Inilah film produksi Pakistan yang sempat menjadi buah bibir di kalangan khalayak maupun insan perfilman internasional, dikarenakan film ini menyajikan kisah yang sangat provokatif mengenai identitas dalam sebuah negara mayoritas Muslim masa kini, terlebih setelah dunia sempat terguncang hebat pasca tragedi kemanusiaan yang dikenal dengan nama peristiwa 9/11.
Tidak jauh berbeda dengan film Bollywood berjudul New York yang boleh dibilang berlatarkan peristiwa yang serupa, Khuda Kay Liye menyoroti dilemma serta kesulitan yang harus dihadapi golongan kaum liberal Pakistan yang berpendidikan tinggi dan berpikiran progresif serta modern, sesudah peristiwa yang menyebabkan luluh lantaknya gedung menara kembar WTC itu.
Melalui penggalan-penggalan adegan yang secara sekilas mengisyaratkan siapa-siapa saja tokoh sentral yang akan memainkan peranan besar di dalamnya, Khuda Kay Liye bergulir dengan dua inti cerita terpisah yang akan saling berkaitan di pertengahan kisah.
Dua orang musisi kakak beradik Mansoor (Shan) dan Sarmad (Fawad Khan) dengan masa depan musik yang cerah harus berpisah kala Sarmad terpengaruh dengan pandangan fundamental seorang tokoh agama berpandangan ekstrim; Moulana Tahiri (Naz).
Perkenalan itu membuatnya menjadi pribadi yang sangat berbeda dan mencuci otaknya menjadi percaya bahwa bermusik bertentangan dengan agama Islam, sedangkan Mansoor yang berpandangan liberal, terus berusaha melanjutkan musiknya sebagai karier dan pergi ke Amerika untuk mengembangkan talentanya, di mana peristiwa 9/11 mengubah drastis perjalanan hidupnya, di mana karena statusnya yang seorang Muslim membuat ia dituduh terkait dengan organisasi teroris.
Selain itu ada pula kisah mengenai sosok seorang ayah Pakistan; Hussain Khan di kota London yang menentang keras kala mengetahui putri semata wayangnya; Mary (Ali) menjalin hubungan dengan pemuda Inggris, meski sang ayah sendiri tengah hidup bersama dan sudah lama menjalin hubungan khusus dengan seorang wanita Inggris, sepeninggal istrinya.
Dari inti cerita ini, Shoaib Mansoor sukses mengemasnya menjadi sajian yang menarik dan cerdas. Betapa tidak, tidak hanya sekedar menyoroti tentang konflik pribadi yang dihadapi tokohnya, di sini juga Mansoor menyisipkan kisah cinta antara dua insan berbeda latar dan budaya, serta pandangan betapa berbahayanya apabila suatu ajaran agama diikuti secara mentah-mentah tanpa adanya pemahaman moral di dalamnya.
Adegan adu argumen pandangan antara perwakilan Islam konservatif dengan Islam modern serta penjelasan pandangan bagaimana ajaran suci Islam telah dinodai atas nama perang dan kebencian yang ditanamkan segelintir kelompok berpandangan sempit dengan fanatisme yang berlebihan, yang menyebabkan ajaran Islam seakan-akan lekat dengan kekerasan, melalui argumen yang dikemukakan tokoh ulama Maulana Wali yang dimainkan dengan sangat apik oleh Naseeruddin Shah, juga menjadi kekuatan tersendiri dari film ini.
Akibat adanya adegan itulah, tidak mengherankan pula kalau film ini sempat dikritik dan tadinya akan diboikot oleh kalangan ulama konservatif di Pakistan. Film yang memiliki judul internasional In The Name of God ini sudah menuai banyak pujian dan sambutan yang luar biasa di berbagai festival film internasional serta sudah mengantongi berbagai penghargaan prestisius, baik untuk filmnya sendiri maupun individu-individu yang ambil bagian di dalamnya.
Pemain: Shaan Sahid, Fawad Khan, Iman Ali, Austin Marie Sayre, Rasheed Naz, Naseeruddin Shah
Sutradara: Shoaib Mansoor
Durasi: 2 jam 48 menit