai penyambung lidah keluarga memang sudah menjadi tradisi yang akan bertindak sebagai barrier bagi keutuhan rumah tangga.