Film Dokumenter Dirty Vote menggunakan tiga narasumber yang merupakan ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Jagat media sosial sedang dihebohkan dengan kemunculan film dokumenter Dirty Vote yang ditayangkan secara gratis di YouTube.
Dirty Vote merupakan film dokumenter yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Ketiganya mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu, merusak tatanan demokrasi, dan menjabarkan dugaan kecurangan pada Pilpres 2024.
Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di demi mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.
Film ini disusun oleh rumah produksi Watchdoc Documentary, yang didirikan oleh dua jurnalis, Dandhy Dwi Laksono dan Andhy Panca Kurniawan.
Selama 14 tahun terakhir, mereka telah membuat ratusan judul film dokumenter, antara lain Sexy Killers yang mengupas bisnis batu bara dan The Endgame yang berkisah tentang polemik Tes Wawasan Kebangsaan KPK.
Pada Agustus 2021, peran Watchdoc dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia melalui film dianugerahi Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang kerap disebut sebagai Nobel versi Asia.
Ramon Magsaysay Award pernah diberikan kepada, Dalai Lama pada 1958, Bunda Teresa (1962), Gus Dur (1993), Pramoedya Ananta Toer (1995) dan KPK (2013).
Film Dokumenter Dirty Vote telah berhasil meraih 1,1 Juta penonton pada akun youtubenya, film Dirty Vote di gadang-gadang untuk mempengaruhi dan menyerang salah satu paslon yang ada pada pemilihan presiden tahun ini.
View this post on Instagram
Namun film Dirty Vote sebenarnya tidak terlalu menjaring atensi penonton di media sosial. Muatan film pun tidak ditujukkan ke dugaan pelanggaran salah satu paslon saja.
Tirta Mandhira Hudhi sendiri kaget saat tahu film Dirty Vote langsung mendapat reaksi keras dari salah satu paslon capres-cawapres. Ia bingung dengan sikap terburu-buru mereka dalam menyikapi potensi masalah yang dapat mempengaruhi elektabilitas pada bangku politik.
Muhammad Ihsan Maulana menuturkan bahwa, “Film Dirty Vote, dengan memanfaatkan data yang telah beredar di jagat maya, menunjukkan konflik kepentingan yang bisa berujung pada kecurangan dalam rangkaian pemilihan presiden”
Bukan cuma menjadi pengingat terhadap pihak-pihak yang hendak melakukan kecurangan, Ihsan menyebut film Dirty Vote bisa menjadi bagian penting dalam pendidikan politik masyarakat.
Baca artikel menarik lainnya seputar film di Cineverse!!