Deretan Film Indonesia Ini Menggunakan Bahasa Daerah!

Mulai dari film yang sepenuhnya menggunakan bahasa Jawa dalam trilogi ‘Yowis Ben’, hingga film berbahasa Jawa-Serang besutan Kamila Andini, ‘Yuni’.

 

Hai Cilers! Para sineas Indonesia tampaknya semakin kreatif dan inovatif dalam menghasilkan karya-karya terbaik mereka, baik yang diadaptasi dari sebuah buku, maupun naskah yang ditulis oleh sutradaranya langsung.

Kali ini, film terbaru dari Bene Dion Rajagukguk yang berjudul ‘Ngeri-Ngeri Sedap‘ hadir dengan menampilkan unsur budaya Batak, mulai dari adat, tradisi, makanan, pakaian, rumah tradisional, lokasi pariwisata daerah, dialog dengan bahasa Batak, hingga pemain yang diisi oleh aktor serta aktris keturunan Batak asli.

Namun, apakah Cilers sudah mengetahui, kalau selain film ‘Ngeri-Ngeri Sedap’ masih banyak di antaranya yang mengangkat kisah dengan unsur dan dialog khas beberapa daerah. Rupanya, hal tersebut masih menjadi daya tarik tersendiri untuk para penonton khususnya yang berasal dari daerah yang diceritakan.

Berikut kami rangkum enam film Indonesia yang menggunakan bahasa daerah sebagai dialog utama, dan tentunya memberikan nuansa baru di setiap cerita yang dihadirkan. Check this out, guys!

Trilogi Yowis Ben (Jawa Timur)

© Starvision Plus

‘Yowis Ben’ merupakan film bergenre drama-komedi Indonesia yang perdana rilis pada 22 Februari 2018. Film ini dibintangi oleh Bayu Skak, Brandon Salim, Cut Meyriska, Joshua Suherman, Tutus Thomson, Anya Geraldine, dan Clairine Clay.

Trilogi ‘Yowis Ben’ secara konsisten menggunakan dialog berbahasa Jawa Timur, khususnya Malang. Film pertama, kedua, ketiga, dan terakhirnya pun menggunakan bahasa Jawa. Tak luput pula, format serial yang diproduksi juga memakai dialog bahasa Jawa.

Film ini secara garis besar mengisahkan tentang lika-liku perjuangan sebuah band bernama Yowis Ben, yang mengejar cita-cita mereka untuk bisa menyelenggarakan konser keliling Indonesia dan dikenal banyak masyarakat. Setiap perjuangan yang mereka lakukan, selalu diiringi dengan permasalahan yang berbeda, baik yang ringan maupun berat, seperti terancam bubarnya band tersebut.

Sang Saudagar #Tabepuang (Makassar)

© L’palalo Production

Film yang hampir sepenuhnya menggunakan bahasa daerah Makassar ini mengisahkan tentang sosok Andi Hatta (Ikram Noer), seorang saudagar yang mempunyai perusahaan kain. Perusahaan milih Puang Hatta tersebut merupakan usaha warisan turun temurun yang diteruskan dari keluarganya.

Suatu ketika beredar sebuah isu lama bahwa Puang Hatta memiliki harta peninggalan ilegal yang disembunyikan oleh dirinya sendiri. Tak hanya itu, isu tersebut sampai ke masyarakat luas hingga menjadi incaran banyak orang.

Takut berdampak buruk pada perusahaan, Puang Hatta pun akhirnya menyewa dua detektif swasta bernama Ratu (Arlita Reviola) dan Rio (Cahya Ary Nagara) untuk melindungi sekaligus mencari tahu tentang kebenaran yang sesungguhnya terkait berita harta peninggalan tersebut.

Namun, bukannya berjalan lancar, usaha kedua detektif itu dipersulit dengan kehadiran ketiga karyawan nyeleneh dari Puang Hatta, di antaranya ada Uyha (Uyha Mahmud), Noya (Indah Nonoy), dan Luna (Fitry Laluna).

Keikutsertaan mereka membuat semuanya menjadi sulit karena ketiga karyawan itu suka bertindak gegabah dan menarik perhatian. Lantas, bagaimana kelanjutan dari penyelidikan harta peninggalan tersebut? Akankah keterlibatan ketiga karyawan Puang Hatta membuat semuanya menjadi runyam?

Yuni (Jawa – Serang)

© Fourcolours Films

Film garapan sutradara perempuan, Kamila Andini, ini menggunakan bahasa dan dialek Jawa-Serang mulai dari menit awal hingga akhir. Bahasa Jawa-Serang tersebut rupanya masih jarang dipakai oleh masyarakat Indonesia.

Bahkan, sebagian besar tidak tahu atau tidak bisa membedakan bahasa Jaseng – singkatan Jawa Serang, dengan bahasa Sunda atau bahasa Jawa.

Dalam mendalami peran yang memikat, para pemain ‘Yuni’ saling belajar bersama dengan mendapat pelatihan intensif dari pelatih dialek dan bahasa Jawa-Serang. Sang sutradara mengatakan, kalau sebuah adegan belum disetujui oleh sang pelatih dialek, maka adegan tersebut akan terus diulang.

Film ini mengisahkan tentang keinginan seorang remaja SMA bernama Yuni (Arawinda Kirana) yang bercita-cita untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Di saat yang sama, lamaran pertama untuk pernikahan datang ke rumahnya.

Namun, ia memiliki dua pilihan lain di tangannya; melarikan diri dengan seorang anak laki-laki pemalu di sekolahnya, atau menikah dengan guru favoritnya. Kedua pilihan tersebut terdengar seperti kesepakatan yang bagus, tetapi apakah pernikahan selalu harus menjadi “kesepakatan”?

Marlina Si Pembunuh Empat Babak (Sumba, NTT)

© Kaninga Pictures

Film yang menggunakan bahasa daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam dialog filmnya ini menceritakan kisah seorang janda yang berjuang untuk mempertahankan harga dirinya, saat harta dan harga dirinya akan dirampas.

Film ini berhasil tayang di 18 negara langsung, juga di ajang festival film internasional, seperti Festival Film Cannes 2017

Kisahnya bermula pada suatu hari di sebuah padang sabana, Sumba, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta dan juga kehormatan Marlina dihadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi, duduk di pojok ruangan.

Keesokan harinya dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi (Dea Panendra) yang menunggu kelahiran bayinya dan Franz (Yoga Pratama) yang menginginkan kepala Markus kembali. Berhasilkah Marlina mendapat keadilan yang ia cari?

Uang Panai (Bugis)

© 786 Productions

Film berbahasa Bugis, Makassar, ini mengisahkan tentang tradisi uang mahar untuk pernikahan yang harus dibayarkan oleh pemuda Bugis ketika ingin meminang seorang wanita. Film ini diperankan oleh aktor Makassar, Tumming dan Abu.

Kisahnya bermula ketika seorang pemuda Bugis-Makassar bernama Anca (Ikram Noer), yang baru saja kembali dari perantauan. Tak sengaja bertemu dengan sang mantan kekasih, Risna (Nur Fadillah), benih cinta yang sebelumnya pudar pun kembali bersemi lagi.

Tidak ingin kehilangan Risna untuk kedua kalinya, Anca berniat mempersunting Risna. Namun, niat tulus Anca harus terbendung oleh syarat pernikahan secara adat yang mengharuskan ia menyediakan uang Panai’ dalam jumlah yang cukup fantastis di mata keluarga Anca.

Di tengah perjuangan Anca mengumpulkan Uang Panai’, hadir Farhan (Cahya Ary Nagara), sahabat kecil Risna yang baru pulang dari luar negeri. Ayah Farhan yang sekaligus sahabat Ayah Risna berniat menjodohkan Farhan dan Risna sebagai bentuk terima kasih atau hutang budi di masa lalu.

Mampukah Anca mengumpulkan Uang Panai’ sebagai syarat untuk meminang Risna? Sanggupkah Anca membuktikan kehormatannya sebagai putra Bugis-Makassar?

Cahaya dari Timur: Beta Maluku (Ambon, Maluku)

© Visinema

Film berbahasa Timur, Ambon, ini pertama kali tayang dirilis pada 19 Juni 2014. Diangkat dari kisah nyata, secara keseluruhan film tersebut menggambarkan tentang kondisi yang sebenarnya di pelosok daerah Timur Maluku. Pendekatan sosial budaya dan akurasi fakta menjadi elemen penting dalam pengerjaan film ini.

Mengambil tema olahraga, ‘Cahaya dari Timur: Beta Maluku’ berhasil mendapatkan Piala Citra termasuk untuk kategori Film Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia 2014.

Diperankan Chicco Jericho sebagai pelatih sepak bola bernama Sani Tawainella, film ini berkisah tentang keinginan dirinya untuk menyelamatkan anak-anak berbakat khususnya dibidang sepak bola, dari konflik agama yang sedang memanas di Ambon melalui sepak bola.

Di tengah kesulitan hidup serta pilihan antara keluarga atau tim sepak bolanya, Sani ditugaskan membawa timnya mewakili Maluku di kejuaraan nasional. Namun, keputusannya untuk menyatukan anak-anak yang berbeda agama dalam satu tim justru menyebabkan perpecahan. Lantas, bagaimana nasib tim sepak bola tersebut?

Bagaimana, Cilers? Tertarik ingin menyaksikan film dengan bahasa daerah yang mana?

Exit mobile version