Cineverse
  • Home
  • Movies
  • Series
  • Reviews
  • Hype
  • More
    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
Cineverse
  • Home
  • Movies
  • Series
  • Reviews
  • Hype
  • More
    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech
No Result
View All Result
Cineverse

‘Dumbo’, Remake Disney Klasik Lewat Tangan Dingin Tim Burton

Juventus Wisnu by Juventus Wisnu
March 28, 2019
in Movies
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“You have something very rare. You have wonder. You have mystique. You have magic. Come with me. Together, we can soar on that elephant’s wings.” – V. A. Vandevere.

Dari remake film-film klasik Disney, “Dumbo” memiliki hal yang bisa bikin kita tertarik untuk melihat hasil akhirnya nanti. Bagaimana tidak, cerita ini mengangkat karakter hewan sebagai sentralnya. Tidak ada sama sekali unsur manusia di dalam diri karakter utama, murni ia adalah hewan. Bagaimana film mewujudkannya dalam versi live-action selain penceritaan kisahnya itu sendiri akan membuat banyak orang penasaran. Apalagi, yang menyutradarai adalah seorang Tim Burton, sineas kawakan yang terkenal akan ciri khasnya yaitu nyentrik dan begitu artsy. Istilah gampangnya, ini orang gak biasa deh! Kemudian jika melihat dari bagaimana cerita asli dan materi yang bisa digali, “tidak biasa” memang menjadi kata yang tepat.

“Dumbo”, yang merupakan film animasi Disney di tahun 1941, bercerita di sebuah sirkus kecil bernama Medici Brothers. Dikelola oleh Max Medici (Danny DeVito), sirkus ini berkeliling dari satu negara bagian ke untuk menyajikan pertunjukan-pertunjukan luar biasa. Suatu hari, salah satu aset Medici yaitu Holt (Colin Farrell) sang penunggan kuda, kembali dari perang. Holt yang baru pulang kemudian ditugaskan oleh Max untuk mengurus gajah bernama Jumbo yang mereka beli dari Asia. Bersama kedua anaknya, Holt mengurus sang gajah ternyata baru saja melahirkan. Memiliki kuping yang besar, bayi Jumbo atau Jumbo Junior ini awalnya dianggap aneh. Beda dengan yang normal, Jumbo Junior memiliki kuping yang sangat besar.

Melihat dari segi ceritanya, “Dumbo” adalah reinvention dari kisah klasik. Bisa dilihat dari perbedaan-perbedaan signifikan, yang sebelumnya tidak ada di film animasinya. Beberapa contohnya antara lain adalah di film ini tidak ada satu pun hewan yang dapat berbicara. Ini cukup menarik karena sebetulnya nama “Dumbo” sendiri didapat dari perkataan hewan-hewan sirkus yang ada di Medici, karena mereka melihat bahwa Dumbo tidak dapat berbicara seperti mereka.

Walhasil, film live-action nya membuat sebuah cara baru untuk memunculkan penyebab keluarnya nama Dumbo dan cara ini dilakukan secara efektif, dengan logika kausalitas yang baik. Kemudian yang melatih Dumbo dalam film animasinya adalah gagak, tapi di film live-action nya adalah kedua anak dari Holt. Hal ini selain menambahkan unsur manusia di dalam film juga menyertakan cerita lainnya menyangkut sang anak. Nanti kamu bisa melihat keterkaitan antara motivasi sang anak dalam mengasuh sekaligus melatih Dumbo.

Belum selesai, ada satu scene yang nampak berbeda tapi memiliki artian yang sama. Scene tersebut ada disaat Jumbo dikaruniai Dumbo. Pada versi animasinya, Dumbo tidak dihantarkan oleh Mr. Stork. Cuman, di scene tersebut kita akan melihat Mr. Stork singgah di atas kandang Jumbo dan membiarkan alam melakukan tugasnya sendiri. Jadi, meski berbeda tapi kita bisa melihat kesamaan “homage”-nya.

Kemudian mengenai karakter Timothy Mouse. Sebetulnya dia adalah karakter pendukung yang penting di film animasinya. Cuman, karena sekarang pendekatannya berbeda, maka Timothy Mouse hanya dinampakkan lewat tikus-tikus sirkus yang dimiliki oleh Milly, anak perempuannya Holt. Mengenai Timothy, karakter ini juga merupakan karakter yang harusnya disertakan dalam scene “Pink Elephant”. Cuma ya lagi-lagi, ia digantikan oleh penari-penari sirkus. Kemudian dialog “Horseflies and Dragonflies” yang diucapkan oleh para gagak kini diucapkan oleh ringleader dengan intonasi ala-ala announcer tinju. Setidaknya line ini masih disertakan karena nyanyian “When I See an Elephant Fly” sama sekali tak terdengar.

Beralih ke urusan visual, yang menjadi poin krusial. Bagaimana si nyentrik Tim Burton menerjemahkan kisah Dumbo dengan caranya sendiri patut dinanti. Benar saja, Tim memainkan gayanya yang khas di sini. Hal itu bisa kita lihat dari pewarnaan yang terlihat cantik dan mendukung elemen fantasi. Film memiliki tone kekuningan yang dibikin padu bersama props jadul tahun 1910-an dan kostum sirkus yang menawan. Terlihat juga beberapa scene yang memiliki visual yang gelap, namun tetap ditampilkan secara apik.

Beberapa tantangan juga ia ambil, salah satunya adalah menyertakan visualisasi yang berbeda ketika film berusaha memasukkan penonton ke dalam diri Dumbo. Gaya sinematik yang berbeda dikenakan sebagai penjelasan bahwa penonton sedang berada sudut pandangnya Dumbo. Kemudian dalam menggambarkan “Dreamland”, amusement park milik karakter antagonis V.A. Vandervere (Michael Keaton), Tim memutuskan untuk membuatnya terkesan lebih gelap, memancarkan aura-aura negatif di balik kemewahan yang ada.

Tapi, selain dari itu semua, ada juga beberapa capaian sinematik yang lain. Yang pertama adalah mengenai scene “Pink Elephant” yang dibuat dari gelembung tiup. Meski warna dan bentuknya jelas, namun ada pendekatan magis yang membuatnya perlu dipahami. Proses dari terciptanya gelembung ini nampak kurang smooth sehingga bisa membuat penonton yang belum menonton film animasinya bakal kebingungan, itu sebenarnya gelembung bentuk apa sih? Kemudian untuk Dumbo-nya. Wuah, menggemaskan sekali! Very adorable, yet still looks real. Matanya yang besar dan berwarna biru, kemudian bentuk wajahnya yang bulat akan membuat harimu yang melelahkan di kantor berasa sirna.

Keahlian Disney dalam membuat karakter non-manusia terlihat sungguh nyata semakin baik di film ini, terlihat dari aspek emosional yang ditunjukkan. Sesuai dengan tuntutan naratif, film menonjolkannya secara extreme close-up, langsung dari wajah Dumbo. Di sinilah uang kita terbayar lunas karena Dumbo ditampilkan dalam bentuk CG yang sangat baik dan lewat detail seperti itu kita gak bakalan komplain. Oh iya, ini belum termasuk suaranya yang cempreng-cempreng imut.

Posisi film yang jauh lebih menonjolkan peran manusia dibanding binatang membuat kualitas akting dari para pemerannya lebih urgent untuk dinilai. Sayang, di sini ada satu kelemahan yaitu datarnya performa akting dari kedua aktor cilik yang memerankan anak dari Holt. Perlu diingat kembali, peran mereka berdua bukan peran ecek-ecek. Mereka menjadi pengasuh sekaligus pelatih Dumbo, menggantikan peran para binatang yang mengajarkan si gajah kecil di versi animasi.

Segitu penting peran mereka, tapi sayangnya akting yang ditunjukkan tidak memberikan emosi kepada penonton. Terutama anak perempuannya, yang dari awal sampai akhir film nampak datar. Colin Farrell juga tampil kurang greget sebagai Holt. Sama seperti anaknya, Holt kurang terlihat emosinya. Padahal di sini Holt bisa dibilang memiliki banyak tantangan dan cobaan. He’s just another reactionless actor, that’s it.

Cast yang lain terbilang aman dalam memerankan karakter masing-masing. Danny DeVito yang lucu dan energik, sesuai dengan ekspektasi kita. Ia memancarkan keceriaan dan juga nilai positif yang bisa diambil. Eva Green, seperti biasa, memesona. Ia adalah ratu sirkus dari Paris yang bekerja untuk Vandervere. Di beberapa scene, karakternya nampak begitu menawan dan cukup menarik untuk melihat chemistry macam apa yang terjalin antara dirinya dan Dumbo. Michael Keaton tidak usah diragukan. Ia adalah aktor Hollywood senior yang diharapkan bisa mengeluarkan sisi “evil”-nya, mumpung Vandervere ditampilkan secara sederhana. Ia begitu ambisius dan sangat business-oriented sehingga kebijakan yang ia keluarkan merupakan hasil dari ego yang tak bisa dibendung.

Masih membahas tentang aspek manusia di filmnya, “Dumbo” tidak bisa membuat perbedaan ini menjadi setidaknya punya impact yang sama dengan versi animasinya. Kita tidak bisa merasakan sesuatu yang ditanam secara lebih dalam, sesuatu yang bisa membuat kita berinvestasi terhadap karakter-karakternya dan hubungan antar mereka. Begitu banyak karakter yang “forgettable” dan baru stand-out saat tahap resolusi. Ada baiknya jika “Dumbo” menampilkan beberapa scene yang menggali kedekatan antara Dumbo dengan para pemain sirkus lainnya, terutama anak-anaknya Holt. Ini penting karena bisa membangkitkan chemistry.

Toh, di salah satu scene, Milly mengucapkan kalau ada waktu seminggu untuk melakukan semacam riset. Eh tapi cerita dari waktu seminggu itu justru di-skip dan penonton tahu-tahu sudah melihat kalau Milly dan adiknya memiliki metode tersendiri untuk melatih Dumbo. Sumpah, ini fatal banget karena sesuatu itu tidak hanya soal hasil, namun juga bagaimana prosesnya berjalan. Ini perlu disertakan biar tidak ada anggapan bahwa Dumbo tiba-tiba sudah sohib aja sama para personel sirkus. Akibat fatalnya? Scene yang seharusnya bisa sangat emosional justru flop. Tidak perlu sampai bikin nangis memang, tapi di sisi lain juga scene yang dimaksud tidak semenyentuh itu.

Untungnya, “Dumbo” masih bisa menghantarkan nilai moralnya dengan baik. Banyak hal yang bisa kita dapatkan dari film ini. Yang paling kentara adalah bagaimana kita bersikap terhadap sesuatu yang berbeda, atau sesuatu yang asing bagi kita. Dumbo adalah makhluk yang tidak biasa. Telinganya yang sangat besar membuat orang-orang kebingungan, bahkan ketakutan. Vandervere pun mengatakan kalau ada “magis” yang tersimpan. Maklum, orang Amerika zaman dulu masih punya kepercayaan tertentu.

Maka dari itu, bagaimana kita bersikap menjadi sesuatu yang amat penting di sini. Apakah kita akan takut? Mengejek? Memanfaatkan? Atau justru menerimanya, bahkan menjadi titik lemah tersebut sebuah keunggulan. Masih terkait value, “Dumbo” juga menyampaikan pesan moral secara lebih mudah di akhir cerita. Memanfaatkan teknik pelanggaran tembok keempat, Max Medici menembus batas dimensi dan berbicara kepada penonton. Sequence ini menyita perhatian karena selain teknik yang digunakan kita juga bisa melihat bagaimana jadinya nasib sirkus keliling setelah apa yang menimpa mereka di “Dreamland”.

Beberapa perubahan dilakukan dalam adaptasi “Dumbo”, dan dari sana kita bisa melihat ‘hit and miss’-nya. Di satu sisi film ini masih kurang greget dalam menggantikan peran binatang-binatang yang dihilangkan tapi di sisi lain mereka mengubah beberapa titik cerita terkait dengan karakter utama secara lebih baik. Scene yang bisa bikin para hipster yang kebanyakan nonton film indie atau arthouse garuk-garuk kepala tetap ada, tapi jangan lupa ini adalah film fantasi yang utamanya ditujukan bagi seluruh anggota keluarga. Dalam koridor ini “Dumbo” masih bisa terbang tinggi.

 

Director: Tim Burton

Starring: Colin Farrell, Danny DeVito, Eva Green, Michael Keaton, Nico Parker, Finley Hobbins, Alan Arkin

Duration: 112 Minutes

Score: 7.3/10

Tags: Alan ArkinColin FarrellDanny DeVitoDisneyDisney ClassicEva GreenFinley HobbinsMichael KeatonNico ParkerPopularReview FilmReview Film DumboTim Burton
Juventus Wisnu

Juventus Wisnu

“Don't ask yourself what the world needs, ask yourself what makes you come alive. And then go and do that. Because what the world needs is people who have come alive.”

Related Posts

Top Gun: Maverick

Review Film – ‘Top Gun: Maverick’

The Mandalorian 3

Yeayy, ‘The Mandalorian’ Akan Hadir dalam Versi Komik

May 24, 2022
Doctor Strange 2

‘Doctor Strange 2’ Lampaui 800 Juta Dolar AS di Box Office

May 23, 2022
Elton John

Karir Musik Elton John Akan Hadir di ‘Goodbye Yellow Brick Road’

May 22, 2022

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cineverse Banner Cineverse Banner Cineverse Banner
ADVERTISEMENT

Cineverse

© 2020 - 2022 Cineverse - All Right Reserved

Follow Us

  • Home
  • About Us
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Privacy Policy
  • Kode Etik Jurnalistik

  • Login
  • Sign Up
No Result
View All Result
  • Home
  • Movies
  • Series
  • Reviews
  • Hype
  • About Us
  • More
    • Games
    • Hobby
    • Lifestyle
    • Tech

© 2020 - 2022 Cineverse - All Right Reserved

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In