“I’ve been at probably every powerful table there is in the world. I’ve been at G-Summits, I’ve been in castles, and palaces, in board rooms…and I’m coming down from the mountain top to tell every young person that is poor and working class and has been told regardless of the color of your skin that you don’t belong, don’t listen to them. They don’t even know how they got at those seats.” – Michelle Obama (Becoming).
Bagaimana kehidupan Michelle Obama setelah pertama kalinya dibebastugaskan? Nggak benar-benar ‘pensiun’, tetapi jauh lebih santai.
Proyek pertama yang ia lakukan setelah selesai menjadi FLOTUS (First Lady of the United States) adalah melakukan tur buku memoirnya yang berjudul Becoming pada akhir 2018 hingga awal 2019.
Di tengah acara tur manggung bincang-bincang dan book signing-nya di setiap kota, ia menjangkau anak-anak muda di beberapa komunitas sambil membagikan pengalaman dan inspirasi dari Michelle sendiri.
Mendorong mereka untuk menemukan kekuatan dari kisah diri masing-masing, dan menemukan value dari apa yang mereka pedulikan di dunia ini.
Seperti harapan orang tua terhadap buah hatinya, Ia menaruh harapan kepada pemuda untuk membawa perubahan bagi dunia yang lebih baik di masa yang akan datang.
Selain mengenai kegiatan Michelle setelah bebas tugas, film dokumenter garapan Nadia Hallgren ini menceritakan mengenai hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya.
Mulai dari staf-staf pribadinya dan keluarga terdekatnya, kehidupan tumbuh besarnya sebagai warga kulit hitam dari kelas pekerja di Chicago hingga mengenyam pendidikan di Princeton, pertemuannya dengan Barack, serta pengalamannya dari kampanye suaminya hingga menjadi former First Lady of The United States.
Michelle masih dikawal pengawal dan memasang ‘temboknya’ alias film ini terkesan masih formal!
Meskipun film biopik, sangat kurang unsur keintiman dan minim emosi alias hanya berada di permukaan. Tidak ada yang istimewa dengan pengalaman sinematiknya, tetapi scoring film dapat dikatakan asik.
Cerita yang ditawarkan serta kepribadian seorang Michelle lah menjadi daya tarik film ini.
Menjadi apapun untuk yang pertama kalinya dari ras kulit hitam membuat siapapun harus bekerja lebih keras.
Michelle dan Barack harus bekerja lebih keras karena impresi sebagai presiden kulit hitam pertama di negara yang sebelumnya paling berpengaruh di dunia, dan sebelumnya selalu meletakkan kekuasaan tertinggi pada kalangan kulit putih.
Dalam Becoming, kita juga diajak mengintip kehidupan orang-orang Amerika Afrika.
Tentang bagaimana sederhananya keseharian orang-orang kulit hitam kelas pekerja. Bangun pagi dengan nyanyian dan dansa sebagai penghibur hati, sebelum menghadapi hari yang penuh diskriminasi rasial.
Bagaimana anak-anak muda ini, termasuk Michelle muda dulu, dianggap tidak pantas untuk mengenyam pendidikan di kampus terbaik dunia hanya karena warna kulitnya. Masalah rasial di Amerika memang sudah kelewat batas.
Michelle adalah pribadi yang sangat bold, ia tidak membiarkan dirinya ‘tidak terlihat’.
Mulai dari pengalaman keliling negara untuk melakukan kampanye, sikapnya yang turut aktif membuatnya difitnah, disalahartikan, dicecar seperti layaknya media mencecar seorang kandidat presiden. Pidato pengalaman hidupnya dibuat menyimpang oleh media.
Tidak sampai disitu, saat menjadi First Lady-pun, semua gerak-geriknya, setiap kata dan kedipan mata dianalisis. Ia tidak lagi dapat berpidato bebas. Hidupnya bukan lagi miliknya.
Beruntung, Michelle selalu punya tempat untuk berpulang, kepada Ibunya. Dimana kebenaran tentang dirinya terjaga, dari sosok yang melihatnya sendiri tumbuh kembang.
Hal itu membuatnya tetap ingat darimana ia berasal, dan membuatnya tetap membumi. Sosoknya yang humble memang hal yang paling diingat dari dirinya.
Tetapi, bukan Michelle namanya jika tidak tetap berdiri teguh, kembali ceria, dan mendominasi. Di setiap acara talk show peluncuran bukunya, bukan moderator yang mencairkan suasana, tetapi Michelle yang jenaka lah yang menghidupkan suasana.
Kepribadian Michelle terlihat jelas di film ini. Ceriwis dan sangat percaya diri, bragging ia lontarkan disana-sini.
Cerita terakhir yang tidak kalah penting, tentu saja kisah percintaannya dengan kekasih dan partner hidupnya, Barack Obama. Mengenal sosok yang beropini dan bermimpi besar seperti Barack, membuat Michelle membangun diri hingga ia percaya diri menjadi setara dengannya.
Ia tidak mau hanya menjadi pendamping, tetapi menjadi rekannya. Ia sadar untuk mencari kebahagiaannya sendiri, tidak bergantung pada pasangannya untuk membuatnya bahagia.
Michelle bukan hanya istri seorang presiden negara nomor 1 di dunia pada saat itu, tetapi ia adalah the real first lady of the United States.
Tanpa menggurui, ia berbagi bahwa kita harus membuat diri kita terlihat, didengarkan, dan dapat berpengaruh dalam kontribusi.
Disamping semua kekurangannya, cerita inspiratif dari tokoh besar yang dikemas secara ringan membuat ‘Becoming’ mudah untuk diikuti dan dapat ditonton semua kalangan. Menontonnya lumayan menghibur, humor disana-sini dengan bahasa yang juga ringan menambah nilai plus film ini.
Director: Nadia Hallgren
Casts: Michelle Obama, Barack Obama, Malia Obama, Sasha Obama, Craig Robinson, Kelly Robinson, Melissa Winter, Meredith Koop, Allen Taylor, Valerie Jarrett, Gayle King, Oprah Winfrey, Reese Witherspoon, Conan O’Brien, Stephen Colbert.
Duration: 89 Minutes
Score: 7.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Becoming
Becoming merupakan film dokumenter garapan Nadia Hallgren yang menceritakan interaksi Michelle Obama dengan orang-orang di sekitarnya. Mulai dari staf-staf pribadinya dan keluarga terdekatnya, kehidupan tumbuh besarnya sebagai warga kulit hitam dari kelas pekerja di Chicago hingga mengenyam pendidikan di Princeton, pertemuannya dengan Barack, serta pengalamannya dari kampanye suaminya hingga menjadi former First Lady of The United States. Film dokumenter mengenai Michelle Obama ini sudah bisa disaksikan di Netflix.