“I like it better here. Where I can just sit quietly and smell the flowers.” – Ferdinand.
Mungkin saat ini buku kanak-kanak klasik “The Story of Ferdinand” karya Munro Leaf sudah tidak setenar 79 tahun yang lalu. namun bukan berarti kisah petualangan seekor banteng petarung yang lebih memilih untuk menikmati keindahan bunga daripada bertarung di arena ini tidak menarik untuk disaksikan. Bagaimanapun, kisah dalam film Ferdinand mengambil beberapa tema yang menarik seperti persahabatan, perjuangan meraih impian, dan “bullying”.
Dirilis berdekatan dengan waktu libur Natal dan akhir tahun, film Ferdinand merupakan sebuah film animasi 3D hasil kolaborasi Blue Sky dan 20th Century Fox Animation. Film berdurasi 107 menit ini disutradarai oleh Carlos Sandanha (Rio, Ice Age) dan diisi suaranya oleh John Cena, Kate McKinnon, Anthony Anderson, Bobby Cannavale, Peyton Manning, Gina Rodriguez, dan David Tennant.
Meski diadaptasi dari cerita karya Munro Leaf, sebenarnya tim produksi Blue Sky hanya mengambil kisah di awal dan akhir dari buku tersebut. Pastinya terasa sulit menggabungkan bagian pertama dan terakhir sebuah kisah dengan menggali dan menciptakan sebuah cerita tersendiri. Namun, tampaknya tim penulis naskah Blue Sky cukup sukses menggambarkan petualang Ferdinand saat telah menjadi dewasa. Segalanya terasa mengalir dan tergambarkan dengan indahnya. Bukan itu saja, mereka juga dengan sukses menambahkan beberapa karakter tambahan yang membuat film ini semakin menyenangkan untuk disaksikan.
Ferdinand kecil merupakan banteng yang sangat mencintai bunga. Dibanding latihan bertarung dengan teman-temannya, Valiente, Bones, dan Guapo, Ferdinand lebih memilih untuk menikmati hidup dengan mencium wangi bunga. Setelah ayah Ferdinand kecil terpilih untuk bertarung melawan seorang matador dan tidak kembali, Ferdinand yang ketakutan pun melarikan diri dari peternakan Casa del Toro.
Setelah berhasil melarikan diri, Ferdinand mendapati dirinya terjatuh ke dalam jurang dan ditolong oleh Nina dan ayahnya. Berkat keluarga Nina, Ferdinand pun merasakan hidup bahagia dan menjalani hidupnya dengan tenang bersama dengan bunga-bunga yang dicintainya. Sayang kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama.
Tubuh Ferdinand yang terlalu besar membuat dirinya terlihat mengerikan di mata penduduk desa. Belum lagi berbagai kekacauan yang ditimbulkan oleh Ferdinand saat dirinya berusaha mengikuti Nina dan ayahnya menghadiri acara Festival Bunga. Hal tersebut membuat Ferdinand ditangkap dan dikembalikan ke peternakannya yang terdahulu. Dimana Ferdinand memiliki tiga pilihan, bertarung melawan matador sebagai banteng petarung, menjadi daging olahan untuk dikonsumsi, atau mati-matian berusaha untuk kembali ke tempat Nina.
Salah satu karakter yang terlihat cukup menonjol dalam film ini adalah karakter Lupe yang suaranya diisi oleh Kate McKinnon. Saat melihat Lupe, Chillers akan diingatkan akan karakter Genie dalam film Aladdin (1992) atau Dory dalam film Finding Nemo (2003). Lupe merupakan karakter yang didesain untuk mencuri perhatian penonton. Sebagai ‘kambing penenang’ yang sama sekali tidak tenang, Lupe bertingkah laku bagaikan seorang pelatih yang akhirnya bertemu dengan atlit andalannya. Sayangnya, Ferdinand sama sekali tidak memiliki keinginan untuk bertarung, apalagi berlatih di bawah bimbingan Lupe.
Meski dipenuhi oleh berbagai adegan kocak, Chillers akan menemukan banyak sekali pesan moral terdapat dalam film ini. Semuanya bagaikan telah diperhitungkan dengan seksama. Bahkan sosok Ferdinand yang terlihat lemah dan penyabar pun dapat terlihat menakutkan saat terdesak. Belum lagi, adegan dimana Ferdinand memaafkan tiga landak yang berusaha mencuri makanannya dan malah memberikan makanannya pada mereka. Tim Blue Sky benar-benar berhasil dengan baik menyisipkan berbagai pesan moral kebaikan tanpa berkesan menggurui atau dipaksakan.
Dirilis sebulan setelah film Coco, film ini mungkin tidak menitikberatkan cerita pada kekayaan budaya, seperti yang dilakukan Coco dengan tradisi hari kematian di Mexico. Meskipun, memang premis dalam film Ferdinand masih menyinggung budaya adu banteng yang terjadi di Spanyol. Tetapi cerita lebih berfokus pada jati diri seekor banteng yang lemah lembut dan persahabatan yang dijalinnya.
Alur cerita dalam film Ferdinand terasa mengalir dengan lancar dan tervisualisasikan dengan indah. Satu-satunya yang terasa sedikit mengganjal adalah penggambaran tokoh Nina yang terlihat tidak mengalami pertumbuhan yang berarti, meski sang Ferdinand sendiri telah tumbuh dengan sedemikian besarnya.
Mengambil setting cerita di Madrid dan sekitarnya, film ini juga dilengkapi dengan alunan suara Nick Jonas yang membawakan lagu Home. Dari segi desain dan pewarnaan, semuanya akan mengingatkan Chillers akan nuansa adu banteng yang terjadi di Spanyol, sesuai dengan tema cerita yang diangkat.
Akhir kata, film Ferdinand mungkin tidak dapat dibandingkan dengan film Coco. Bagaimanapun film ini lumayan menyenangkan untuk disaksikan di hari libur. Selain penuh dengan pesan moral, film ini juga sarat akan adegan kocan yang pastinya dapat membuat Chillers tertawa tergelak-gelak. Jadi, Chillers jangan lupa untuk mengajak sanak keluarga untuk menyaksikan film yang akan dirilis pada tanggal 15 Desember di bioskop-bioskop Indonesia ini.