“We are here. We are hairy. This is our right to be scary!” – Ericka.
Buat apa kita capek-capek berharap? Sesungguhnya, yang namanya ‘Dark Universe’ itu sudah ada sebelum Universal mulai bercuap-cuap. Sony Pictures sudah menyajikan ‘Dark Universe’ versi mereka sendiri lewat kisah “Hotel Transylvania”. Selama enam tahun kita disuguhkan berbagai macam bentuk monster-monster jenaka yang ada di sana mulai dari Drakula, Frankenstein, Werewolf, Mumi, dan lain-lain. Ceritanya pun terbilang solid, dengan kemampuan para penulis naskah yang dapat mengembangkan kisah seiring berjalannya waktu. Kini, setelah lama bermain-main di hotel, tiba saatnya para monster untuk keluar dan menikmati liburan. Tentu, liburan ini bukan liburan biasa karena Drac mungkin menemukan apa yang selama ini kurang dari hidupnya.
Menjalani bisnis perhotelan yang besar seorang diri tentu menguras pikiran dan tenaga, tak terkecuali bagi Drac si Drakula (Adam Sandler). Kesibukannya ini membuat Drac terlihat seperti orang stress bagi anaknya yaitu Mavis (Selena Gomez). Kasihan melihat ayahnya jadi seperti ini, Mavis kemudian mengajak Drac dan teman-teman monsternya untuk pergi liburan. Mereka naik kapal pesiar mewah yang akan membawa seluruh penumpang ke kota Atlantis yang sudah lama tenggelam. Liburan ini awalnya berjalan dengan baik, hingga suatu ketika Drac jatuh cinta pada kapten kapal pesiar yang bernama Ericka (Kathryn Hahn).
Alur cerita yang standar menjadi kelemahan utama film ini. Dari sinopsis di paragraf sebelumnya saja, kamu bisa kok menebak apa yang akan terjadi hingga akhir. Tidak ada kejutan berarti mengingat semuanya sudah terprediksi. Tapi, bukan berarti karena hal tersebut liburan para monster ini jadi kurang berarti. Memang ceritanya basic, tapi kemewahan (luxury) yang dimiliki oleh Hotel Transylvania 3 tetap layak untuk dipuji. Maksudnya kemewahan itu apa? Well, kemewahan di sini adalah sesuatu yang terdapat di dalam cerita, yang mana berfungsi untuk menambahkan rasa lewat beberapa detail yang ada. Hal-hal semacam ini bisa ditemukan entah di karakter atau wadah yang lain dan mungkin saja bisa memberi impact kepada kenikmatan menonton. Tapi tenang, itu tidak akan berpengaruh negatif terhadap usahamu dalam mengikuti story arc film.
Kembali ke laptop, kemewahan yang terdapat di Hotel Transylvania 3 tentu tidak jauh-jauh dari bentukan filmnya yang kental akan hal-hal berbau monster dan mistis. Film dibuka dengan sebuah flashback terlebih dahulu sebelum melompat ke masa sekarang. Nah, flashback ini betul-betul membenarkan prediksi pertama kami soal plot, namun di sisi lain bagian tersebut memiliki peran penting bagi kelangsungan cerita ke depannya dan juga punya kemewahan yang relatable sekali. Ketika kamu menyadarinya, kamu akan langsung ‘ngeh’ kalau kemewahan yang dimaksud sebenarnya bukan barang baru. Hanya saja, dimanfaatkan dengan tepat.
Selain itu, liburan yang mengambil tempat di kapal pesiar membuat penonton diajak menjelajahi dunia lain di luar hotelnya Drac, yaitu lautan yang luas. Di sini banyak materi yang bisa digali dan film benar-benar menyertakannya. Di salah satu bagian film akan ada sebuah saat ketika Drac dan keluarganya pergi ke kapal pesiar menggunakan pesawat terbang. Bentuk pesawat yang rongsok pada awalnya menimbulkan pertanyaan besar. Eh, ketika pesawat tersebut mendarat, kebingungan tadi berubah menjadi pengertian karena alasannya menjadi jelas. Dari kisah yang beredar, tempat mendaratnya pesawat tersebut katanya berada di Segitiga Bermuda yang digambarkan secara harafiah (dengan bentuk segitiga) dan diisi oleh banyak rongsokan dan peninggalan lawas yang terdampar sejak masa silam. Ide yang cukup smart untuk menghantar Drac dan keluarga menaiki pesiar lalu mengarungi babak berikutnya ke sebuah mitos peradaban yang konon katanya tenggelam di sebuah samudera lengkap dengan monster raksasanya.
Sebagai film komedi-keluarga, jangan kaget kalau nanti banyak tampilan visual dalam film yang terkesan jenaka. Hotel Transylvania 3 adalah film animasi yang memutuskan untuk memanfaatkan style kartun (cartoonish) yang dominan. Maka dari itu, akan ada banyak gambar yang memperlihatkan semacam awkward body movement dari para karakter seperti gerakan ekstrim macam tangan yang berputar, gerakan patah-patah, dan sebagainya. Keputusan ini sudah nampak sejak film sebelumnya dan memang membuat usaha melucu film Hotel Transylvania berada di level yang rendah. Meski begitu, hal tersebut masih bisa diterima mengingat notabene karakter yang ada di sini bukanlah manusia.
Berbicara mengenai jokes, ada yang patut diapresiasi. Hotel Transylvania 3 tahu bahwa film ini adalah film keluarga, jadi ada tuntutan untuk menghibur para orang tua juga. Lewat sub-plot yang nampak selain agenda liburan keluarga, film ini ternyata berhasil menyolek penonton yang lebih tua karena dari sana terdapat lelucon-lelucon yang hanya bisa dimengerti oleh orang dewasa. Tidak lupa, terdapat karakter pendukung yang kini sudah berkeluarga sehingga lewat kehadirannya, kita akan merasa terwakili. Unsur humor lain yang berbentuk “kesalahpahaman” juga lahir dari sub-plot tadi. Tidak seluruhnya berhasil, namun kesalahpahaman semacam ini suka bikin gemas sendiri. Sekali lagi, meski plot-nya terhitung dangkal, Hotel Transylvania 3 masih dapat menghibur kita berkat kemewahan yang mereka sajikan lewat tampilan visualnya yang menghibur mata kita.
At the end, film tetap pada jati dirinya yaitu masih berbicara mengenai pemikiran terbuka secara kasual agar kita semakin percaya bahwa tidak perlu membeda-bedakan yang satu dengan yang lain. Value yang bagus dan dibutuhkan terutama oleh anak-anak, dan semoga saja mereka memahaminya lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Director: Genndy Tartakovsky
Starring: Adam Sandler, Selena Gomez, Kathryn Hahn, Andy Samberg, Kevin James, Mel Brooks, Keegan Michael-Key, Steve Buscemi, David Spade, Jim Gaffigan, Joe Jonas, Chrissy Teigen
Score: 7.3/10