“The incarnation of destruction…you’ve shown yourself at last. For you, it’s been twenty thousand years. It’s been a while, oh King of the Monsters.” – Metphies.
Godzilla telah sebegitu seringnya didaur ulang, hingga setiap kali film baru mengenai raja dari para Kaiju ini dirilis, rasanya setiap orang hanya bisa mengerti kalau film baru tersebut akan berbeda dari yang sebelumnya. Jika mau dihitung, lebih kurang telah ada ada 5 seri atau franchise, di mana masing-masing memiliki belasan film di dalamnya.
Hal tersebut masih belum termasuk film live action Godzilla arahan Gareth Edwards yang dirilis pada tahun 2014 dan film Shin Godzilla produksi Jepang yang dirilis pada tahun 2016. Bagaimanapun, film animasi Godzilla: Planet of the Monsters yang dirilis oleh Netflix, bisa dibilang sebagai film yang meneruskan kisah dari film live action sebelumnya, namun bisa juga dianggap sebagai film yang berdiri sendiri. Paling tidak, dalam film animasi ini, sang raja dari para Kaiju ini bebas bertingkah laku layaknya seekor Godzilla.
Meski demikian, sebenarnya film Godzilla: Planet of the Monsters bukanlah sebuah film reboot atau sambungan dari film-film sebelumnya. Memang, film ini dibuat dengan nuansa seakan-akan merupakan sambungan dari film Shin Godzilla, namun nyatanya merupakan sebuah film yang berbeda. Film ini seakan-akan merupakan cabang baru dari sebuah franchise, yang akan memulai perjalanan Godzilla dari sudut pandang yang berbeda. Semuanya itu tergantung bagaimana Chillers menginterpretasikan film ini setelah selesai menyaksikannya. Apakah lebih cocok sebagai prekuel, sekuel, maupun sebuah film awal yang berdiri sendiri.
Secara keseluruhan, film Godzilla: Planet of the Monsters terlihat memiliki desain animasi yang sangat indah dan menawan, lengkap dengan nuansa yang penuh warna. Keseluruhan desain tersebut seakan menyatu dengan alami dalam filmnya, baik desain pesawat maupun space suit yang digunakan para manusia, tidak ada yang merusak keharmonisan dari seluruh desainnya.
Film ini benar-benar mengetengahkan sebuah konsep cerita yang serius dan nyata, tanpa mengindahkan pengetahuan yang didapat oleh para penontonnya dari film-film sebelumnya. Jika Chillers belum pernah sama sekali menyaksikan film Godzilla, maka film Godzilla: Planet of the Monsters merupakan sebuah film yang paling tepat untuk memulainya. Di dalam film ini, kurang lebih 4000 jiwa manusia pergi menyelamatkan diri ke planet lain setelah sebuah bencana yang sangat mengerikan terjadi di Bumi.
Bencana yang sangat mengerikan tersebut, tentu saja adalah Godzilla, dan tidak hanya Godzilla seorang diri, melainkan bersama dengan kaiju-kaiju lainnya. Berbeda dengan film-film sebelumnya, bencana ini sama sekali tidak dapat dihindari, dan umat manusia pun memutuskan bahwa evakuasi merupakan suatu usaha yang paling logis saat itu.
Tentu saja, setelah beberapa lama, mereka pun menyadari bahwa evakuasi bukanlah merupakan jalan yang paling aman. Setelah 20 tahun luntang lantung di angkasa, umat manusia pun kembali berpikir bahwa Bumi merupakan satu-satunya tempat untuk mereka. Lagipula, di Bumi, waktu telah berjalan hingga kurang lebih 20 ribu tahun lamanya semenjak bencana tersebut terjadi. Tentunya, Godzilla dan teman-temannya telah punah juga,’kan?
Tentu saja tidak! Maka, satu-satunya jalan yang harus dilakukan adalah berusaha memusnahkan Godzilla, sehingga manusia dapat kembali berpopulasi di dunia. Mulai dari sini, Chillers pastinya telah dapat menebak hal apakah yang akan terjadi setelahnya. Bagaimanapun, berusaha mengalahkan raja dari para Kaiju bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Dan masalah ini telah dibuktikan dari puluhan film pendahulunya.
Seperti yang telah disadari oleh semua penggemarnya, Godzilla merupakan sebuah kekuatan alam yang nyata dan tentunya sama sekali tidak memiliki niat sedikit pun untuk ikut campur dalam urusan manusia ataupun membantu mereka. Meski demikian, dalam film ini jarang sekali terlihat Godzilla sibuk menghancurkan kota demi kota yang dilaluinya seperti yang selalu dilakukannya dalam film-film pendahulunya. Alih-alih melakukan hal tersebut, Godzilla lebih sering terlihat berjalan perlahan-lahan sambil sesekali mengeluarkan hembusan angin penuh radioaktif. Bisa dibilang, dalam film ini sang Godzilla terlihat sangat damai, jika dibandingkan dengan film-film pendahulunya, meskipun masih tetap sangat berbahaya.
Di antar umat manusia sendiri, tidak ada perdebatan yang terjadi, seakan-akan mereka telah menyadari bahwa satu-satunya halangan yang harus mereka kalahkan adalah sang Godzilla. Hal ini terasa lumayan disayangkan, karena hampir semua karakter manusia dalam film ini menjadi individu yang kurang memiliki pendalaman karakter. Akibatnya, akan sedikit terasa susah bagi Chillers untuk dapat merasakan simpati pada karakter-karakter tersebut. Tentu saja hal tersebut membuat kurangnya suspens terasa dalam film ini. Keseluruhan film ini pun seakan menjadi sebuah permainan video game, di mana sang Godzilla adalah raja terakhir yang harus dikalahkan.
Meski demikian, bukan berarti film ini merupakan sebuah film yang tidak layak disaksikan. Sebaliknya, film Godzilla: Planet of the Monsters merupakan sebuah film yang sangat menakjubkan dan memiliki beberapa elemen yang lumayan mengejutkan. Memang, film ini memiliki beberapa kekurangan, namun hal tersebut tidak sebanding dengan berbagai hal menakjubkan lainnya yang dapat Chillers saksikan dalam film ini.
Jangan lupa untuk menyaksikan adegan setelah credit title film ini berakhir. Toho telah berencana untuk menggarap film ini menjadi sebuah trilogi. Pastinya, ke depannya akan ada sekuel dari film yang sangat menakjubkan ini. Dan jika film-film selanjutnya sama menawannya, maka film-film tersebut patut dinantikan oleh para penggemar Godzilla.