“Death’s still a mystery. But life, a little less so. Alone, we walk the Earth quiet. But together? As a team? Oh, we can do some sh*t awfully loud.” – One.
Nama Michael Bay memang tak bisa dipisahkan dari saga Transformers. Sejak menggarap film ini pertama kali di tahun 2007, namanya memang kian akrab dengan karakter robot yang mampu bertransformasi menjadi segala bentuk ini. Memang sejak ia pertama kali berkiprah membuat video klip dari sejumlah penyanyi dan grup musik kenamaan mulai tahun 1989, seperti Richard Marx, Tina Turner, Chicago, dan Meatloaf, namanya memang kian menjulang pesat.
Keberaniannya menggarap film layar lebar diawali oleh “Bad Boys” di tahun 1995 dan berturut-turut diikuti “The Rock” (1996) dan “Armageddon” (1998). Ketiga film blockbuster ini (dan disusul film-film lainnya), kian memantapkan namanya dan menetapkan gayanya yang khas dalam membuat film. Selama 25 tahun ia berkarya sejumlah film layar lebar, Michael Bay bahkan memiliki nama trademark-nya sendiri, ‘Bayhem’. Akan tetapi, skrip yang diambilnya dalam membuat film, membedakan karya Bay yang fun, konyol dan menghibur, berbeda dari banyak sutradara film lainnya.
Dalam “6 Underground”, yang dirilis khusus untuk Netflix ini, Michael Bay berpasangan dengan penulis naskah “Zombieland” dan “Deadpool”, Rhett Reese dan Paul Wernick. Memang menarik melihat kombinasi ini, dan menjanjikan bila kita melihat trailer-nya, namun ternyata apa yang ditampilkan sangat baik dalam naskah, tak berbanding lurus dengan eksekusinya yang cenderung berantakan.
One (Ryan Reynolds), merupakan seorang miliarder jenius yang juga pintar, mengumpulkan tim yang berisi beberapa orang dengan keahlian spesifik dan tertentu untuk menyelesaikan sebuah misi. Dengan skuad yang berisikan mantan CIA (Mélanie Laurent), pembunuh bayaran (Manuel Garcia-Rulfo), ahli parkour atau ‘Skywalker’ (Ben Hardy), seorang dokter (Adria Arjona), dan seorang mantan penembak jitu atau sniper (Corey Hawkins). Semua orang-orang tersebut uniknya dipanggil berdasarkan kode angka, seperti two, three, dan seterusnya, tapi bukan nama asli mereka masing-masing.
One kemudian mempunyai misi baru yang lebih sulit dan mengarahkan pandangannya pada Rovach Alimov (Lior Raz), seorang diktator kejam yang memerintah negara Turgistan dengan tangan besi, dan One berencana untuk menggantikannya dengan saudara lelakinya yang lebih demokratis, Murat (Payman Maadi). Tetapi ternyata, misi ini tak semudah yang One dan timnya bayangkan.
Premisnya sendiri sebenarnya sangat menjanjikan dan menghibur. Menit pertama saja kita sudah disuguhkan adegan aksi tingkat tinggi yang dimulai dengan kejar-kejaran mobil di Italia yang bisa dibilang inilah gaya Michael Bay yang sebenarnya, terlebih bila kita tinjau film-filmnya sebelum era Transformers dimulai. Bisa dibilang mengingatkan kita pada “Bad Boys II” yang memadukan dialog humoris dipadukan dengan berbagai aksi, namun perbedaannya kini Michael Bay tampil lebih gore dan vulgar dibanding film-film terdahulunya.
Gaya khasnya tentu tak hilang, sejumlah slow motion dalam sekuens tertentu, gerakan kamera memutari cast utamanya, dan kerusakan masif bertubi-tubi yang diakibatkan saat kejar-kejaran mobil, tetap dieksekusi dengan sangat baik. Yang sedikit menjadi masalah adalah timeline-nya yang maju mundur tak beraturan dan memang cara ini mirip dengan apa yang dilakukan Reese dan Wernick pada “Deadpool” pertama, namun di “6 Underground” hasilnya malah tidak terkoordinasi dengan baik, malah mengacaukan narasi yang sebenarnya sangat potensial.
Di paruh kedua, film ini beralih fokus ke One dan upaya timnya dalam menggulingkan Rovach lewat kudeta yang dirancang sedemikian rupa. Isu konspirasi politik seperti ini memang merupakan daya tarik tersendiri dalam film-film garapan Bay.
Cara pandang ini memang terkesan imajinatif, seperti halnya kita lihat dalam saga ‘Mission Impossible’ yang mempunyai misi kurang lebih sama, walaupun cara Bay untuk mengeksploitasi coup ini sedikit aneh. Peran One sebagai katalisator perubahan dari orang kaya yang dapat melakukan apapun yang ia inginkan untuk mengatasi konflik Timur Tengah sangat membingungkan, dan cara yang di ambil memang di luar pakem kebanyakan film.
Kombinasi tim dengan berbagai keahlian yang ada di film ini memang cocok dan kemampuan mereka memang sangat mumpuni dalam bekerja sebagai sebuah tim. Tiap karakter yang tampil memang diberi peran yang seimbang satu sama lain, yang dapat menutupi kelemahan rekan-rekannya. Namun kombinasi seperti ini kurang cocok bila ditambahkan elemen humor yang harsh dan sentimen personal yang acapkali dimunculkan Bay untuk mengisi flashback.
Naskah yang pada dasarnya unik ini memang sangat baik, tapi keliaran yang disuguhkan dalam naskah tak sepenuhnya diadaptasi dengan baik oleh para cast-nya. Ada sedikit ketimpangan antaran Ryan Reynolds dengan sejumlah cast lainnya. Ingin mencoba bak Deadpool yang secara sukses mengaduk-aduk emosi audiens-nya lewat tampilan Reynolds, yang satu ini cast pendukungnya malah terkesan garing.
Namun tak bisa kita pungkiri, kelihaian Bay dalam menggarap sebuah film memang menyihir mata para penontonnya. Kita seperti terus ingin melihat lagi dan lagi, film-film yang ia buat, bahkan dengan cerita yang ala kadarnya, semua yang ia buat memang sangat eksplosif. Lihat saja adegan car chasing di prolog awal, selama kurang lebih 20 menit, Bay akan memanjakan mata kita dengan adegan kejar-kejaran mobil terbaik yang pernah kita lihat saat ini di sebuah film layar lebar. Belum lagi adegan ‘parkour’ yang diperagakan Ben Hardy di gedung-gedung bertingkat, sangat mencekam dan membuat kita miris sendiri melihatnya.
Dengan bujet sangat besar, kurang lebih 150 juta dollar Amerika, “6 Underground” tampaknya memang diposisikan menjadi awal dari sebuah sekuel waralaba terbaru yang nantinya akan dikembangkan secara ekstensif. Ada baiknya juga film seperti ini masuk ke dalam jaringan streaming berbayar seperti Netflix, agar kita bisa melihat sejauh apa eksplorasi Bay terhadap film-film terbarunya.
Jujur saja, melihat visi Bay yang lebih liar dan frontal seperti ini, kita akan takjub sendiri melihat apa yang ia kerjakan. Fantasi kita seperti melihat petualangan aksi di sebuah video game tanpa henti, dengan masukan unsur-unsur komedi harsh dan adegan vulgar dan gore yang tentunya tak bisa masuk melenggang begitu saja di layar lebar tanpa potongan sensor ketat.
Director: Michael Bay
Starring: Ryan Reynolds, Mélanie Laurent, Corey Hawkins, Adria Arjona, Manuel Garcia-Rulfo, Ben Hardy, Lior Raz, Payman Maadi, Dave Franco
Duration: 127 Minutes
Score: 7.5/10
The Review
6 Underground yang dirilis khusus untuk Netflix ini, Michael Bay berpasangan dengan penulis naskah Zombieland dan Deadpool, Rhett Reese dan Paul Wernick. Menarik melihat karyanya kali ini yang lebih liar, frontal dan vulgar. Jauh berbeda dari film-film sebelumnya yang semata menjual aksi kelas tinggi dengan kerusakan masif di berbagai tempat. Kini dengan kebebasan tanpa batas, Bay berani menjajal apa yang ia pikirkan tanpa perlu takut kena sensor.
Review Breakdown
- 7.5