“A man is judged by the evil he does, not the good.” – Flavio (Bacurau).
Sebagai salah satu kandidat di Festival Film Cannes 2019 dari Brazil, Bacurau menghadapi persaingan ketat dengan banyak film unggulan dari sejumlah negara, diantaranya “Parasite” dari Korea Selatan, “Once Upon A Time in Hollywood” yang disutradarai oleh Quentin Tarantino dari Amerika Serikat dan “Pain and Glory” yang disutradarai oleh Pedro Almodovar dari Spanyol.
Memang film ini tak meraih penghargaan tertinggi, Palme d’Or yang diraih “Parasite”, namun Bacurau meraih Jury Prize di Festival Film Cannes bersama “Les Misérables”.
Film yang disutradarai oleh Juliano Dornelles dan Kleber Mendonca Filho ini tergolong tak biasa, dan penuh dengan isu yang sebenarnya sarat dengan kehidupan kita sehari-hari, khususnya jelang pemilihan kepala daerah atau pilkada, namun eksekusinya sangat unik dan akan membuat kita tercengang dengan konklusi akhirnya.
Alkisah, di sebuah tempat di sebelah barat Pernambuco, Brazil, ada sebuah desa kecil bernama Bacurau yang jauh terpencil dari mana-mana. Dengan lini masa yang tak jauh di masa depan, kota ini sedang berduka, ketika ketua adatnya baru saja meninggal karena usia lanjut.
Tapi ada sesuatu yang aneh sedang terjadi di tempat itu. Pasokan air tiba-tiba berhenti, peti mati berserakan di pinggir jalan, UFO tiba-tiba mengikuti salah satu penduduk, dan banyak bangkai mobil tergeletak di luar desa tersebut.
Keesokannya, penduduk desa itu terkejut saat desa mereka hilang dari peta satelit dan mereka juga susah mendapat sinyal untuk menelpon ke luar. Mereka tak sadar kalau bahaya besar sedang mengintai mereka, dan akan membunuh mereka satu per satu.
Apa yang dialami penduduk desa itu sebenarnya? Dan mengapa hal itu sangat misterius dan ditutup-tutupi?
Agak susah memang mendeskripsikan Bacurau lebih cocok masuk genre mana, karena banyaknya influens dari sejumlah auteur yang termaktub dalam film tersebut.
Pengaruh dari sutradara Tarantino di awal sudah terlihat dengan membangun alur yang relatif lambat namun konstan.
Tak ketinggalan suasana ala Spaghetti Western dari Sergio Leone yang kondang di era 60-an, namun kini didominasi pengaruh sosio-kultural setempat yang ‘out of the box’, bernuansa psychedelic dengan scoring horor dari John Carpenter.
Influens dari maestro surealis, Luis Bunuel juga secara eksplisit terlihat jelas dalam beberapa scene.
Memang tak banyak film sekarang yang condong ke arah surealisme, namun film ini menyadarkan kita bahwa Bacurau pun mampu menampilkan realita fantasi di dalam visualisasinya yang sedikit aneh (dalam artian positif tentunya-red).
Ada semacam makna tersirat kalau sebenarnya yang dimaksud bahaya disini adalah sebuah analogi dari kolonialisme orang Eropa yang tersamarkan oleh alegori politik lokal.
Namun kata-kata yang lebih tepat adalah pemberangusan terhadap sebuah peradaban terhadap peradaban lain yang dilakukan orang-orang Eropa terhadap masyarakat adat di Amerika Latin pada umumnya.
Penduduk desa Bacurau memang tampil natural dan apa adanya, misalnya dengan bertelanjang bulat saat mandi bersama, atau sedang melakukan kegiatan tertentu, baik pria maupun wanita.
Telanjang di depan orang lain buat mereka bukanlah sebuah hal yang tabu, namun sebuah kebiasaan turun temurun yang tetap dilakukan secara kolektif maupun individual. Bahkan dalam sebuah adegan terlihat seorang dukun beserta istrinya juga tampak melakukan pekerjaan sehari-hari di rumahnya dengan bertelanjang bulat, dan lumrah-lumrah saja.
Namun dari kedua analogi itu tampak jelas, kalau di satu sisi, ‘penjajahan’ orang kulit putih terhadap masyarakat setempat masih saja berlangsung di era dystopian tersebut (sesuai timeline film ini-red).
Walaupun ‘penjajahan’ ini jadi tanda tanya, kenapa pembasmian total jadi solusinya, apalagi di tengah situasi pilkada yang sedang digelar, justru membutuhkan banyak suara yang masuk.
Semua cast di film ini tampil luar biasa, walaupun di sini terlihat nama besar Sonia Braga dan Udo Kier. Mungkin hanya Udo Kier saja yang terlihat dominan di saat-saat akhir, selebihnya semua cast mempunyai screen time relatif sama.
Memang Bacurau merupakan film yang unik dengan beberapa nuansa khas di mana garis tipis antara realita dan kenyataan sangat susah dibedakan. Jauh dari kata-kata rasional maupun ilmiah yang tak masuk di akal, semua itu akan memunculkan suatu karya kontemporer yang tidak logis bergaya psychedelic dan terlebih lagi, sulit ditonton bagi kita yang belum biasa melihat karya masterpiece semacam ini.
Film ini sudah rilis dalam bentuk Blu-ray dan DVD, juga masih tayang di Amazon Prime.
Director: Juliano Dornelles, Kleber Mendonca Filho
Casts: Sonia Braga, Udo Kier, Bárbara Colen, Thomas Aquino , Silvero Perera, Thardelly Lima, Rubens Santos, Wilson Rabelo, Carlos Francisco, Luciana Souza, Karine Teles, Antonio Saboia, Jonny Mars, Alli Willow, James Turpin, Julia Marie Peterson, Brian Townes, Charles Hodges, Chris Doubek, Buda Lira, Clebia Sousa, Danny Barbosa, Edilson Silva, Eduarda Samara, Fabiola Liper, Ingrid Trigueiro, Jamila Facury, Jr. Black, Márcio Fecher, Rodger Rogerio, Suzy Lopes, Uirá Dos Reis, Val Junior, Valmir do Côco, Zoraide Coleto
Duration: 131 Minutes
Score: 7.8/10
WHERE TO WATCH
The Review
Bacurau
Bacurau menceritakan sebuah desa di pedalaman Brasil yang selama ini jauh dari mana-mana. Namun sebuah bahaya mematikan datang perlahan mengintai mereka dari kejauhan dan siap membasmi mereka semua. Film ini sudah dirilis dalam bentuk DVD atau Blu-ray dan kini masih ditayangkan di layanan streaming VOD Amazon Prime.