Japanese Film Festival 2022 akan digelar kembali secara online yang berlangsung mulai tanggal 14-27 Februari mendatang.
Festival ini diselenggarakan oleh The Japan Foundation, Jakarta. JFF pertama kali diselenggarakan secara online pada tahun lalu dan mendapat respon yang positif bagi para pembuat film. Oleh sebab itu, kini JFF dihadirkan kembali dengan konsep yang masih sama yakni via online.
Japanese Film Festival merupakan satu-satunya festival yang menghadirkan rangkaian film Jepang dari beragam genre yang dapat diakses secara daring. JFF sudah hadir di Indonesia sejak tahun 2016 dengan inisiasi oleh The Japan Foundation, Jakarta, JFF juga pernah hadir di beberapa kota di Indonesia, dan mulai menghadirkan JFF online karena adanya pandemi.
Kali ini merupakan pertama kalinya JFF akan diselenggarakan secara serentak serta dapat diakses oleh masyarakat di lebih dari 20 negara di lima benua termasuk Indonesia mulai tanggal 14-27 Februari 2022.
Selain Indonesia, negara yang ikut berpartisipasi di antaranya termasuk, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, Kamboja, India, Korea, Nepal, Bangladesh, Amerika Serikat, Meksiko, Brazil, Argentina, Ekuador, Peru, Spanyol, Italia, Mesir, Hungaria, Jerman, New Zealand, dan Australia.
Festival ini dapat diikuti secara gratis dengan cara yang mudah yakni mengakses website resmi JFF, jika kamu ingin mengunjunginya bisa klik disini.
Selain itu, JFF juga memiliki komitmen yang baru untuk menghadirkan film-film Jepang dari beragam genre seperti animasi, drama, komedi, misteri, dokumenter, hingga klasik, serta menyediakan platform pertukaran pengetahuan kebudayaan melalui dengan tema film dan isu-isu yang dihadirkan dalam film.
Pada acara kali ini, JFF online 2022 akan menayangkan 20 film yang disertai dengan 15 teks bahasa asing termasuk bahasa Indonesia.
Menjelang gelaran festival di tahun 2022 yang semakin dekat, pihak The Japan Foundation, Jakarta menyiapkan acara pra festival yang berupa penayangan lima film Jepang terpilih untuk bisa disaksikan mulai tanggal 15 hingga 21 November mendatang secara daring dan gratis.
Berikut lima film yang akan ditayangkan melalui website JFF dengan dilengkapi teks bahasa Indonesia :
‘Little Nights, Little Love’ (2019) – Sutradara: Imaizumi Rikiya

Film ini diangkat dari cerita pendek yang dikumpulkan sehingga menjadi Novel yang berjudul ‘Eine Kleine Nachtmusik’ karya Kotaro Isaka (diterbitkan 26 September 2014 oleh Gentosha).
‘Little Night, Little Love’ menceritakan tentang kisah percintaan seorang Manajer IT di perusahaan riset pasa rberusia 27 tahun yang bernama Sato Boku (Haruma Miura) yang sedang menunggu sosok belahan jiwa yang akan menemani kehidupannya.
Suatu hari ia membuat kesalahan sehingga mengharuskannya untuk mengisi sebuah kuesioner namun tidak ada satu orang pun yang mau berpartisipasi dalam mengisi survei kecuali seorang wanita yang bernama Saki Honma (diperankan oleh Mikako Tabe), seorang wanita dalam setelan jas hitam. Sato melihat huruf “shampu” di tangan Saki. Kisah keduanya pun berlanjut dengan memulai proses pendekatan.
‘Dance With Me’ (2019) – Sutradara: Yaguchi Shinobu

‘Dance With Me’ merupakan film musikal yang dibintangi oleh Ayaka Miyoshi.
Film ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Shizuka Suzuki (diperankan oleh Ayaka Miyoshi) bekerja di sebuah perusahaan perdagangan besar. Pada suatu hari, dia dihipnotis oleh seseorang. Dengan pengaruh hipnosis tersebut, setiap kali dia mendengar musik, bahkan jika itu nada dering dari ponsel, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bernyanyi dan menari.
Shizuka Suzuki pun memutuskan untuk mencari orang yang sudah menghipnotis dirinya guna menghilangkan pengaruh yang sudah diberikan kepada dirinya. Akankah ia berhasil menemukan orang tersebut?
‘Gon, The Little Fox’ (2019) -Sutradara: Yashiro Takeshi

Film animasi stop motion ini hanya berdurasi sekitar 27 menit dengan menggunakan konsep semacam miniatur dan boneka. Dikisahkan dalam film ini ada rubah kecil yang disebut Gon. Juga ada sosok pemuda bernama Hyoju.
Hyoju hanya tinggal bersama ibunya yang sedang sakit, ia menemukan sosok rubah kecil itu dan memutuskan untuk merawatnya. Suatu ketika ia disarankan untuk menangkap belut buat ibunya agar kembali sehat dan saat berhasil menangkapnya si rubah kecil berbuat nakal dengan mengeluarkan semua ikan dan meloloskan si belut.
Hyoju pun putus asa saat berusaha mengumpulkannya, melihat hal itu rubah kecil merasa menyesal ketika mengetahui apa yang dilakukan Hyoju bertujuan untuk pengobatan ibunya dan tak lama ibundanya meninggal. Sejak itu Gon si rubah kecil begitu menyesal dan ingin berubah dengan melakukan suatu kebaikan pada Hyoju.
‘The Great Passage’ (2013) -Sutradara: Ishii Yuya

Film ini dibintangi oleh Ryuhei Matsuda dan diadaptasi berdasarkan pada novel dengan penjualan terbaik karya Shiwon Miura.
‘The Great Passage’ mengisahkan tentang perjuangan departemen perkamusan dari salah satu perusahaan untuk menyelesaikan kamus besar bahasa Jepang dalam waktu yang cukup lama, yakni sekitar 15 tahun. Film ini mengambil latar waktu di era tahun 1990-an.
Departemen perkamusan ini mengalami kendala karena salah satu pegawai penting nya ada yang memutuskan untuk berhenti dan harus mencari pengganti nya. Suatu hari mereka bertemu seorang pria kutu buku dan kaku, Majime Mitsuya. Majime adalah lulusan fakultas Sastra dan sebelumnya bekerja pada bagian salesman. Namun pekerjaan tersebut tidak cocok dengan kepribadiannya yang kikuk dan tertutup.
Dalam Departemen Perkamusan inilah kisah Majime dimulai, bagaimana ia belajar berkomunikasi, menyatakan perasaan pada orang yang dicintainya, bekerja sama dengan rekan kerja lain, dan berdedikasi penuh menyelesaikan tugasnya sampai akhir.
‘Tora-san in Goto’ (2016) – Sutradara: Oura Masaru

Film ini merupakan dokumenter yang memperlihatkan perjalanan 22 tahun sebuah keluarga yang terdiri dari 9 anggota keluarga dan berkecimpung dalam industri pembuatan udon di kepulauan Goto, prefektur Nagasaki. Bapak Toru Inuzuka yang dipanggil Tora san terkenal sebagai pembuat ‘Udon Goto’ dan garam alami di kepulauan yang jumlah populasinya kian menurun.
Ketujuh anaknya bangun pukul 5 di setiap pagi dan membantunya membuat udon sebelum pergi ke sekolah. Selama membantu membuat udon, jam kerja mereka dicatat untuk dikalkulasi menjadi uang saku mereka. Momen-momen bersama keluarga selama 22 tahun tentang bagaimana pertumbuhan, pernikahan, kelahiran, upacara penyambutan, dan perpisahan semuanya dibungkus rapih dalam film dokumenter ini.