“Why go out your way to help the humans? You should enjoy being a demi-human.” – Sato.
Bagi Chillers yang belum familiar, film Ajin: Demi-Human merupakan film live action Jepang yang diadaptasi dari serial manga dan anime dengan judul yang sama. Hasil karya mangaka Gamon Sakurai ini dirilis pertama kalinya pada tahun 2012 dan langsung memperoleh peringkat ketiga sebagai mangat terbaik tahun 2013. Kesuksesannya pun berlanjut dalam serial animenya, dimana serial anime berjumlah 13 episode tersebut juga ditayangkan di Netflix sejak tahun 2016.
Dalam film ini, Chillers akan diperkenalkan dengan Ajin, sosok manusia yang sangat tidak biasa. Dimana mereka memiliki kemampuan khusus dan dapat hidup kembali setelah terbunuh, meski mereka tetap merasakan rasa sakit. Film ini akan mengikuti petualangan Kei Nagai (Takeru Satoh) yang baru saja mengetahui kalau ternyata dirinya adalah seorang Ajin dan menyadari bahwa selain dirinya, masih ada Ajin lainnya. Sayangnya, tidak semua Ajin memiliki rasa kemanusiaan seperti yang dimiliki oleh Kei.
Selain Kei, ada Koji Tanaka (Yu Shirota) dan Sato (Go Ayano). Awalnya, keduanya berniat untuk membebaskan Kei yang dijadikan kelinci percobaan oleh pemerintah dan mengajak Kei bergabung. Namun aksi Sato yang membunuh tanpa ampun, tidak dapat diterima oleh Kei. Akhirnya, Kei pun memutuskan untuk melarikan diri tanpa bergabung dengan Sato.
Sebelumnya, Ajin: Demi-Human telah diadaptasi dalam bentuk serial anime, film anime dan beberapa OVA. Seluruhnya sukses dan mendapatkan review yang positif. Begitu pula dengan film live action-nya ini. Hampir semua aspek yang terdapat dalam manga tergambarkan dengan lumayan detil dalam filmnya. Bukan itu saja, dari segi special effects pun, film ini sama sekali tidak memiliki masalah yang berarti.
Uniknya, karakter yang terlihat menonjol dalam film ini justru bukan karakter utama, melainkan karakter antagonis, Sato. Memang, awalnya, Sato terlihat bagaikan sosok karakter antagonis psycho pada umumnya, namun lama kelamaan Chillers akan memahami motivasi di balik sosok seorang Sato. Dimana hal yang mendorong seluruh tingkah lakunya ternyata merupakan suatu hal yang sangat kompleks.
Bagusnya, penggambaran karakteristik Sato tersebut dapat diketengahkan tanpa perlu banyak menampilkan adegan melodrama. Dibanding mengetengahkan adegan-adegan bernuansa sedih, film ini justru memilih untuk menguatkan karakter Sato dari aksi-aksinya.
Sayangnya, saking terlalu fokus pada karakter Sato, karakter Kei Nagai justru agak terlupakan. Hal tersebut membuat karakter yang diperankan oleh Takeru Satoh ini bagaikan karakter kedua yang kebetulan saja berbuat baik bagi manusia. Meski begitu, Takeru Satoh lumayan dapat menggambarkan kepasifan dan sisi introvert dari seorang Kei.
Mengingat para Ajin akan hidup kembali setelah dibunuh, tentunya beberapa adegan brutal dapat disaksikan dalam film ini. Adegan pembukanya pun dibuat dengan cukup brutal, mengetengahkan adegan saat Kei sedang dijadikan kelinci percobaan oleh pemerintah dengan kode: subyek nomor 3. Bagaimanapun, nuansa kelam dan kebrutalan yang terjadi benar-benar merupakan esensi utama dari film ini yang tidak dapat dilewatkan begitu saja.
Dalam film ini, para Ajin tidak hanya bertarung dengan senjata api atau melakukan pertarungan jarak dekat. Berkat kemampuan khusus yang mereka miliki, para Ajin tidak begitu mengkhawatirkan luka akibat tembakan atau serangan musuh. Mereka dengan gampangnya dapat membunuh diri mereka sendiri untuk hidup kembali dengan keadaan prima setelahnya. Salah satu adegan aksi yang membuat para Ajin bersinar adalah saat mereka bertarung dengan manusia, dimana seakan para manusia menjadi sama sekali tidak berdaya jika harus berhadapan dengan mereka.
Tentu saja, selain pertarungan fisik, salah satu elemen penting dalam film ini adalah pertarungan otak atau strategi antara Kei dan Sato. Dimana keduanya saling berusaha mengimbangi satu sama lain dengan kecerdikan dan kepiwaian mereka dalam melakukan suatu strategi. Terkadang, strategi yang dijalankan tampak sangat tidak masuk akal, namun terasa efektif. Hal-hal tersebut membuat film ini bukan hanya menjadi sebuah film yang dipenuhi dengan adegan aksi semata. Bisa jadi, Chillers akan merasa terkesan akan kemampuan Kei dan Sato dalam hal saling memanfaatkan kelemahan lawan.
Secara garis besar, film Ajin: Demi-Human merupakan sebuah film yang lumayan menyenangkan untuk disaksikan. Meski ada beberapa hal yang berbeda jika dibandingkan dengan serial manga dan anime-nya. Namun, selain Gintama dan Blade of the Immortal, film ini bisa juga dikategorikan sebagai salah satu film adaptasi manga yang terbaik di tahun 2017 walaupun masih banyak yang harus diperbaiki.